Pemerintahan Perdana Menteri Shehbaz Sharif bahkan mengeluarkan surat edaran ke sejumlah sekolah dan kedutaan besar di beberapa negara untuk membuat diskusi-diskusi untuk menandai peringatan itu, agar mendapatakan simpati dan dukungan dari publik.
Diskusi membawa isu pelanggaran hak asasi manusia di Kashmir yang dilakukan oleh negara tetangganya, India.
Namun di balik itu semua, seperti laporan yang dimuat
South Asia Press pada Minggu (5/2), Pakistan menghadapi krisis ekonomi parah. Cadangan devisa menyusut, inflasi global, ketidakstabilan politik, serta penurunan pertumbuhan PDB yang berkelanjutan.
Bahkan pada akhir Januari lalu, Pakistan mengalami pemadaman listrik secara nasional selama dua hari karena tidak memiliki dana untuk mengaliri listrik. Kota-kota padat penduduk seperti Karachi, Islamabad, Lahore, dan Peshawar terpaksa gelap gulita.
“Pemadaman listrik itu kini terjadi secara rutin yang telah menyebabkan toko-toko, sekolah dan beberapa bisnis ditutup hampir sepanjang hari. Begitu juga peternakan, unggas dan kandang ternak, yang membuat beberapa masyarakat kehilangan pekerjaannya,†tulis laporan dari
South Press Asia itu.
Saat ini, seluruh masyarakat Pakistan berada di dalam kesulitan selama berbulan-bulan, yang juga terjadi karena mereka kekurangan tepung dan kacang-kacangan untuk makan. Hal tersebut telah memicu aksi protes yang setiap hari terjadi di Shigar, Baraldu, Ghanche, Balghar, dan di kota-kota lainnya.
Masyarakat disebut tidak lagi memiliki pilihan lain, selain melakukan aksi protes tersebut untuk mendesak pemerintah agar dapat mengatasi krisis di negaranya.
Namun, di tengah pusaran ekonomi negara yang sedang berada di pinggir jurang itu, pemerintah Islamabad masih terus bersembunyi di balik tabir Hari Solidaritas Kashmir.
BERITA TERKAIT: