Proyek Mapolda Aceh Nunggak Rp 32 Miliar Lebih, Kemenkeu Bungkam

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Senin, 22 April 2019, 15:58 WIB
Proyek Mapolda Aceh Nunggak Rp 32 Miliar Lebih, Kemenkeu Bungkam
Elva Waniza/RMOL
rmol news logo Pembayaran proyek gedung Mapolda Aceh yang terkatung-katung lebih dari 11 tahun tak kunjung ada penyelesaian.

Dalam rapat koordinasi lanjutan dengan pihak PT Elva Primandiri yang difasilitasi Deputi Penegakan Hukum dan HAM Kemenko Polhukam, Senin (22/4), tiga orang dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berusaha menghindari wartawan yang memenuhi Gedung A kantor Kemenko Polhukam.

Sementara, Direktur Utama PT Elva Primandiri, Elva Waniza mengaku pertemuan yang difasilitasi Kemenko Polhukam itu tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.

"Pihak Kemenkeu melempar lagi masalah pembayaran pembangunan Mapolda Aceh ke pihak Polri. Padahal mereka tahu putusan PK itu pembayaran tanggung renteng Kemenkeu dan Polri. Kenapa dilempar lagi ke Polri?" tanya Elva.

Di sisi lain, dia mengapresiasi upaya pihak Kemenko Polhukam yang memfasilitasi rapat dengan Kemenkeu.

Asisten Deputi Penegakan Hukum dan HAM Kemenko Polhukam yang memimpin rapat koordinasi, kata Elva, meminta pihak Kemenkeu menyerahkan hasil rakor itu paling lambat pekan ini.

"Selanjutnya Kemenko Polhukam akan menyerahkan kembali hasil dua kali rakor ini ke Mensesneg," ujarnya.

Elva berharap Presiden Jokowi turun tangan menyelesaikan masalah tunggakan pembayaran sejak 2007 ini.

"Kemenko Polhukam bukannya gagal, sudah memfasilitasi tetapi melihat jawaban dari Kemenkeu berbelit-belit padahal masyarakat perlu mendapat kepastian hukum makanya serahkan kembali ke Mensesneg. Harapan itu masih ada," terang Elva.

Jafaruddin Abdullah, kuasa hukum PT Elva Primandiri merasa alasan yang dikemukakan pihak Kemenkeu tidak masuk akal.

“Mau koordinasi apa lagi? Empat tingkat peradilan semuanya suara bulat bahwa Kemenkeu harus membayar kepada PT Elva Primandiri," tegasnya.

Pihaknya pun tengah mempertimbangkan jalur pidana, beber Jafaruddin, namun itu tentu tidak baik bagi citra pemerintahan.

Rakor yang difasilitasi Kemenko Polhukam hari ini merupakan kali kedua. Pada rakor pertama pada 4 April 2019 lalu, pihak Kemenkeu beralasan mereka yang hadir tidak berkaitan langsung dengan kontraktor proyek pembangunan Mapolda Aceh.

Hingga kini,  perusahaan kontraktor yang membangun proyek Mapolda Aceh II itu belum juga mendapatkan pembayaran dari hasil pengerjaan pembangunan yang telah selesai dilakukan pada 2007 lalu sebesar Rp 32.768.097.081.

Elva mengeluhkan kerugian yang harus ditanggungnya sejak lebih dari 11 tahun yang lalu. Dia harus menalangi pihak pemasok bahan dan perbankan yang otomatis melakukan penagihan kepada dirinya selaku pihak kontraktor. Bahkan, dia sempat mendapatkan teror dari sejumlah pihak.

Padahal, selaku kontraktor yang diberi mandat mengerjakan proyek pembangunan gedung pasca-bencana gempa dan tsunami di Aceh, PT Elva Primandiri sudah menyelesaikan tugasnya dengan baik. Elva pun sudah berkali-kali melakukan upaya penagihan atas haknya tersebut. Termasuk berkali-kali mendatangi langsung kantor Kemenkeu.

Elva telah memenangkan proses hukum di semua tingkatan pengadilan. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan nomor perkara 582/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Tim yang menghukum Kemenkeu, yang dulu bernama Satuan Kerja Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) NAD-Nias (tergugat I) dan Polri (tergugat II) secara tanggung renteng membayar kewajibannya kepada PT Elva Primandiri sebesar Rp 32.768.097.081.

Putusan itu diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Jakarta nomor perkara 527/PDT/2013/PT.DKI. Bahkan, kembali diperkuat dengan terbitnya putusan Kasasi Mahkamah Agung nomor 2483 K/PDT/2014.

Selanjutnya, upaya hukum luar biasa atau Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh pihak tergugat bernomor perkara 601 PK/PDT/2017 kembali ditolak MA pada 19 Oktober 2017.

Jurusita PN Jaktim sudah melakukan teguran (aanmaning) terhadap pihak tergugat untuk melaksanakan isi putusan. Pada saat pertemuan untuk teguran pertama pada 17 Oktober 2018, Ketua PN Jaktim sangat mengapresiasi itikad baik dari Kemenkeu yang diwakili oleh kuasa hukumnya, yang menyatakan akan mematuhi putusan pengadilan, dan akan secara intens berkomunikasi dengan Elva Waniza selaku direktur perusahaan tersebut

Namun, teguran yang dilaksanakan pada 17 Oktober 2018 dan 13 Desember 2018 tersebut belum juga dilaksanakan. Padahal, Ketua PN Jaktim hanya memberikan batas waktu selama sebulan setelah aamaning pertama tanggal 17 Oktober 2018 agar Kemenkeu membayar sesuai isi putusan pengadilan.

Pada 20 Desember 2018, Menkeu Sri Mulyani diminta datang ke PN Jakarta Timur untuk pertemuan annmaning (teguran). Namun, baik Kemenkeu atau perwakilannya tidak datang untuk yang ketiga kalinya. Putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) tersebut hingga saat ini belum juga dijalankan oleh Kemenkeu.

Elva lantas menyurati Presiden Joko Widodo dan permohonan Elva diapresiasi melalui surat yang dikeluarkan Kementerian Sekretariat Negara No B-72/Kemensetneg/D-1/HK 06.02/02/2019.

Isi surat itu mengingatkan Kemenkeu dan Polri sebagai pihak dalam perkara tersebut agar mengkoordinasikan perkara Elva dalam rangka memberikan kepastian hukum dan menjaga citra pemerintah taat hukum.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA