Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pagebluk 1

Kisah Wabah Pengubah Peradaban

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/republikmerdeka-id-5'>REPUBLIKMERDEKA.ID</a>
OLEH: REPUBLIKMERDEKA.ID
  • Selasa, 12 Mei 2020, 20:46 WIB
Kisah Wabah Pengubah Peradaban
Pandemi Kolera/Net
SEJARAH telah menunjukkan, penyebaran penyakit menular dalam skala luas bisa secara dramatis mengubah cara hidup umat manusia di muka bumi.

Sejarah wabah penyakit mempunyai riwayat yang sama panjangnya dengan silsilah kehidupan manusia. Tak salah apa yang disampaikan Jared Diamond dalam Gun, Germs and Steel, 1997, “kuman atau penyakit merupakan bagian dari pembentuk peradaban manusia.”

Lihat saja apa yang terjadi dengan peradaban dunia di era digital saat ini. Ketika virus corona jenis baru, SARS-CoV-2, tengah mewabah di ratusan negara dan menjadi musuh nomor satu dunia.

Microorganisme tak kasat mata itu secara tiba-tiba mengubah ‘keteraturan’ menjadi ‘kekacauan’. Merusak cosmos ,menjadikannya chaos. Virus yang nama resminya, Covid-19 itu telah mendisrupsi (mengubah secara fundamental) tatanan peradaban manusia. Setidaknya, selama masa pandemi ini.

Keakraban antar manusia yang biasa ditunjukkan dengan bersalaman, saling pelukan erat dan mencium pipi sebagai ekspresi kehangatan sebuah hubungan antar manusia, kini menjadi hal yang ‘tabu’ dan harus dijauhi.

Manusia harus rela melepas kebiasan interaksi tersebut. Setidaknya untuk sementara waktu, hingga pandemi mereda. Kini muncul cara-cara baru dalam interaksi antar manusia yang menghindari bersentuhan langsung. Tak heran jika banyak yang mengatakan, tatanan dunia sedang menuju new normal, tatanan normal yang baru.

Sejumlah peneliti menyebut virus corona memiliki kemampuan penyebaran yang sangat cepat yang belum pernah terjadi sepanjang sejarah penyakit menular sebelumnya. Bayangkan, virus ini awalnya terdeteksi di Wuhan, China pada akhir Desember 2019.

Tapi, hingga 28 April 2020 saja, virus ini sudah menjangkiti lebih dari 3 juta penduduk dunia. Hanya dalam kurun waktu empat bulan saja, Covid-19 telah menginvasi 210 negara. Telah mengakibatkan lebih dari 200 ribu kematian.

Melihat kecepatan penyebarannya, sejak 11 Maret 2020, World Health Organization (WHO) telah menetapkan wabah Covid-19 sebagai pandemi.

SARS-CoV-2 menyebabkan sindrom pernafasan akut. Virus ini menyebar dari cairan di saluran pernafasan yang terperci (droplet), saat seseorang yang terinfeksi, berbicara, bersin atau batuk. Penelitian menyebutkan, virus dari droplet tersebut mampu bertahan hingga beberapa jam pada permukaan padat.

Gejala umum penderita berupa demam, batuk, sesak napas dan diare. Rentang waktu dari paparan hingga timbulnya gejala awal, berkisar dua hingga empat belas hari.

Otoritas negara di seluruh dunia telah merespon wabah ini dengan menerapkan pembatasan perjalanan, karantina wilayah, pemberlakuan jam malam dan memaksa warga mengurangi interaksi dengan tetap tinggal di rumah.

Negara-negara saling mengisolasi diri. Sibuk mengurusi virus ini dalam negerinya masing-masing. Konektivitas dunia seperti terputus. Koneksi dan migrasi manusia yang tinggi di era globalisasi kini seperti mundur satu abad ke belakang.

Sementara, seluruh penduduk dunia diminta untuk melakukan langkah-langkah pencegahan. Sesuai rekomendasi WHO, caranya adalah dengan rajin mencuci tangan, menggunakan masker penutup wajah ketika beraktivitas di luar rumah, menjaga jarak (physical distancing) dan lainnya.

Pandemi ini telah menyebabkan gangguan pada tatanan sosial dan ekonomi global dalam skala yang parah. Terjadi penundaan atau pembatalan acara olahraga, keagamaan, politik dan budaya. Ke depan, dunia akan menghadapi meluasnya kekurangan pasokan pangan.

Belajar mengajar secara tatap muka  dari tingkat taman kanak-kanak, sekolah dasar hingga Perguruan Tinggi telah ditutup baik secara nasional maupun lokal. Pandemi ini memengaruhi lebih dari 90% populasi pelajar dunia.

Pada sisi lain, Covid-19 telah mengubah perilaku sosial warga global. Perjalanan global turun drastis. Industri berat dan padat karya henti sementara. Sejumlah kota dunia yang semula super sibuk, kini menjadi ‘kota mati’ disebabkan pembatasan aktifitas.

Entah sampai kapan perang global melawan pandemi Covid-19 ini baru akan berhasil dimenangkan umat manusia. Hingga saat ini, belum ditemukan vaksin maupun antivirus bagi Covid-19.

Sejarah menunjukkan, wabah penyakit menular sudah ratusan atau bahkan ribuan kali terjadi, bahkan sejak era prasejarah.  Entah itu dalam skala besar yang menimbulkan pandemi atau dalam skala kecil berupa endemi di satu kawasan. Para penganut teori evolusi meyakini wabah adalah proses alamiah, dalam seleksi alam. Sebagai struggle for life, pertarungan spesies mana yang paling unggul dan mampu bertahan untuk tetap menjadi penghuni bumi ini.

Pada era prasejarah, wabah tidak menyebabkan perubahan yang radikal. Penyebabnya, interaksi antar manusia masih terbilang sederhana. Masyarakat masih nomaden. Hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang terisolasi dengan kelompok lain.

Faktor ini menyebabkan banyak penyakit menular tidak sampai merebak menjadi pandemi. Kesempatan transmisi antar kelompok relatif sangat kecil.

Sejak era peradaban manusia mulai mengenal bercocok tanam, tinggal menetap, membangun komunitas, skala ancaman penyakit menular atau wabah menjadi lebih besar. Pembangunan imperium semakin memfasilitasi penyebaran berbagai penyakit ‘baru’di sepanjang rute perniagaan dan rute peperangan.

Imperium Romawi, yang dikenal gemar berperang atas nama dewa Mars (dewa perang), misalnya. Augustinus dalam buku De Civitate Dei menyebut penaklukan Romawi yang mengirimkan ratusan ribu tentara sampai ke wilayah-wilayah terjauh.

Para tentara yang terinfeksi penyakit menular saat bertugas di luar ibu kota itu, menjadi penyebar saat mereka kembali ke pusat kota. Wabah cacar Antonin pada 165 M, salah satu contohnya. Wabah menular sangat cepat dan merenggut sekitar 5 juta orang di wilayah kekuasaan kekaisaran Romawi.

Pergerakan wabah berlangsung bersamaan dengan interkonektivitas global. Penyebaran Corona yang kini menjadi pandemi, bisa jadi dalam logika yang sama. Berikut beberapa wabah penyakit  yang secara langsung maupun tak langsung telah mengubah peradaban umat manusia.

430 SM: Wabah Athena

Pandemi paling awal tercatat dalam sejarah adalah wabah Athena yang melanda kota para filsuf Yunani pada 430 Sebelum Masehi (SM). Wabah ini terjadi selama Perang Peloponnesia pada era Yunani Kuno.

Para sejarawan menduga penyakit menular ini melintasi Libya, Ethiopia, dan Mesir, lalu melewati tembok Athena ketika pasukan Sparta mengepung. Gejalanya meliputi demam, haus, tenggorokan dan lidah berdarah, kulit merah dan lesu. Penyakit ini melemahkan Athena hingga berujung pada kekalahan oleh Sparta.

Wabah ini mirip tifus, cacar dan campak. Namun, ada yang menganggap bahwa wabah Athena itu merupakan wabah pes.

Dikutip dari New World Encyclopedia disebutkan, total kematian yang disebabkan oleh wabah Athena diperkirakan sebanyak 30.000 jiwa. Bukan hanya melanda warga sipil biasa, wabah ini juga membunuh para jenderal, negarawan berpengaruh hingga penguasa Athena, Pericles.

Akibat wabah ini, Athena kehilangan 25% populasi penduduknya. Warga yang selamat memilih mengungsi ke wilayah lain.

Dalam buku History of the Peloponnesian War , sejarawan Thucydides, yang menjadi penyintas dari wabah ini menceritakan, wabah berasal dari Ethiopia. Kemudian bergeser ke Mesir, lalu Libya hingga akhirnya ke Yunani dan menyebar ke seluruh Mediterania.

165 M: Wabah Antoninus


Wabah Antoninus atau yang dikenal dengan wabah Galen (dari nama dokter Yunani Kekaisaran Romawi yang menjelaskannya) terjadi antara tahun 165 hingga 180 M. Wabah ini ditengarai terbawa ke Kekaisaran Romawi oleh pasukan-pasukan yang kembali dari berbagai daerah penaklukan.

Sejarawan menduga bahwa wabah tersebut adalah variola atau campak, namun sebab pastinya masih belum jelas. Wabah tersebut juga merenggut nyawa dua kaisar Romawi, termasuk Marcus Aurelius Antoninus.

Gejala penyakitnya meliputi demam, sakit tenggorokan, dan diare. Jika pasien hidup cukup lama, lukanya bernanah. Pada puncak wabah sektiar 5.000 orang meninggal di Roma setiap harinya.

Sejawaran memperkirakan, wabah tersebut mula-mula muncul pada masa pengepungan Seleucia oleh Romawi pada musim dingin 165-166. Wabah tersebut menyebar sampai Gaul dan legiun-legiun di sepanjang Rhine.
;
Sejarawan Romawi Kuno Flavius Eutropius memperkirakan bahwa populasi besar tewas di seluruh Kekaisaran tersebut.

Rafe de Crespigny, pakar Sinologi dari Australia menyimpulkan, wabah tersebut juga terjadi di Han Timur, Tiongkok sebelum tahun 166 M berdasarkan catatan-catatan Tiongkok.

Wabah Antoninus berdampak pada budaya dan kesusastraan Romawi, dan berdampak pada hubungan dagang India dengan Romawi di Samudera Hindia.

250 M: Wabah Cyprian


Nama wabah ini diambil dari nama seorang Uskup Kristen di Kartago (kota di Tunisia) bernama, St Cyprianus. Ia adalah pendeta yang menggambarkan tentang epidemi mengerikan ini. Seolah wabah itu akan menjadi akhir dunia.

Wabah yang lagi-lagi menghantam Roma itu membuat 5 ribu orang meninggal setiap hari.  Penyebarannya diduga bermula dari Ethiopia, Afrika Utara, Roma, Mesir, lalu ke utara.

Untuk menghindari infeksi, penduduk kotanya melarikan diri ke Kartago, tetapi malah menyebarkan penyakit itu lebih lanjut di sana. Para ahli hingga tidak bisa menyimpulkan penyebab wabah tersebut yang jelas para arkeolog di Luxor menemukan lapisan kapur tebal di setiap jenazah yang menandakan setiap korban meninggal telah didesinfeksi.

Wabah berulang selama tiga abad berikutnya. Pada 444 M, wabah ini menghantam Inggris. Wabah ini pun mengganggu pertahanan mereka dari serangan Kerajaan Pict dan Skotlandia. Inggris pun harus mencari bantuan dari Saxon, yang kemudian menguasai pulau itu.

541 M: Wabah Yustinianus

Wabah Yustiniaus (Justinion) disebut sebagai wabah paling mematikan pertama yang pernah tercatat dalam sejarah manusia.  Penyakit yang terjadi pada tahun 541-542 ini menelan korban nyawa hampir setengah populasi Eropa.

Penyebab wabah ini lagi-lagi penyakit pes. Wujud penyakitnya kelenjar limfatik membesar. Ia dibawa oleh tikus dan disebarkan oleh kutu.

Wabah Justinian pertama kali muncul di Mesir, menyebar melalui Palestina dan Kekaisaran Bizantium, hingga ke seluruh Mediterania. Wabah ini telah mengubah arah kekaisaran, memadamkan rencana Kaisar Justinian untuk menyatukan Kekaisaran Romawi. Juga menyebabkan kesulitan ekonomi besar-besaran.
 
Disebutkan, ada 25 juta orang meninggal akibat wabah ini.  Puncaknya, 5.000 orang tewas per hari dan mengakibatkan kematian pada 40% populasi kota-kota yang terkena wabah. Ibu kota Konstantinopel pun tak luput dari serangan wabah penyakit ini.
 
1347 M: Wabah Black Death

Wabah Black Death atau Black Death of Plague  menjangkiti Asia hingga Eropa pada 1347 sampai 1353 masehi. Wabah ini sangat mengerikan. Merenggut nyawa lebih dari 200 juta jiwa atau hampir setengah populasi Eropa.

Wabah ini disebabkan strain bakteri yersinia pestis yang berasal dari kutu tikus.
Di eropa, wabah black death ini pertama berjangkit di Kota Caffa yang berada di Krimea pada 1347.
 
Beragam teori menyebutkan mengenai asal-usul dari pandemik ini. Satu teori yang paling tua menyebutkan bahwa wabah maut hitam berasal dari dataran stepa di Asia tengah.
Dari daerah ini, menyebar menuju Eropa melalui Jalur Sutra dibawa oleh tentara dan pedagang Mongol. Sementara teori yang lain menyebutkan wabah ini dibawa melalui kutu yang hidup di tikus. Hewan pengerat ini menyebar dari satu benua ke benua lain lewat kapal dagang.
 
1720: Wabah Marseille

Sesuai namanya Wabah Marseille terjadi di Kota Marseille, Perancis, pada tahun 1720. Wabah ini dilaporkan telah menewaskan total 100.000 jiwa. Sementara 50.000 korban lainnya tewas selama 2 tahun berikutnya. Juga 50.000 korban lainnya berasal dari utara provinsi dan kota-kota di sekitarnya.

Jumlah korban jiwa ini tergolong sangat besar pada masa itu, di mana populasi manusia khususnya di Eropa masih belum begitu banyak.

Wabah Marseille ini merupakan wabah yang terjadi setelah pandemi dahsyat terakhir yang dikenal pula dengan nama Wabah Black Death.

Wabah Marseille dimulai ketika kapal dagang bernama Grand Saint Antoine berlabuh di pelabuhan Marseille dari Levant. Kapal yang berangkat dari Sidon di Lebanon, setelah sebelumnya mengunjungi Smyrna, Tripoli, dan Siprus. Kapal ini ternyata membawa yersinia pestis, organisme anaerob fakultatif yang menginfeksi manusia melalui kutu tikus.

Korban pertama wabah ini adalah seorang penumpang Turki yang terinfeksi. Ia meninggal di atas kapal Grand Saint Antoine. Kemudian, penyakit ini menginfeksi sejumlah awak kapal lainnya.

Ketika bersandar di pelabuhan Marseille, para penumpang kapal telah di karantina oleh otoritas pelabuhan. Namun, beberapa hari setelah itu, penyakit tersebut justru merebak hingga ke kota.

Rumah sakit dipenuhi dengan pasien yang tertular. Dokter dan perawat kewalahan dengan makin meningkatnya jumlah orang yang tertular. Pada puncak wabah, ribuan mayat berserakan di jalan-jalan. Kepanikan melanda seluruh kota.

Salah satu upaya menghentikan penyebaran dengan membangun tembok pemisah atau mur de la peste. Tembok ini terbuat dari batu kering setinggi 2 meter dan tebal 70 cm. Sisa-sisa dari tembok sampai saat ini masih dapat ditemukan di Kota Marseille.

1820 M: Pandemi Kolera

Penyakit ini dikenal juga dengan sebutan pandemi kolera Asiatik atau kolera Asiatik pertama. Wabah ini mulanya berjangkit di dekat Kota Calcutta, India yang kemudian menyebar ke seluruh Asia Tenggara, Timur Tengah, Afrika Timur, hingga pantai Mediterania.

Wabah ini menyebar hampir di seluruh negara-negara Asia, termasuk juga Indonesia. Pada tahun 1820 tercatat Iebih dari 100.000 kematian di Asia disebabkan oleh bakteri kolera.

Situs resmi WHO menyebut, selama abad ke-19, kolera menyebar ke seluruh dunia dari aslinya di delta Sungai Gangga, India. Asalnya dari beras yang terkontaminasi.
 
Pandemi ini dimulai dari orang-orang yang minum air yang terkontaminasi bakteri ini dari Sungai Gangga. Pada saat festival, para peziarah tertular penyakit di sana dan membawanya ke tempat-tempat lainnya di India saat mereka kembali.
 
Ahli epidemiologi dan sejarawan menyebut, penyebaran wabah kolera secara global melalui ziarah Hindu, Kumbh Mela, di hulu Sungai Gangga. Wabah kolera sebelumnya juga pernah terjadi di dekat Purnia di Bihar.

Kolera juga menyebar ke luar Asia saat pasukan Inggris yang melakukan perjalanan dari India ke Oman membawa wabah itu ke Teluk Persia. Penyakit ini akhirnya mencapai Eropa, Turki, Suriah, dan Rusia Selatan.

Pandemi kolera terjadi hingga tiga gelombang. Ketiganya bermula dari India. Awalnya, penyakit ini menyebar dari delta Sungai Gangga, India, lalu menyebar hampir seluruh Asia, Eropa, Afrika dan Amerika Utara.

Sebanyak satu juta orang tewas akibat pandemi kolera sepanjang tahun 1852-1860 ini. Seorang dokter berkebangsaan Inggris, John Snow, menemukan penyebab penyebarannya.  
Wabah ini menyebar dari air Sungai Gangga yang terkontaminasi penyakit ini.
 
Namun, pada saat yang sama, 23.000 orang tewas akibat pandemi kolera di Inggris. Dokter John Snow meninggal pada tahun 1858, saat pandemi kolera masih berlangsung.

1889 M: Pandemi Influenza

Ini adalah epidemi influenza terbesar pada abad ke-19. Muncul di Eropa dari timur pada November dan Desember 1889. Pandemi flu pertama yang dimulai di Siberia dan Kazakhstan, ke Moskow, dan melintas ke Finlandia kemudian Polandia, di mana ia pindah ke seluruh Eropa.
 
Pada tahun berikutnya, flu telah menyeberangi lautan ke Amerika Utara dan Afrika. Pada akhir 1890, 360.000 orang meninggal dunia. Ini juga merupakan epidemi pertama yang banyak dikomentari oleh media massa.

Laman master of public health  (MPH Online) menyebutkan, penyakit flu ini disebabkan oleh subtipe virus influenza A H2N2 dan subtipe virus influenza A H3N8.
Penyebaran flu didukung oleh pertumbuhan populasi cepat. Khususnya di daerah perkotaan.

Tapi misteri yang belum terpecahkan dan membingungkan , ternyata kasus pertama virus Flu ini terjadi di tiga lokasi yang terpisah jauh. Yakni di Bukhara, Asia Tengah, lalu Athabasca di barat laut Kanada, kemudian di Greenland.
 
Akibat pandemi influenza ini disebutkan ada sekitar 1 juta nyawa manusia melayang.

1899 M: Pandemi Kolera

Pada tahun 1899-1923, kolera kembali mewabah dan menewaskan sekitar 800.000 orang.  Seperti kasus kolera sebelumnya, pandemi ini dimulai dari India lalu menyebar ke Timur Tengah, Afrika Utara, Eropa Timur hingga Rusia. Penyebarannya dimulai dari Punjab, India ke Afganistan dan ke negara-negara lain.

Sedangkan untuk wilayah Amerika Serikat (AS), pandemi Kolera terakhir terjadi pada tahun 1910-1911. Penyebaran penyakit ini disebabkan oleh kapal uap yang membawa orang yang telah terinfeksi kolera dari Napoli, Italia ke New York, Amerika Serikat. Akhirnya otoritas AS memutuskan untuk mengisolasi orang yang sakit ke Pulau Swinburne sebagai bentuk karantina.

1918 M: Flu Spanyol

Flu Spanyol adalah virus Flu H1N1 yang telah mengalami mutasi genetik sehingga jauh lebih berbahaya daripada virus flu biasa. Tercatat flu Spanyol menginfeksi Iebih dari 500 juta orang di seluruh dunia. Termasuk penduduk di pulau-pulau Pasifik yang terpencil hingga sampai di Kutub Utara.

Flu Spanyol adalah salah satu pandemi penyakit yang paling mematikan sepanjang sejarah. Beberapa analisis menunjukkan keberadaan virus tersebut dapat memicu badai sitokin yang merusak sistem kekebalan tubuh.
 
Sitokin merupakan salah satu bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sitokin seharusnya berfungsi melindungi tubuh dari infeksi. Namun, pada kondisi yang salah, keberadaan sitokin justru merusak sistem kekebalan dan  membahayakan jiwa.

Flu Spanyol bertambah parah karena kondisi malnutrisi, kamp medis, dan juga rumah sakit yang penuh sesak serta kebersihan yang buruk yang mendorong virus ini semakin cepat menyebar.

Jika pada kasus sebelumnya, pandemi flu hanya menewaskan 1 juta orang, Flu Spanyol pada 1918-1920 ini diperkirakan merenggut 20 juta-50 juta jiwa.  Laman MPH Online menyebutkan, Pandemi Influenza ini menginfeksi lebih dari sepertiga populasi di dunia. Tercatat ada 10-20% kematian pada 500 juta orang yang terinfeksi.

Uniknya lagi, jika awalnya dulu, flu selalu membunuh orang tua atau pasien dengan daya tahan tubuh lemah, namun khusus pandemi Flu pada tahun 1918-1920 justru mulai menyerang orang dewasa yang kuat dan sehat. Sementara, anak-anak dan orang dengan sistem imun lemah justru bertahan hidup. Sebuah anomali yang aneh.

1956 M:Flu Asia

Untuk kesekian kalinya influenza menjadi pandemi penyakit yang mematikan dan menyebabkan kematian 2 juta jiwa. Flu Asia terjadi pada tahun 1956-1958 yang dipicu oleh influenza A subtipe H2N2.
 
Virus ini diperkirakan berasal dari Tiongkok pada tahun 1956 dan menyebar dari Provinsi Guizhou ke Singapura, Hongkong dan Amerika Serikat.

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), Flu Asia menyebabkan 2 juta kematian dan 69.800 kematian terjadi di Amerika Serikat. Orang yang terjangkiti Flu Asia mengalami demam, batuk, menggigil, lemas dan kehilangan nafsu makan.

1968 M: Flu Hongkong

Teror pandemi influenza ternyata belum berakhir. Yakni, pada 1968 Flu Hongkong menyerang. Laman Britannica menyebutkan, penyebabnya adalah virus influenza A subtipe H3N2.

Pandemi Flu ini akhirnya berakhir pada 1969-1970. Meski melanda dalam waktu singkat, namun Flu ini telah mengakibatkan kematian antara 1 hingga 4 juta orang. Meski begitu, jumlah kematian ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pandemi Flu pada tahun 1918-1919 yang disebutkan menewaskan 25-50 juta orang.

Virus ini sangat menular dan menyebar dengan cepat ke negara-negara Asia Tenggara. Berlanjut beberapa bulan kemudian, virus menyebar ke Amerika Serikat, Inggris, Australia, Jepang serta beberapa negara di Eropa Timur, Amerika Tengah dan Afrika. Gejala flu ini adalah demam, nyeri otot, lemah dan menggigil.

1976 M: Wabah HIV/AIDS

Virus HIV/AIDS pertama kali teridentifikasi di Republik Demokratik Kongo pada tahun 1976. Saat ini HIV/AIDS telah menyebar ke hampir seluruh dunia. AIDS telah menewaskan lebih dari 36 juta orang sejak tahun 1981 hingga sekarang. Dilansir dari Avert, awalnya, virus HIV berasal dari spesies simpanse. Virus ini bermutasi dan memiliki kemampuan untuk menyebar antarmanusia.

Pada September 1982, istilah acquired immune deficiency syndrome (AIDS) pertama kali dicetuskan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC).
 
Saat ini dilaporkan, ada 19,5 juta orang hidup dengan virus HIV dan menyambung hidup dengan rutin mengonsumsi obat antiretroviral. rmol news logo article republikmerdeka.id 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA