Untuk mencoba MRT, masyarakat diarahkan ke sebuah situs web bernama
ayocobamrtj. com. Setelah mengklik daftar, situs itu langsung mengarah ke salah satu situs belanja online. Di situs itu, kita bisa memiÂlih naik dari stasiun tertentu. Setelahnya, kita akan mendapat tiket elektronik, yang telah ada kode pemesanan dan kode baÂtangnya (barcode).
Kemarin,
Rakyat Merdeka, mencoba MRT. Dari stasiun Lebak Bulus, Jakarta Selatan, ke stasiun Bundaran HI, Jakarta Pusat. Siang itu, suasana di staÂsiun terlihat ramai. Masyarakat antre masuk ke stasiun Lebak Bulus. Stasiun ini berdiri dua lantai. Untuk naik ke atas, bisa naik melalui tangga manual, maupun eskalator yang berada di beberapa sisi stasiun.
Naik ke lantai satu, suasana modern dan nyaman langsung terasa. Ruangan sejuk. Bangunan pun dicat dengan warna terang dan menarik. Sedangkan lantai bangunan, dibuat menarik denÂgan warna variasi antara gelap dan terang.
Fasilitas di stasiun sudah cuÂkup lengkap. Dari mulai akses masuk, maupun keluar staÂsiun. Dari mulai akses untuk masyarakat umum, hingga peÂnyandang disabilitas. Semuanya sudah berfungsi dengan baik, meski masih ada beberapa fasiliÂtas yang saat itu masih ditutup.
Di seluruh stasiun MRT Jakarta, terdapat lift prioriÂtas. Lift itu diperuntukkan bagi masyarakat berkebutuÂhan khusus, atau penyandang disabilitas. Di stasiun Lebak Bulus, lift tersebut berada di tengah. Bentuknya standar. Kotak. Ukurannya kecil. Sekitar 1x1 meter persegi. Hanya cukup untuk dua orang yang mengÂgunakan kursi roda. Jika tidak menggunakan kursi roda, dapat menampung enam orang.
Lift telah difasilitasi huruf braille, untuk memudahkan para tunanetra menekan tombol di dalamnya. Saat sampai di lantai tujuan, lift akan mengeluarkan bunyi 'beep'. Bunyi 'beep' hanya terdengar satu kali, saat pintu lift terbuka.
Alfy, penyandang disabilitas mengatakan, secara keseluruhan fasilitas MRT sudah bagus dan ramah disabilitas. Sayangnya, menurut dia, ukuran lift-nya kurang besar bagi dia yang menggunakan kursi roda. Dia merasa agak sulit bergerak laÂluasa jika lift terisi penuh oleh dua kursi roda. "Bagusnya tomÂbolnya rendah jadi tidak susah mencetnya," ujar Alfy.
Sementara untuk penanda saat sudah sampai di lantai yang dituju, dia menyarankan agar suara penanda dibuat berbunyi lebih dari satu kali. "Atau, khusus untuk lift prioritas, ada petugas yang berjaga untuk memandu," sarannya.
Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta Silvia Halim mengaÂtakan, pihaknya mengundang penyandang disabilitas untuk mencoba MRT. Pihaknya ingin mendapat masukan guna perÂbaikan fasilitas MRT yang lebih ramah disabilitas.
Dari beberapa masukan yang sudah didapat, kata Silvia, paÂda dasarnya bersifat positif. Hasilnya, pihaknya belajar banÂyak mengenai apa yang perlu diperbaiki. "Kalau tidak ada mereka, kami tidak bisa feedÂback," ujar Silvia.
Sinyal Hilang, Penumpang Ngarep Wifi
Peron kereta di stasiun MRT Lebak Bulus, berada di lanÂtai dua. Jadi, pengguna harus menaiki tangga, atau eskalator sebanyak dua kali.
Di lantai dua, suasana peron yang modern juga terlihat jelas. Penanda untuk lalu lintas keÂluar dan masuk kereta terlihat dengan jelas di lantai peron. Di peron, keamanan pengguna juga terjamin. Soalnya, ada dinding kaca disertai dengan pintu dengan bahan sama, yang membatasi pinggir peron dengan lintasan kereta. Pintu itu baru terbuka secara otomatis saat kereta datang.
Di beberapa tempat, terdapat layar elektronik yang menunÂjukkan jadwal kedatangan dan keberangkatan kereta. Di layar itu juga, pengguna bisa mengeÂtahui peron tempat kereta yang akan dinaiki berhenti.
Hari itu, kereta yang ditumpÂangi
Rakyat Merdeka mulai beÂrangkat dari stasiun MRT Lebak Bulus jam 15.20. Sama persis dengan jadwal yang tertera di layar elektronik di peron.
Masuk ke dalam kereta, sepÂerti umumnya barang baru, suasananya masih kinclong. Kursi-kursi biru dengan model menggantung ke dinding terlihat mulus. Pun demikian dengan lantai kereta. Pendingin ruanÂgan juga masih bekerja dengan baik. Di dinding kereta, terdapat penanda stasiun yang sudah dileÂwati, dan stasiun selanjutnya.
Dari stasiun Lebak Bulus, stasiun selanjutnya adalah Fatmawati. Meski berada di jalur melayang, kereta berjalan dengan kecepatan cukup tinggi. Tapi, tetap nyaman. Hanya perlu tiga menit, dari Lebak Bulus sampai Fatmawati. Hingga Sisingamangaraja, stasiun MRT melayang.
Menjelang stasiun Bundaran Senayan, jalur mulai memasuki bawah tanah, dan terpisah. Tidak bersamping-sampingan seperti di jalur layang. Selain kecepatan yang berkurang, memasuki jalur bawah tanah, tidak ada perbeÂdaan jauh dengan jalur layang. Kecuali sinyal telekomunikasi yang sulit.
Seperti yang dialami Wildan. Pria yang memakai provider Indosat itu mengaku, sinyal ponselnya benar-benar hilang. "IM3 enggak ada sinyal. Hilang total," kata Wildan.
Makanya, dia menyarankan agar pengelola MRT bisa menyeÂdiakan wifi di tiap kereta MRT. "Sekarang kalau enggak internet kan ribet kita," ujarnya.
Ada enam stasiun bawah tanah MRT. Bung Karno, Bendungan Hilir, Setiabudi, Dukuh Atas, hingga Bundaran HI. Total wakÂtu tempuh dari Lebak Bulus hingga Bundaran HI kurang dari 30 menit.
Latar Belakang
Antusiasme Tinggi, Kuota Uji Coba MRT Kudu Ditambah
Antusiasme tampak dari masyarakat yang ingin mencicipi MRT. Merespons antusiasme itu, PT MRT Jakarta menambah kuota bagi masyarakat yang ingin mencoba.
Tadinya, kuota yang diseÂdiakan untuk uji coba publik sebanyak 285.600. Jumlah itu keseluruhan dari awal uji coba 12 Maret 2019, hingga 23 Maret nanti. Namun, kuota itu ternyata sudah habis.
PT MRT Jakarta menambah kuota dari 28.800, menjadi 50 ribu penumpang per hari. Kepala Divisi Corporate Secretary PT MRT Jakarta, Muhamad Kamaluddin mengatakan, tamÂbahan 21.200 kuota per hari, mulai diberlakukan kemarin, hingga akhir uji coba.
Kamaluddin pun mengajak masyarakat yang ingin berangkat atau pulang kerja, atau aktivitas lainnya untuk menjajal kereta MRT Jakarta. Apalagi, waktu kunjungan juga diperpanjang. Yaitu dimulai pada pukul 07.00 WIB. Sebelumnya, dimulai pada pukul 08.00 WIB. "Masyarakat bisa mendaftar di www.ayocoÂbamrtj.com. Kami nantikan!" ujar Kamaluddin.
Dia berharap, lewat uji coba publik ini, masyarakat dapat menjadi "duta MRT Jakarta" daÂlam mempromosikan budaya baru bertransportasi umum di Jakarta. Dan dengan penambahan tersebut, total kuota yang disiapÂkan selama uji coba publik ini menjadi sekitar 392 ribu orang.
Uji coba MRT juga terbuka bagi penyandang disabilitas. Namun, ada sedikit perbedaan. Jika bagi masyarakat umum dimulai pada 12 Maret, bagi penyandang disabilitas dimulai pada 15 Maret, dan berakhir pada 23 Maret.
Berbeda dengan masyarakat umum yang dapat naik dari 13 stasiun, untuk penyandang disabilitas bisa menggunaÂkan enam stasiun. Stasiun-stasiun itu adalah; Senayan, Istora, Bendungan Hilir, Setiabudi, Dukuh Atas, dan Bundaran HI.
Direktur Konstruksi MRT Jakarta Silvia Halim mengaÂtakan, fasilitas disabilitas di beberapa stasiun belum dapat digunakan. "Lift yang dipasang belum selesai testing dan sertiÂfikasinya," kata Silvia, belum lama ini.
Adapun fasilitas untuk masyarakat disabilitas, lansia, dan ibu hamil telah tersedia di setiap stasiun MRT. Fasilitas berupa lift dan jalur ramp itu letaknya terpisah sekitar 10 meter dari tangga utama menuju stasiun MRT.
Kamaluddin menambahkan, dalam registrasi online, baik masyarakat umum maupun penyandang disabilitas wajib mengisi data diri. Seperti nama, umur, jenis kelamin, dan idenÂtitas. Selain itu, pendaftar juga harus mendaftarkan rencana perjalanan. Yaitu waktu dan stasiun keberangkatan.
"Setelah itu akan menerima email konfirmasi, berisi rinÂcian informasi dan QR Code," jelasnya.
Lalu saat tiba di stasiun keÂberangkatan pada waktu yang teÂlah dipilih saat registrasi online, pendaftar harus membawa soft atau hard copy email konfirmasi. Kemudian menunjukkan QR code kepada petugas di stasiun.
Setelahnya, mendapatkan stiker yang telah disesuaikan dengan waktu kedatangan di stasiun. Jadwal dibagi beberapa waktu seÂsuai stiker yang didapat pendaftar. Merah 08.00-10.00. Biru 10.00-12.00. Kuning 12.00-14.00, dan hijau 14.00-16.00. ***