Menurut Wakil Ketua Komisi IV DPR, Michael Wattimena, inpres tersebut menjadi biang masalah sehingga Menko Perekonomian, Darmin Nasution memutuskan untuk mengimpor beras karena menganggap stok beras nasional kurang.
"Kami sudah usulkan ke Menko Perekonomian untuk merevisi Inpres 5/2015 cuma belum direspons secara optimal," ujar Michael kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (23/10).
Lanjut politisi Partai Demokrat ini, inpres yang berisikan harga gabah kering dari petani seharga Rp. 3750 menyebabkan banyak petani menjual gabahnya ke tengkulak seharga Rp. 5000.
Akibatnya cadangan beras pemerintah menjadi kurang dari 1 juta ton per tahunnya. Sementara kebutuhan beras untuk rakyat Indonesia per tahun berkisar di 2 juta ton per tahun.
"Jadi bukan salah metodologinya, ini karena penyerapan yang tidak optimal. Padahal gudang beras kita sangat melimpah saat ini dan stok kita mencapai 2,8 juta ton. Beras ada di mana-mana," tegasnya.
Legislator asal Papua Barat itu menambahkan setiap Ratas antara Komisi IV dengan Kementan dan Bulog, terus diingatkan agar inpres itu ditinjau kembali.
"Ini akhirnya menyebabkan cadangan beras kita tidak seimbang. Itu yang kemudian menyebabkan impor. Kami minta inpres itu direvisi dan lebih berpihak kepada petani," tandas Michael.
[rus]
BERITA TERKAIT: