Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kisah Berdirinya Kawah Candradimuka Pelaut Indonesia

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/adityo-nugroho-1'>ADITYO NUGROHO</a>
LAPORAN: ADITYO NUGROHO
  • Selasa, 27 Februari 2024, 20:15 WIB
Kisah Berdirinya Kawah Candradimuka Pelaut Indonesia
Bung Karno saat meresmikan Akademi Ilmu Pelayaran (AIP)/Net
rmol news logo Pada 27 Februari 1957, tercatat menjadi hari bersejarah bagi dunia kemaritiman Indonesia. Di tanggal inilah berdiri Akademi Ilmu Pelayaran (AIP), suatu kawah candradimuka sumber daya manusia pelayaran niaga pertama kali di Indonesia.

Sang Proklamator Indonesia, Bung Karno meresmikan akademi itu yang berlokasi di Jalan Gunung Sahari, Ancol. Kasubdisjarah TNI AL (saat itu) Kolonel Laut (P) Ronny Turangan menuturkan sebelum peresmian itu, Bung Karno dengan dibantu tokoh pelayaran nasional Mas Pardi (KSAL pertama-pendiri TNI AL), sudah mengumpulkan para pelaut-pelaut berkebangsaan Indonesia yang memiliki jam terbang mumpuni.

Mereka dipersiapkan sebagai tenaga pengajar atau dosen dalam sekolah pelayaran terbesar di Indonesia itu nantinya.  

Hendri P Kalangie ditunjuk sebagai direktur pertama AIP meneruskan apa yang dirintis oleh tokoh pelayaran Hindia Belanda bernama JP Nieborg. JP. Nieborg merupakan mantan perwira di Gouvernements Marine. Dari tahun 1939 hingga 1941, dia memimpin Pusat Pelatihan Pusat untuk Navigasi Lokal dan kemudian menjadi petugas di kapal Hr.Ms.Canopus.

Ia menyaksikan pendudukan Timor Timur dan penaklukan Jepang atas Hindia Belanda dan menjadi “ginini” di sebuah kamp Jepang (1942-1945). Setelah pembebasan Hindia, Nieborg diangkat sebagai Gubernur Letnan di Gouvernements Marine yang ditugasi sebagai komandan Sekolah Pelatihan Maritim di Ambon.

Kemudian, dia diangkat sebagai kepala Departemen Pendidikan Maritim di Van Scheepvaart di Batavia. Pada 1952-1954, dia ditugasi sebagai direktur di Sekolah Tinggi dan pada 1956-1958, dia mengajar di Akademi Iimit Petajarar cn Everyonedcde, kursus pelatihan ulang untuk Groic Handelsvaart. Setelah pensiun, menjadi karyawan yang dipercaya menulis buku Sejarah Maritim San de Mok Hai Misstats Book.

Sedangkan Kalangie, menurut Capt. Max Slamet Wibowo, merupakan lulusan Institut Meteorologi yang menguasai kenavigasian. Karena ilmunya tersebut, akhirnya dia diamanatkan menjadi Direktur AIP pertama kali oleh Bung Karno.
 
Kapal Bimasakti yang merupakan kapal latih generasi pertama kadet AIP memiliki kisah tersendiri. Komandan pertamanya ialah Capt. Shossen (orang Indonesia keturunan Belanda-Indo). Kapal ini lebih diutamakan dalam melatih teknik para kadet yang berlayar ke seluruh perairan Indonesia.  
 
Sebelumnya, lambang-lambang atau Juaja AIP pun dibuat dan didesain oleh Capt. Mahdar Tabrani dengan motto Nauyanam Avasyabhavi Jivanam Anavasyabhavi yang diadopsi dari motto kuno pelaut Yunani “Navigare Necesse Est Vivere Non Neceesse”. Artinya pelayaran itu penting, kehidupan tidak penting. Dalam artian harfiahnya adalah NKRI tanpa pelayaran sama dengan mati.
 
Dari motto-pun, Bung Karno menginginkan motto yang mengandung originalitas bangsa Indonesia-Nusantara. Maka dipilihlah motto Nauyanam Avasyabhavi, Jivanam Anavasyabhavi yang diambil dari Bahasa Sansekerta. Konon motto itu telah digunakan oleh Majapahit di era Gajah Mada. Sama halnya dengan motto TNI AL, Jalesveva Jayamahe, yang juga diambil dari semboyan Majapahit. Awalnya, Bung Karno saat memasuki gedung baru AIP terpampang tulisan “Navigare Necesse Est Vivere Non Necesse”.
 
Dalam benak Bung Karno, Indonesia dahulu Nusantara, juga tidak kalah akan kekayaan filosofinya dengan Yunani. Sehingga, dia menginginkan agar dicari istilah Indonesia-Sansekerta-nya, yang kurang lebih artinya sama dengan motto Yunani tersebut. Bahkan lebih dalam makna filosofinya. Akhirnya melalui tim internalnya, yang memang mengetahui banyak sekitar literatur kuno Majapahit, ditemuilah istilah Nauyanam Avasyabhavi Jivanam Anavasyabhavi.
 
Bagi bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi filosofi Pancasila, penetapan nama atau motto lazim dipertimbangkan matang-matang dan perlu kontemplasi tingkat tinggi. Di dalam motto tersebutlah terpatri doa serta harapan dari para penggagas dan pendirinya.  
 
Secara terminologi dan etimologi, istilah Nauyanam Avasyabhavi Jivanam Anavasyabhavi dapat diartikan “Di Darat Kita Berkarya Di Laut Kita Berjaya”. Menurut penuturan Capt Kurdi (Lulusan kedua AIP), Bung Karno mendengungkan motto itu berulang-ulang saat berpidato dalam peresmian AIP tersebut.

Hanya saja Capt. Kurdi menuturkan bahwa tepat pada hari Rabu, 27 Februari 1957 di gedung AIP Jalan Gunung Sahari, yang baru selesai dibangun, ada keramaian dari rakyat yang ingin turut menyaksikan pidato dari Putra Sang Fajar.

Beberapa petikan pidato Bung Karno saat itu yang berhasil dihimpun antara lain:
 
“Tatkala saya melantik saudara Martadinata menjadi Kepala Staf Angkatan Laut di muka Istana Merdeka, pada waktu itu sudah saya sebut sedikit keterangan mengenai perkataan bahari, zaman bahari.
 
Yang kita maksudkan dengan perkataan zaman bahari ialah zaman purbakala, zaman dahulu, zaman kuno, zaman yang lampau itu kita namakan zaman bahari.
 
Apa sebab? Sebabnya ialah kita di zaman yang lampau itu adalah satu bangsa pelaut. Bahar, elbaher artinya laut. Zaman bahari berarti zaman kita mengarungi bahar, zaman kita mengarungi laut, zaman tatkala kita adalah bangsa pelaut.
 
Kita ini dahulu benar-benar bangsa pelaut. Bahkan bangsa kita ini sebenarnya tersebar melintasi lautan dari satu pokok asal.
 
Tersebar melintasi lautan, mendiami pulau-pulau antara pulau Madagaskar dan pulau Paskah dekat Amerika Selatan.Melewati beribu-ribu mil, melewati samudera, bahar, yang amat luas sekali.
 
Di situlah bersemayam sebenarnya bangsa Indonesia…itu adalah satu gugusan bangsa bangsa yang boleh dikatakan sama bahasanya, sama adat istiadatnya, sama pokok-pokok isi spirituil.
 
Bahasanya banyak yang sama. Banyak kata-kata yang diucapkan oleh orang Madagaskar kita temui kembali di Sumatera, Jawa, Kalimantan, di Timor, di Paskah itu, di selatan dari pada Philipina.
 
Misalnya ambillah satu contoh; bambu. Di Jawa ada yang mengatakan wuluh, di Sumatera mengatakan buluh, di Philipina orang mengatakan uluh, di Madagaskar orang berkata uluh, di Easter Island, pulau Paskah orang mengatakan boloh.
 
Mengenai laut, yah perahu-perahu yang bersayap. Out-wriggled boats, kata orang Belanda vlerkprauwen.

Out-wriggled boats, saudara tidak akan temukan perahu bersayap itu misalnya di Amerika atau di Polandia atau di Jepang atau di Eropa, tidak.
 
Saudara akan temukan out-wriggled boats, vlerkprauwen, perahu sayap di Madagaskar, di Kepulauan Indonesia, di Polynesia sampai pulau Paskah.
 
Ini semua menunjukkan bahwa kita itu adalah sebenarnya satu gugusan bangsa, antara Madagaskar dan pulau Paskah.”

Itulah sekelumit kisah berdirinya AIP, yang kini bernama Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP). Sekolah pelayaran tersebut kini sudah berpindah ke Marunda, Cilincing. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA