Namun, tantangan besar masih menghadang pekerja yang terlibat dalam pembersihan reaktor yang rusak. Mereka menghadapi radiasi berbahaya serta tekanan fisik dan psikologis yang luar biasa dalam upaya dekontaminasi yang diperkirakan akan memakan waktu lebih dari satu abad.
Meskipun di sebagian besar area pekerja hanya perlu mengenakan masker bedah dan pakaian biasa, situasi berbeda bagi mereka yang memasuki gedung reaktor, terutama tiga yang mengalami kerusakan parah.
Mereka harus mengenakan perlindungan maksimal, termasuk masker wajah penuh dengan filter, sarung tangan berlapis-lapis, serta pakaian hazmat berkerudung.
Pekerja harus membersihkan sedikitnya 880 ton puing-puing bahan bakar nuklir yang meleleh.
Sebuah robot kendali jarak jauh yang digunakan dalam proses ini mengalami beberapa kegagalan teknis sebelum akhirnya berhasil mengambil sepotong kecil bahan bakar dari reaktor No. 2 pada November lalu.
Kepala petugas penonaktifan di Tokyo Electric Power Company Holdings (TEPCO), Akira Ono mengatakan bahwa meskipun hanya sampel kecil, temuan tersebut sangat berharga.
“Bahkan sampel yang sangat kecil memberi banyak informasi kepada para pejabat tentang bahan bakar yang meleleh,” ujar Ono, seperti dimuat
Associated Press pada Rabu, 12 Maret 2025.
Namun, ia menekankan bahwa lebih banyak sampel masih diperlukan sebelum pembersihan besar-besaran dapat dimulai pada tahun 2030-an.
Bekerja di dalam reaktor masih sangat berisiko. Tingkat radiasi di dalam gedung reaktor No. 2 tetap tinggi, meskipun telah mengalami dekontaminasi besar-besaran.
Untuk mengurangi paparan radiasi, pekerja hanya boleh berada di dalam gedung selama 15 hingga 30 menit sebelum digantikan oleh tim berikutnya.
“Bekerja di bawah tingkat radiasi yang tinggi membuat kami merasa gugup dan terburu-buru,” kata Yasunobu Yokokawa, seorang pemimpin tim dalam misi tersebut.
“Itu adalah tugas yang sulit," ujarnya lagi.
Masker wajah penuh yang mereka gunakan menghalangi visibilitas dan membuat bernapas sulit. Jaket kedap air membuat tubuh cepat berkeringat, sementara sarung tangan berlapis-lapis membatasi gerakan jari, membuat pekerjaan menjadi lebih sulit.
Para pekerja juga harus melilitkan sarung tangan dan kaus kaki mereka untuk mengurangi paparan radiasi serta membawa dosimeter pribadi guna mengukur tingkat radiasi yang diterima.
Selain risiko radiasi, pekerja menghadapi kendala teknis. Sebuah misi sempat tertunda ketika pekerja menyadari bahwa satu set lima pipa yang digunakan untuk memasukkan robot ke dalam reaktor telah dirangkai secara salah.
Kamera robot juga mengalami kerusakan akibat tingkat radiasi yang tinggi dan harus diganti.
Meskipun demikian, TEPCO menegaskan bahwa paparan radiasi yang diterima pekerja masih di bawah batas dosis lima tahun sebesar 100 milisievert.
Namun, survei terhadap 5.500 pekerja menunjukkan meningkatnya kekhawatiran tentang keselamatan dan dampak kesehatan akibat radiasi.
Pada tahun 2023, dua pekerja mengalami luka bakar akibat percikan lumpur radioaktif di fasilitas pengolahan air.
Untuk mengurangi paparan radiasi, TEPCO telah menerapkan berbagai strategi, seperti penggunaan derek yang dikendalikan dari jarak jauh dan pemasangan komponen yang telah dirakit sebelumnya.
Namun, tantangan besar tetap ada, terutama dalam membuang bahan bakar yang meleleh dari reaktor No. 3, yang diperkirakan baru bisa dimulai setelah beberapa misi pengambilan sampel kecil.
Hiroshi Ide, seorang pekerja senior yang juga menjadi korban bencana Fukushima, ingin memastikan bahwa proses dekomisioning dilakukan dengan benar.
“Sebagai warga Fukushima, saya ingin memastikan pekerjaan dekomisioning dilakukan dengan benar sehingga masyarakat dapat kembali ke rumah tanpa rasa khawatir,” ujar Ide.
Pemerintah Jepang dan TEPCO menargetkan penyelesaian pembersihan pada tahun 2051, tetapi dengan berbagai tantangan teknis dan keterlambatan saat ini, banyak ahli yang memperkirakan bahwa proses ini bisa memakan waktu lebih dari satu abad.
Pembersihan Fukushima tidak hanya menjadi tantangan teknis, tetapi juga ujian ketahanan bagi para pekerja yang terus berjuang di garis depan pemulihan nuklir terbesar dalam sejarah Jepang.
BERITA TERKAIT: