Merespons eskalasi tersebut, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi di hari yang sama menyampaikan dukungan kuat mereka untuk pemimpin Suriah, Bashar Al Assad.
Araghchi bahkan melakukan perjalanan ke Damaskus pada Minggu, 1 Desember 2024 untuk memberikan dukungan dan simpati secara langsung untuk memperlihatkan keseriusan Iran.
"Hari ini, saya berangkat ke Damaskus untuk menyampaikan pesan Republik Islam kepada pemerintah Suriah," kata Araghchi kepada wartawan pada upacara Hari Angkatan Laut yang diadakan di Pulau Kish di Iran selatan, seperti dimuat
IRNA.
"Kami dengan tegas mendukung tentara dan pemerintah Suriah," tambahnya.
Menlu Iran itu menuduh aksi pemberontakan yang terjadi di Suriah berkaitan dengan konflik militer Israel di Jalur Gaza dan Lebanon.
"Kami percaya bahwa setelah kegagalan rezim Zionis (Israel), musuh mencoba untuk melaksanakan rencana jahatnya untuk mengacaukan kawasan melalui kelompok-kelompok teroris ini," kata Araghchi mengacu pada kelompok-kelompok anti-rezim di Suriah.
Araghchi menegaskan bahwa tentara Suriah akan sekali lagi menang atas kelompok-kelompok teroris ini seperti di masa lalu.
Pertempuran meletus pada Rabu, 27 November 2024 antara pasukan rezim Assad dan sejumlah kelompok bersenjata anti-rezim di pedesaan barat provinsi Aleppo di Suriah utara.
Sejak minggu lalu, kelompok bersenjata anti-rezim yang dipimpin oleh seorang telah membuat kemajuan pesat dari pedesaan barat menuju pusat kota Aleppo, merebut sebagian besarnya pada hari Sabtu, 29 November 2024.
Di hari yang sama, militer Suriah mengatakan bahwa puluhan personelnya telah tewas atau terluka dalam pertempuran sengit di Aleppo dan mereka sekarang sedang menyusun kembali pasukan, mengerahkan kembali pasukan untuk memperkuat garis pertahanannya sambil mempersiapkan serangan balik.
Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) yang berbasis di Inggris mencatat lebih dari 300 orang, termasuk sedikitnya 20 warga sipil, telah tewas sejak serangan pemberontak dimulai di Idlib dan Aleppo pekan ini.
BERITA TERKAIT: