‎Dijabarkan Noor Rachmat bahwa legal opinion itu diminta PT Pelindo II pada tanggal 9 Oktober 2014 dan dikeluarkan pada 21 November 2014.
Dalam permintaan legal opinion itu, PT Pelindo II mempertanyakan empat hal. Pertama, mengenai perlu tidaknya PT Pelindo II mendapat konsesi dari pemerintah terkait UU Pelayaran Nomor 17 Tahun 2008. Kedua, apakah perjanjian Pelindo II bertentangan dengan UU, jika Pelindo II belum mendapatkan konsesi.‎
Ketiga, apakah Pelindo II bisa tetap melaksanakan kerja sama tanpa terlebih dahulu dapat konsesi. Keempat, apakah Pelindo II tetap bisa tetap melakukan pengembangan dalam wilayah pelabuhan tanpa perlu mendapat konsesi dari otoritas pelabuhan.
"Itu yang diminta ke kami dan tim kami menganalisis permintaan itu berdasarkan fakta yang ada," ujarnya dalam rapat Pansus Pelindo II di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (29/10)‎
Dari empat masalah hukum yang diminta itu, sambung Noor Rachmad, dapat disimpulkan menjadi dua pertanyaan. Pertama, apakah berlakunya UU baru perjanjian yang ada bertentangan dengan hukum karena tidak ada konsesi. Kedua, apakah Pelindo II tetap bisa melanjutkan kerja sama yang telah dilakukan tanpa harus melakukan konsesi.
Dari berbagai analisa yang dilakukan dan melihat fakta yang ada, Jamdatun menyimpulkan bahwa PT Pelindo II bisa melanjutkan kerja sama dengan pihak ketiga, atau perpanjangan kontrak baru, selama materi yang diperjanjikan bukan ranah regulator.
Namun begitu, Jamdatun tidak pernah merekomendasikan Pelindo II melakukan perpanjangan kontrak dengan pihak ketiga, jika yang diperjanjikan ranah regulator.
‎"Kalau dikatakan Jamdatun mengamini pihak Pelindo II untuk bisa melanjutkan kerja sama dengan pihak ketiga, seperti JICT (Jakarta International Container Terminal) termasuk HPH (Hutchison Port Holdings), sama sekali tidak ada.‎ Tetapi tetap dimungkinkan jika ranahnya sebagai operator," tandasnya.
[rus]
BERITA TERKAIT: