Anggota Komisi VII DPR RI, Endre Saifoel, mengatakan, Indonesia mungkin mengalami krisis energi jika tidak ditemukan cadangan migas baru. Kendati pemerintah sedang gencar berinovasi dalam mengembangkan program energi baru terbarukan (EBT), namun cadangan migas baru mutlak dibutuhkan.
Ia mengakui, kebutuhan energi nasional yang masih mengandalkan sektor migas sebagai sumber bisa menjadi bumerang. Kosumsi minyak per hari saat ini mencapai 1,6 juta barel, sedangkan produksi minyak nasional hanya bisa mencukupi kisaran 820 ribu barel per hari.
"Saat ini kita masih menggunakan energi fosil, seperti minyak, gas, batubara, menjadi energi utama bangsa ini," ujarnya, Kamis (8/6).
Di sisi lain, lanjutnya, menemukan sumur atau ladang migas bukan hal yang mudah. Setidaknya dibutuhkan teknologi yang mumpuni serta biaya yang mencukupi. Sementara di lapangan tidak jarang ditemukan investor yang mengalami kesulitan melakukan eksplorasi terutama karena persoalan perizinan.
"Ini jadi tantangan bagi negeri ini, akan terus mencari cadangan migasnya," terangnya.
Endre berpandangan, keinginan Presiden Jokowi memudahkan aturan beriventasi harus menular kepada pemerintah daerah, khususnya dalam sektor hulu migas. Ia ingatkan lagi, 70 persen pemasukan negara dari sektor migas. Akan berbahaya jika investor yang ingin beriventasi terbentur regulasi pemerintah daerah.
"Apakah setiap mau ngebor harus minta izin sama camat bahkan lurah terlebih dahulu untuk membangun infrastruktur ke daerah pengeboran? Alangkah panjangnya jalur perizinannya," ungkapnya.
Ia jabarkan data, dalam beberapa tahun terakhir, investasi hulu migas terus turun. Laporan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) menyebutkan terjadi penurunan sangat signifikan sepanjang 2016. Hanya dalam waktu setahun, investasi sektor migas anjlok hingga 27 persen. Pada 2016, investasinya mencapai 11,15 miliar dolar AS, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 15,34 miliar dolar AS.
[ald]
BERITA TERKAIT: