Penurunan Harga Gas Industri Rangsang Investasi Petrokimia

Gas Teluk Bintuni Papua Dilirik Investor

Sabtu, 10 Desember 2016, 08:50 WIB
Penurunan Harga Gas Industri Rangsang Investasi Petrokimia
Foto/Net
rmol news logo Keputusan pemerintah menurunkan harga gas industri akan menarik masuknya banyak investasi baru ke Indonesia. Bahkan, beberapa perusahaan petrokimia berkomitmen untuk menanamkan modalnya.

"Perusahaan petrokimia be­rencana membangun pabrik methanol dan turunannya," ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, kemarin.

Beberapa investasi tersebut antara lain, pembangunan indus­tri petrochemical to oleofin ber­basis gas di teluk Bintuni oleh PT Pupuk Indonesia, Sojitz, Fer­rostaal, dan LG. Nilai investas­inya sebesar 4,12 miliar dolar AS. Pembangunan diharapkan dimulai pada 2017 dan mulai beroperasi pada 2021.

Kemudian, pembangunan in­dustri amonia berbasis gas bumi di Banggai Sulawesi Tengah dengan total investasi sebesar 744 juta dolar AS. "Saat ini pem­bangunan (reaktor) EPC menca­pai 40 persen, dan diharapkan selesai pada 2019," katanya.

Ketiga pembangunan indus­tri petrokimia berbasis gas di Masela-Maluku, dengan total investasi 3,9 miliar dolar AS. Keseluruhan investasi tersebut menyerap 57 ribu tenaga kerja langsung, dan 590 ribu tenaga kerja tidak langsung.

Dengan begitu, kata dia, berkontribusi pada peningkatan nilai tambah sebesar Rp 42,3 triliun, serta menghemat penge­luaran negara Rp 42,9 triliun dari subtitusi impor. Investasi tersebut, lanjut dia, memberikan potensi peningkatan negara dari sektor pajak sebesar Rp 5,1 triliun.

Bupati Teluk Bintuni Papua Barat Petrus Kasihiw menga­takan, sebagai daerah penghasil gas, berkomitmen sepenuhnya untuk mengamankan kebijakan pemerintah pusat terkait dengan penetapan harga gas. Alhasil. kebijakan harga tersebut dapat memberi dampak positif ter­hadap pembangunan di Teluk Bintuni Papua Barat.

"Kami sebagai daerah pengha­sil gas sangat berkepentingan agar pemerintah pusat segera menetap­kan harga gas untuk pengemban­gan industri petrokimia di Bintuni yang sudah dua tahun dilakukan koordinasi dengan Kementerian Perindustrian dan kementerian lainnya," katanya.

Dia menilai, hadirnya industri petrochemical di Bintuni akan mempercepat proses pemban­gunan di Bintuni yang memang sangat tertinggal dari daerah lain di Indonesia Timur. Karena itu, lanjutnya, patokan harga gas pun harus memberikan ruang dan kesempatan kepada tumbuhnya investasi di bidang industri pet­rochemical baik skala nasional maupun internasional di Bintuni.

"Berdasarkan hasil pantauan dan berbagai kajian yang ada, kami merekomendasikan harga gas tersebut berkisar antara 3-3,5 dolar AS per MMBTU (Mil­lion Metrics British Thermal Units). Kisaran harga tersebut diyakini mampu menarik minat bagi kalangan dunia usaha untuk berinvestasi di Teluk Bintuni," ujarnya.

Sementara itu, pengamat ekonomi Institute for Develomp­ment of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya, harga gas yang turun bisa me­narik minat investor datang ke Indonesia. "Kalau potensi me­narik investor dan memperbaiki ekonomi nasional pasti ada tapi yang jelas harus benar dipastikan harga gas itu benar-benar turun dulu," kata Berly.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA