Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dinasti Abbasiyah, Pemerintahan Yang Berhasil Persatukan Sunni-Syiah Dan Arab-Non Arab

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/dr-muhammad-najib-5'>DR. MUHAMMAD NAJIB</a>
OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB
  • Jumat, 04 September 2020, 23:54 WIB
Dinasti Abbasiyah, Pemerintahan Yang Berhasil Persatukan Sunni-Syiah Dan Arab-Non Arab
Dr Muhamad Najib/Net
DINASTI Umayyah yang berkuasa pada (661 M-750 M), kerap memainkan sentimen Arab dan non-Arab untuk kepentingan politiknya. Akibatnya muncul diskriminasi terhadap ummat Islam non-Arab dalam pengelolaan negara.

Kebijakan Dinasti Umayyah seperti ini lalu menimbulkan arus balik berupa sentimen anti Arab di kalangan masyarakat non-Arab.

Hal ini kemudian menjadi bibit sekaligus pupuk bagi gerakan politik yang melawan Bani Umayyah, yang pada puncaknya berupa pemberontakan yang dimulai dari Khurasan yang merupakan bagian dari Persia (kini masuk wilayah Iran).

Pemberontakan yang dipimpin oleh keturunan Abbas paman Nabi ini mendapat dukungan dari kelompok Syiah, khususnya yang masih memiliki hubungan darah dengan Ali bin Thalib yang menjadi sepupu sekaligus menantu Rasulullah.

Sejak pembantaian Husain bin Ali yang merupakan cucu Rasulullah berserta keluarga dan pengikutnya di Karbala, atas perintah Yazid bin Muawiyah yang saat itu berkuasa di Damaskus sebagai orang nomor satu di dinasti Umayyah, dendam terhadap bani Umayyah sudah sangat dalam. Apalagi dinasti Umayyah terus-menerus mengintimidasi duriah Rasulullah dengan memanfaatkan kekuasaan yang dipegangnya.

Tahun 750 M, akhirnya dinasti Umayyah tumbang, kemudian dinasti Abbasiyah berdiri. Sejak saat itu, ibukota Khilafah yang dipimpin oleh bani Abbasiyah dipindah ke Kuffah (kini masuk wilayah Irak) yang merupakan kota dimana Ali bin Thalib memimpin dan mengendalikan pemerintahan. Setelah situasi politik stabil,  ibukota kemudian dipindah ke Bagdad.

Warna hitam sebagai warna yang disukai oleh kelompok Syiah digunakan sebagai simbol dan mendominasi dinasti Abbasiyah, menggantikan warna putih yang menjadi simbol dinasti Umayyah.

Warna putih sebagai simbol kebersihan atau kesucian, sebenarnya sangat disukai oleh Rasulullah. Itulah sebabnya sorban maupun pakaian Rasulullah selalu berwarna putih. Panji-panji Islam sebagai simbol negara Madinah yang dipimpin Rasulullah juga didominasi oleh warna putih.

Tradisi ini dilanjutkan oleh Khalifahu Rasyidin, kecuali Ali yang sangat menyukai warna hijau. Saat Muawiyah mengambilalih kekuasaan dari Ali sekaligus menandai berdirinya dinasti Umayyah, warna putih kembali menjadi simbol negara.

Bani Abbasiyah yang dikendalikan oleh keturunan Abbas paman Nabi, merupakan pemerintahan yang secara formal bermazhab Sunni. Akan tetapi mengakomodasi kelompok Syi'ah baik yang beretnis Arab maupun Persia.

Selain itu duriah (keturunan) Rasulullah dari keturunan Ali yang memperistri Fatimah putri Nabi mendapatkan tempat istimewa. Sejak saat itulah Makam Ali bin Abi Thalib di Najd dan Makam Husein bin Ali di Karbala semakin disucikan.

Dinasti Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya ketika dipimpin oleh Khalifah Harun Al Rasyid yang merupakan Khalifah ke-5 dari dinasti Abbasiyah. Saat itu Perdana Mentri  (Wazir) dipercayakan kepada keluarga Barmak yang beretnis Persia yang berasal dari kota Khurasan.

Saat itu ilmu pengetahuan, sain dan teknologi berkembang pesat. Berbagai ilmu yang berasal dari Yunani, India, dan China dipelajari,  kemudian dikembangkan dan dimoderenisasi.

Banyak sekali temuan baru muncul di era ini. Sehingga Bagdad sebagai ibukota dikenal sebagai kota pelajar, karena para mahasiswa datang dari seluruh dunia.

Saat itu Bagdad juga menjadi kota industri, karena berbagai produk unggulan dibuat di tempat ini, disamping sebagai kota bisnis yang mengundang para pedagang dari berbagai negara datang ke tempat ini untuk mengadu nasib.

Masa kejayaan bani Abbasiyah dilanjutkan oleh putra Harun bernama Al Makmun yang merupakan Khalifah ke-7 dari dinasti Abbasiyah. Pada masanya didirikan Baitul Hikmah (Rumah Kebajikan) yang mengoleksi buku-buku penting yang didatangkan dari seluruh dunia, kemudian diterjemahkan kedalam Bahasa Arab untuk dipelajari publik.

Pada saat itu di Barat ilmu menjadi hak esklusif elite agama maupun politik, sementara rakyat terlarang untuk mempelajarinya.

Setelah era ini secara gradual dinasti Abbasiyah terus mengalami kemerosotan, karena intrik politik di dalam Istana dan perebutan kekuasaan antar keluarga  yang terus-menerus, sehingga menguras energinya. Pada puncaknya dihancur-leburkan oleh Bangsa Mongol yang dipimpin oleh Hulaghu Khan.

Sejak saat itu, sentimen Arab vs non-Arab dan Sunni vs Syi'ah kembali dimainkan sampai sekarang untuk kepentingan politik kekuasaan. Kapan masa kejayaan bani Abbasiyah akan kembali ? Wallahua'lam.rmol news logo article


Penulis adalah Pengamat Politik Islam dan Demokrasi

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA