"Pansus lahir karena banyak kejanggalan dalam perpanjangan kuasa operasi JICT. Semua pihak sudah dipanggil, baik pemerintah maupun swasta. Tapi sampai sekarang, setelah 10 tahun, kerja sama itu tetap berjalan," ujar Pengurus Perkumpulan Pensiunan JICT, Ermanto Usman.
Tak hanya itu, Pansus Angket Pelindo II bahkan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit investigatif sebelum rekomendasi diketok dalam Sidang Paripurna DPR. Hasil audit yang terbit pada 2018 menyimpulkan kerja sama JICT-Hutchison merugikan negara hingga Rp4,08 triliun.
"Ini dua institusi negara yang paling penting dari sisi hukum ketatanegaraan. DPR menggunakan hak angket, BPK melakukan audit investigasi. Tapi dua-duanya seolah tidak ada artinya," tegas Ermanto dalam sebuah poadcast dikutip redaksi Senin, 15 Desember 2025.
Ia mengungkapkan, hingga berakhirnya masa tugas DPR periode 2014-2019, tidak ada satu pun langkah konkret untuk membatalkan kerja sama tersebut. Padahal, pemerintah sempat menyurati DPR dan menyatakan akan mempelajari rekomendasi Pansus.
"Surat dari Presiden Jokowi itu ada tapi berhenti di kata ‘dipelajari’. Tidak ada tindak lanjut," ujarnya.
Ermanto menambahkan berdasarkan perhitungan Pansus, jika kerja sama JICT-Hutchison tidak diperpanjang negara akan memperoleh keuntungan sekitar Rp17 triliun hingga Rp25 triliun. Namun kerja sama tetap berlanjut meski terjadi pergantian direksi Pelindo II, serta pergantian Menteri BUMN dari Rini Soemarno ke Erick Thohir.
"Ini yang kami sebut sebagai pemerintah di atas pemerintah," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: