Hal itu ditegaskan Kuasa Hukum terdakwa Heru Hidayat, Kresna Hutauruk menjawab Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang pernah menyebutkan keuntungan Jiwasraya pada periode 2008-2018 dalam laporan keuangannya semu.
Menurut Kresna, pada periode 2008-2018, pencatatan keuangan perusahaan asuransi jiwa pelat merah itu tercatat untung. Bahkan pada periode itu tidak pernah gagal bayar klaim dan mampu membayarkan tantiem atau bonus prestasi kepada karyawan dan dividen kepada negara.
“Keuntungan Jiwasraya zaman direksi 2008-2018 tidak semu, karena setiap tahun tidak pernah gagal bayar klaim, direksi selalu dapat tantiem, pegawai dapat biaya jasa produksi, dan negara pernah mendapat dividen,†ujarnya kepada wartawan, Sabtu (5/9).
Hal itu pun telah diakui mantan Direktur Keuangan PT AJS, Hary Prasetyo yang dihadirkan sebagai saksi dalam lanjutan persidangan perkara tersebut, Jumat kemarin.
Dalam persidangan itu, Kresna menanyakan ihwal biaya asuransi yang meliputi beban gaji, tantiem, dan biaya produksi perseroan pada periode tersebut. Seluruh biaya itu, jelasnya, dibayarkan secara tunai, termasuk gaji kepada sekitar 1.100 karyawan di PT AJS.
Hary Prasetyo mengakui pemberian bonus dilakukan atas dasar kondisi perusahaan yang meraup untung. Syarat lainnya adalah pemberian tantiem mendapatkan persetujuan dari pemegang saham, yakni Kementerian BUMN.
“(Dasar pemberian bonus) tentunynya perusahaan untung dan ditetapkan dalam RUPS oleh Kementerian BUMN sebagai pemegang saham,†jawab Hary dalam persidangan.
Dia pun mengakui pembayaran bonus itu direalisasikan secara tunai. Selain itu, tantiem dan biaya produksi diakui merupakan komponen dalam total biaya di PT AJS. Pada periode itu, total pengeluaran untuk biaya PT AJS mencapai Rp 23 triliun, sebagaimana tertuang dalam berita acara perkara (BAP) Hary Prasetyo.
BERITA TERKAIT: