Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pemuda Muhammadiyah Berharap Hakim Vonis Ahok 5 Tahun Penjara

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Selasa, 09 Mei 2017, 06:27 WIB
Pemuda Muhammadiyah Berharap Hakim Vonis Ahok 5 Tahun Penjara
Faisal
rmol news logo Persidangan kasus penistaan agama dengan Terdakwa Basuki T. Purnama akan memasuki babak akhir. Majelis Hakim akan membacakan vonis terhadap Gubernur DKI Jakarta tersebut hari ini.

Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Bidang Hukum, Faisal, membeberkan sejumlah hal yang mesti diperhatikan Majelis Hakim sebelum menjatuhkan vonis.

"Pertama, hakim dalam memutus dalam perkara Ahok tidak boleh dengan 'keraguan'," jelas Faisal pagi ini.

Karena kalau hakim ragu, dia akan berpegang pada asas in dubio pro reo. Yaitu, jika terjadi keragu-raguan pada hakim apakah Terdakwa salah atau tidak, maka sebaiknya diberikan hal yang menguntungkan bagi Terdakwa.

"Dalam hal ini harapan kita hakim jangan ragu sedikit pun untuk menjatuhkan vonis 156 huruf (a) kepada Terdakwa karena semua pertimbangan alat bukti sudah diuraikan cukup baik," bebernya.

Kedua, patut diketahui jika sistem pembuktian pidana kita lebih terikat pada sistem "negatief wettelijk". Yaitu keyakinan yang disertai dengan mempergunakan alat-alat bukti yang sah menurut UU sebagaimana yang disebut dalam 183 KUHAP: Hakim dalam menjatuhkan pidana sekurang-kurangnya gunakan dua alat bukti yang sah dan berbasis pada keyakinan hakim.

"Pada kesimpulannya lebih dari dua alat bukti jika terdakwa langgar 156a huruf (a) dan keyakinan hakim harus pula perhatikan keadilan publik yang terus menerus disuarakan oleh umat," ungkap mantan Ketua PW Pemuda Muhammadiyah Bangka Belitung ini.

Ketiga, dalam prakteknya hakim boleh melakukan ultra petitum yaitu penjatuhan putusan melebihi dari tuntutan JPU sepanjang itu benar secara hukum dan keadilan.

"Hakim dalam memvonis tidak perlu terbebani dengan Tuntutan JPU yang lebih memilih pasal 156 dengan pidana yang begitu ringan. Apalagi tuntutan JPU itu telah Pemuda Muhammadiyah adukan ke Komisi Kejaksaan dengan aduan indikasi tidak adanya independensi penuntutan," tegasnya.

Lebih jauh dia mengungkapkan, berdasarkan pada tiga pertimbagan di atas, hakim juga harus melihat fakta yuridis yang menjadi konstruksi hukum pasal 156a huruf (a) baik unsur subyektif Terdakwa berdasarkan pengetahuan dan kehendaknya sudah secara nyata sengaja melakukan perbuatan penodaan agama. Apalagi unsur obyektif diketahui oleh siapapun jika perbuatan itu dilakukan dimuka umum oleh terdakwa.

"Maka mendasarkan pada prinsip dasar dari kedua unsur yang dimaksud pasal 156a huruf (a) begitu jelas jika perbuatan terdakwa telah mengeluarkan perasaan atau perbuatan yang bersifat penodaan agama," imbuhnya.

Terakhir, Faisal berharap, semoga hakim dapat menengok suasana kebatinan umat. Yang secara sosiologis sudah cukup terwakili melalui pendapat dan sikap keagamaan MUI yang menyatakan perbuatan Ahok merupakan perbuatan yang menista agama.

"Dibalik toga dan palu hakim, kami menunggu keberanian dan keadilan untuk tegakkan Pasal 156a huruf (a). Pemberian efek jera kepada terdakwa bertujuan agar dapat menjaga perasaan keadaban publik tidak ternista. Tentu kami perlu hakim yang mengerti dan paham suasana kebatinan umat," demikian kandidat Doktor Universitas Diponegoro ini.

Ahok dituntut satu tahun penjara dengan dua tahun masa percobaan. Jaksa menganggap Ahok tidak terbukti melakukan tindakan yang melanggar Pasal 156a KUHP dalam dakwaan primer. Ahok hanya dinyatakan secara sah dan terbukti melanggar Pasal 156 KUHP dalam dakwaan alternatif.

Pasal 156 KUHP berbunyi: Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beherapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa hagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara Pasal 156a: Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA