Majelis hakim PN Jakarta Selatan yang dipimpin Soeprapto menjatuhkan hukuman dengan mewajibkan Mintarsih mengembalikan gaji selama 18 tahun masa pengabdian, dan atas tuduhan tindak pidana yang tidak terbukti dengan ganti rugi sebesar Rp 140 miliar kepada PT Blue Bird, perusahaan lain yang masih satu grup.
Kordinator MPH, Dewa, menjelaskan, hakim Soeprapto cenderung memaksakan lahirnya putusan yang hanya menguntungkan PT Blue Bird. Selain itu, vonis hakim hanya pada pasal dan bukti-bukti yang jauh dari keharusan seorang hakim bersikap adil di dalam persidangan. Vonis untuk mengembalikan gaji tenaga kerja jelas telah bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
"Kami menilai keputusan mantan ketua Majelis Hakim Soeprapto yang dijatuhkan kepada Mintarsih adalah perampokan terencana, cacat hukum, dan menindas hak pekerja," ujar Dewa melalui keterangannya kepada redaksi, Kamis malam (11/12).
Menurutnya, selain soal pengembalian gaji, nurani hakim Soeprapto juga dipertanyakan karena menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak jelas. Diketahui bahwa selain harus mengembalikan gaji, Mintarsih juga dikenai denda ratusan miliar karena dinilai telah melakukan tindak pidana kekerasan terhadap petinggi PT Blue Bird. Padahal, tuduhan itu tidak pernah terbukti atau dilanjutkan prosesnya oleh kepolisian.
"Sangat absurd bila proses laporan yang sudah dihentikan oleh polisi justru digunakan hakim Soeprapto sebagai alasan untuk menjatuhkan vonis. Independensi hakim saat mengambil keputusan telah diragukan," beber Dewa.
Karena itu, MPH mendesak Komisi Yudisial untuk melakukan penyelidikan lebih mendalam kepada hakim Soeprapto yang secara jelas telah menciderai penegakan hukum di Indonesia.
"Selain itu, KY bersama satgas mafia hukum harus memeriksa bos PT Blue Bird karena telah melakukan upaya yang merugikan kredibilitas lembaga penegakan hukum," demikian Dewa.
[ald]
BERITA TERKAIT: