"Ya sesungguhnya tidak ada kendala yang cukup berarti. Tapi untuk menyimpulkan adanya sebuah peristiwa pidana dan ada yang bisa dipertanggungjawabkan, (kasus) ini butuh supporting pihak lain, lembaga lain," ujar Jurubicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri, kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin sore (16/1).
Ali menjelaskan, KPK menyasar soal dugaan kerugian keuangan negara yang tercantum dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor. Sehingga, KPK membutuhkan dukungan dari lembaga lagi seperti BPK dan BPKP.
"Ini juga kemudian tentu menjadi diskusi yang harus dilakukan pendalaman secara menyeluruh. Yang pada gilirannya ketika nanti di proses persidangan, benar-benar ada kerugian yang nyata, ini kan harus ada ahli yang menghitung. Ini dari awal terus dikoordinasikan," tuturnya.
"Jadi ini sebagai pemahaman bersama ya, Pasal 2 Pasal 3 ini kan berhubungan dengan kerugian keuangan negara, yang menghitung kerugian keuangan negara itu adalah lembaga lain, seperti BPK, BPKP, dan KPK sendiri juga bisa saat ini melalui
accounting forensik," jelas Ali.
Sementara itu, untuk jumlah kerugian negara, dapat dilakukan penghitungan dalam proses penyidikan nantinya. Sehingga, dukungan dari BPK dan BPKP bertujuan untuk menemukan titik temu, yakni bukti awal dan kesimpulan awal untuk bisa dihitung kerugian negara.
"Sehingga kami belum bisa sampaikan dalam proses penyelidikan, bahwa dalam sebuah perkara ada dugaan jumlah kerugian keuangan negara. Karena nanti itu dihitung pada proses penyidikan," pungkas Ali.
BERITA TERKAIT: