Permohonan tersebut disampaikan langsung melalui surat terbuka yang ditujukan kepada Panglima TNI, Jenderal TNI Agus Subiyanto, tertanggal 18 Desember 2024.
Dalam surat permohonan yang diterima redaksi, Aditya memperkenalkan diri sebagai advokat yang mewakili Ade Permana berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 002/SK/AP-PK/XII/ADP.C/2024.
Aditya lantas mengungkapkan bahwa pemberhentian tidak hormat yang diterima kliennya penuh dengan kejanggalan dan menduga adanya kriminalisasi yang dilakukan oleh sejumlah oknum pejabat Puspomal dan TNI AL.
“Dikarenakan Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PDTH) yang dijatuhkan terhadap Klien saya memiliki beberapa kejanggalan terhadap proses penanganan perkaranya,” ujar Aditya dalam suratnya, dikutip Sabtu 11 Januari 2025.
Aditya menyatakan, kliennya, Kolonel Laut (PM) Ade Permana, telah dijatuhi hukuman PDTH yang menurutnya itu sangat sarat dengan ketidakberesan.
Pihaknya pun menduga ada permufakatan jahat, berupa penghalangan keadilan (obstruction of justice), yang diduga dilakukan oleh oknum Pejabat Puspomal dan/atau oknum Pejabat TNI AL.
Menurut Aditya, hal itu jelas-jelas merupakan pelanggaran HAM yang terjadi dalam proses peradilan.
“Sehingga PDTH tidak semestinya dilaksanakan,” tegasnya.
Atas dasar itu, Aditya meminta Panglima TNI, Jenderal TNI Agus Subiyanto, memberikan perhatian serius terhadap kasus yang menimpa kliennya tersebut. Sebab, Ade Permana, yang memiliki NRP 10410/P dan merupakan lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) Angkatan 38 tahun 1992, menjabat sebagai Pamen Riksut Puspomal di kesatuan Puspomal.
“Demi terwujudnya supremasi hukum, saya memohon atas atensi dari Bapak Panglima TNI yang terhormat, atas ketidakadilan dan dugaan kriminalisasi kepada klien kami,” harap Aditya.
Dalam kasus ini, Kolonel Laut Ade Permana dilaporkan oleh Suwondo Giri ke Puspomal, dengan tuduhan atas kepemilikan senpi illegal dan penyalahgunaan wewenang atas penerimaan uang suap senilai Rp 500.000.000 (Lima Ratus Juta Rupiah). Laporan tersebut dilayangkan pada 18 November 2021 dan teregister dengan Nomor LP.81/I-6/XI/2021/Pomal. Laporan tersebut pun diproses oleh Penyidik Puspomal.
Pada Desember 2021 silam, Kolonel Laut Ade Permana sempat mengirimkan Surat Permohonan Bantuan Hukum Kepada Kababinkum TNI, yang mana baru mendapat tanggapan pada tanggal 5 Januari 2022 melalui Surat Perintah Nomor Sprin/6/I/2022 Oleh Kababinkum TNI yakni Mayjen W. Indrajit, dengan menunjuk secara sah Letkol Chk. Dr. Sudirman, S.H., M.H sebagai Penasihat Hukum.
Kababinkum pun mencabut secara sepihak Surat Perintah Nomor Sprin/6/I/2022 atas penunjukan Penasihat Hukum Letkol Chk. Sudirman, dikarenakan dianggap bukan dari Matra TNI AL.
Seiring berjalannya proses hukum tersebut, Kolonel Laut Ade Permana pun per 31 Januari 2022 ditahan di Staltahmil Puspomal dan dijebloskan ke dalam sel isolasi selama lebih dari seminggu.
Adapun, penahanan terhadap Kolonel Laut Ade Permana diketahui dilakukan oleh Danpuspomal selaku Ankum dan Papera selama 6 bulan.
Pada tanggal 5 September 2022, Kolonel Laut Ade Permana dibebaskan berdasarkan TAPBAS dari Dilmilti II Jakarta No. TAPBAS/03-K/PMT-II/AL/IX/2022, saat itu Ade tetap meneruskan proses perkara hingga terbitnya Putusan dari Dilmilti II Jakarta No. 45-K/PMT-II/AL/VIII/2022 tanggal 30 Januari 2023 yang mana pemidanaannya adalah Pidana Penjara selama 7 Bulan dan tanpa ada hukuman tambahan berupa pemecatan.
Kolonel Laut Ade Permana kemudian didakwa melanggar Pasal 1 UU Darurat Nomor 12 tahun 1951 Tentang Kepemilikan Senjata Api.
Namun, Danpuspomal saat itu justru memperberat hukuman Kolonel Laut Ade Permana dan terus memperpanjang masa penahanan serta diusulkan Pembentukan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) melalui Surat Danpuspomal Nomor R/520/V/2023 kepada KSAL, hingga terbitnya Keputusan KASAL Tanggal 11 September 2023 Nomor Kep.2290/IX/2023 tentang Pembentukan DKP.
Sampai saat ini Kolonel Laut Ade Permana sama sekali belum pernah menerima Keputusan KASAL tentang DKP tersebut.
Akan tetapi, Kolonel Laut Ade Permana justru menerima Keppres atas Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PDTH) dari Presiden Joko Widodo tanggal 10 Juni 2024 dan baru diterima tertanggal 11 November 2024 untuk melegitimasi putusan tersebut.
BERITA TERKAIT: