Laporan yang dirilis otoritas China menunjukkan, kinerja ekspor negeri dengan perekonomian terbesar Asia itu yang memang tumbuh 6,7 persen pada November lalu. Namun pertumbuhan tersebut relatif terpaut dari ekspektasi investor di kisaran 8,5 persen.
Kekhawatiran investor tak berhenti di sini, kinerja impor China untuk periode yang sama bahkan dilaporkan turun 3,9 persen dibanding ekspektasi pasar yang memproyeksikan tumbuh 0,3 persen. Data neraca dagang ini terkesan kian mengukuhkan kekhawatiran investor sebelumnya pada prospek perekonomian China yang sedang melambat parah sementara tantangan ke depan akan semakin berat dengan kembali nya Donald Trump di Gedung Putih yang akan melonjakkan tarif masuk produk asal China.
Sikap pesimis akhirnya kembali sulit mereda hingga tekanan jual dalam rentang bervariasi dan cenderung moderat bertahan di pasar uang Asia. Pantauan menunjukkan, nilai tukar mata uang Asia yang kompak menjejak di rentang moderat secara konsisten di sepanjang sesi hari ini, Selasa 10 Desember 2024.
Sejumlah mata uang Asia terlihat mampu memaksakan diri menjejak zona penguatan namun dalam rentang yang sangat terbatas, seperti: Yuan China, Dolar Hong Kong, Dolar Singapura serta Peso Filipina. Sedangkan Baht Thailand tercatat sempat mencetak penguatan tajam hingga kisaran 0,5 persen. Pola gerak cenderung beralih pada sesi perdagangan sore, di mana nyaris seluruh mata uang Asia terjebak dalam zona pelemahan terbatas.
Terkhusus pada Rupiah, sentimen domestik dari rilis data penjualan ritel yang dilaporkan hanya tumbuh 1,5 persen gagal menyeberangkan Rupiah ke zona penguatan tajam. Namun Rupiah masih berupaya mengikis pelemahan usai pertengahan sesi sore.
Pantauan menunjukkan, Rupiah yang konsisten menapak zona pelemahan moderat di sepanjang sesi perdagangan. Hingga ulasan ini disunting, Rupiah masih berada di kisaran Rp15.870 per Dolar AS atau melemah tipis 0,07 persen.
BERITA TERKAIT: