Keluhan dan kritik membanjir dari pengguna tol dari segmen operator angkutan barang (truk golongan V). Berdasarkan data yang dihimpun, per 21 Januari 2019 yang lalu tarif 6 ruas tol trans Jawa (Jakarta-Surabaya) untuk kendaraan golongan V (truk dan angkutan logistik sejenis) total berjumlah Rp 1.382.500. Sedangkan, untuk tarif kendaraan golongan I (kendaraan sedan, jip, pick up/truk kecil) dengan rute yang sama mencapai Rp 660.500. Lantas kalau sudah seperti ini, apa langkah peÂmerintah untuk menggenjot volume kendaraan untuk melintas di tol trans Jawa? Serta baÂgaimana sebenarnya keluhan dari masyarakat terkait dengan tol trans Jawa.
Berikut wawancara Rakyat Merdeka dengan Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo dan pernyataan Direktur Angkutan Jalan Kementerian PerÂhubungan Ahmad Yani terkait hal ini.
Sudaryatmo: Karakter Pengguna Jalan Tol Jarak Jauh Tidak Sensitif Waktu
Tol trans Jawa dinilai masih sepi pengguna, menurut YLKI kenapa hal ini bisa terjadi? Kalau laporan tertulis belum ada ya. Namun memang kalau pengusaha angkutan, logistik memerlukan tamÂbahan biaya kan. Kalau dari sisi jalan tol itu ada waktu tenggang (mencapai target pengguna tol), biasanya ketika mau membangun tol itu mengajukan rencana bisnisnya pada tahun berapa berapa ribu kendaraan per hari. Nah itu biasanya ada waktu tenggang untuk mencapai posisi yang ideal. Ya kalau awal-awal memang enggak langsung tinggi. Kecuali waktu tengÂgang tadi masih sepi. Barulah dicari sebabnya apa.
Apa yang dikeluhkan terkait tol? Macam-macam keluhannya. Pengguna jalan tol itu sendiri kan ada pengguna jarak jaruh sama pengguna jarak dekat, dan tol itu kan jarak jauh. Mungkin dari traffic yang lewat, tidak banyak yang jarak jauh. Kemudian kedua, jalan tol menjanjikan jarak tempuh dan biaya operasional kendaraan menjadi kecil. Cuma tidak semua orang kan tujuanÂnya ingin cepat-cepat. Saya ingin bisa berhenti sewaktu-waktu, terus sambil wisata atau kuliner, itu kan enggak bisa kalau di tol.
Bagaimana dengan tarif? Ya memang itu tadi. Kalau logistik sendiri kan tergantung dengan yang diangkut apa. Kalau memang yang diangkut sensitif waktu seperti sayur mayur, ya mereka kan enggak bisa lama-lama. Jadi artinya kalau mereka enggak lewat sayurnya keburu busuk atau barang-barang yang ingin dibawa ke Pelabuhan Tanjung Priok untuk tujuan ekspor, mereka kalau telat akan terkena pinalti. Jadi artinya mereka akan bayar kalau memang sudah terÂdesak. Tetapi kan masih juga banyak barang-barang yang sensitif waktu, ya tambahan biaya tol yang mahal juga cukup signifikan sehingga mereka tidak pilih lewat tol.
Lantas dengan tarif tol trans Jawa yang dianggap mahal, apakah harus ada penurunan tarif? Sebenarnya begini, jalan tol yang dibangun lima tahun terakhir itu rata-rata biaya investasinya cukup tinggi. Kalau cukup tinggi, perhitungan tarifÂnya di atas Rp1.000 per kilometer. Ternyata hiÂtungan dari pengguna, kalau tarif tolnya itu di atas Rp1.000 per kilometer, itu masih kemahalan. Ini kan titik temunya bagaimana? Kalau yang sudah-sudah, tarif tolnya diturunkan tetapi konsensi keÂpada jalan tol menjadi lebih lama.
Memang berapa tarif yang diÂinginkan oleh masyarakat? Ya itu tergantung pengguna jalan tolnya. Selain itu, tol dalam kota berÂbeda dengan tol antar kota. Kalau daÂlam kota, mereka sensitif waktu, jadi berapa pun tarif tol, itu akan dibayar, yang penting waktu tempuhnya lebih cepat. Tetapi berbeda kalau di tol antar kota, karakternya berbeda.
Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) menyatakan tarif tol yang berlaku saat ini sesuai dengan kebutuhan operasional dan perawatan jalan tol ini sendiri. Apa tanggapan Anda? Dari tarif yang dibayar konsumen itu digunakan operator untuk peraÂwatan, untuk cicil utang karena memÂbangun tol dari pinjaman bank, terus beberapa perusahaan yang bangun itu kan perusahaan
go public, artinya mereka juga harus bagi-bagi dividen. Kalau tarifnya akan diturunkan, maka biaya mana yang akan dipakai atau dipertahankan.
Kalau marginnya yang ditekan, akibatnya para pemegang saham yang akan marah, karena sahamÂnya bisa kacau nanti. Kalau biaya bank, itu kan harus negosiasi dengan bank. Paling yang bisa itu adalah pemanfaatan teknologi dalam biaya perawatan dan operasional, misalnya dari pembayaran cash atau dengan petugas sepenuhnya dengan non cash atau semuanya memakai mesin saja. Sehingga tarif bisa diturunkan dan biaya operasionalnya bisa diturunkan. Lalu negosiasi dengan bank dineÂgosiasi ulang, jadi misalnya jangka waktu kredit dari lima tahun menjadi 10 tahun.
Ahmad Yani: Jalan Tol Sudah ada, Tapi Tidak Dipakai Kan Lucu Juga Ya...
Bagaimana dengan masih renÂdahnya pengguna jalan tol Trans Jawa? Untuk bis semua sekarang sudah masuk tol semua untuk yang ke Surabaya. Contoh misalnya Lorena, Gunung Harta, itu mereka sampai Malang mereka lewat tol semua. Kecuali dia ada penumpang, dia keluar sebentar ke terminal terus masuk lagi. Nah memang kita sedang mengusahakan terutama transporÂtasi publik ada keringanan tarif. Tapi sebetulnya sudah ada keringanan tarif, dari yang dulu bus masuk goÂlongan dua atau tiga, sekarang bus itu sudah masuk golongan I.
Jadi memang sudah ada di teman-teman BPJT menyiapkan itu, sehÂingga public transport menjadi lebih murah. Harapan kita dengan adanya bus yang lebih cepat, kemudian lebih murah akan berdampak keÂpada masyarakat yang tadinya lebih menggunakan mobil pribadi beralih ke bus.
Targetnya seperti itu. Selain itu bersama-sama Pak Dirjen kita meÂmang sedang menyiapkan trayek yang tidak keluar sama sekali dari tol, itu sedang kita susun.
Oh itu bus yang sudah ada atau yang baru? Nanti kita koordinasikan dengan teman-teman yang sudah bermain di trayek itulah. Tentu dengan kriteria kendaraan seperti apa, pengemudinya bagaimana, pelayanannya seperti apa. Nanti kriteria itu akan kita buat bersama-sama baik itu dari organda maupun dari teman-teman YLKI atau masyarakat.
Tetapi banyak keluhan dari pengusaha bus atau truk logistik terhadap tarif tol yang mahal? Memang enggak semua lewat tol trans Jawa. Makanya nanti kita akan buat trayek khusus. Jadi itu khusus, pelayanannya juga khusus, tarifnya juga bersaing. Tetapi itu masuk dari semua yang sudah berjalan. Sekarang kita sedang susun.
Banyak juga yang mengeluhkan soal tarif mahal. Bagaimana itu? Kalau tarifnya mahal ya jangansalahin saya, itu bisa ditanyakan ke BPJT, bagaimana tarifnya biÂsa murah? Jangan mahal-mahal. Sebetulnya kita juga masih minta keringanan tarif tol itu.
Mengenai tarif, YLKI mengungÂkapkan kalau beberapa pengguna tol juga mengeluhkan tarif tol jika diterapkan Rp1.000 per km? Ya memang itu sepertinya ada inÂvestasi di situ. Namun maunya saya sih bisa lebih murah, ada insentif terlebih dahulu. Saya juga enggak tahu, karena hitung-hitungan investasi.
Terus upaya lain untuk meningkatÂkan daya tarik masyarakat terÂhadap tol trans Jawa? Salah satunya untuk meningkatkan daya tarik menggunakan bus itu lewat jalan tol dan meningkatkan volume pengÂguna jalan tol, karena jalan tol sudah ada namun tidak dipakai kan lucu juga ya.
YLKI sendiri menilai ada kesalaÂhan dalam rencana pembangunan jalan tol trans Jawa yang sangat berdekatan dengan jalan arteri, seÂhingga menyebabkan masyarakat memilih jalan non tol. Apa tangÂgapan Anda? Iya juga sih. Ya beberapa daerah juga yang tidak sependapat dengan adanya jalan tol di daerahnya karena harus membayar. Jadi menurut saya, karena infrastruktur ini disiapkan untuk masyarakat dan berbayar karena ada investasi dia di situ. Dan itu investasi pihak ketiga dan investasi itu kan harus kembali ya. Jadi segitu hitung-hitungannya. Tapi kita berharap untuk yang public transport, logistik bisa mendapatkan insentif agar lebih murah tarif tolnya. Kita sudah usaha untuk itu. Ya jangan sampai sudah dibangun tapi enggak dipakai, ya harus dicari, ada yang salahnya di mana? Itu kontrol media harus ada. ***
BERITA TERKAIT: