Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Muhammadiyah Tak Terima, Said Aqil Siradj Cuek-cuek Saja

"Selain NU Salah Semua"

Rabu, 30 Januari 2019, 10:52 WIB
Muhammadiyah Tak Terima, Said Aqil Siradj <i>Cuek-cuek</i> Saja
Said Aqil Siradj/Net
rmol news logo Pernyataan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj soal imam masjid hingga pengurus kantor urusan agama (KUA) seharusnya dari NU memicu kontroversi, di kalangan umat Islam.

Di era Presiden Jokowi, organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam terbesar yang paling mesra dengan pemerintah saat ini boleh dibilang hanya NU.

Sehingga tak aneh, ketika pernyataan pucuk pimpinan NU yang terkesan ingin mendominasi seluruh kegiatan ritual peribadatan akan memicu polemik. Pasalnya, di Indonesia terdapat banyak ormas Islam dan bukan hanya NU. Pernyataan Said Aqil jelas memantik reaksi ormas Islam lainnya.

Beberapa ormas Islam berharap agar polemik ini di­hentikan cukup sampai di sini. Sebab apabila situasi itu dibiarkan, maka akan mengancam persatuan dan keru­kunan bangsa. Apalagi, pada saat ini, memasuki masa kampanye Pemilu 2019. Gesekan antar masyarakat atau kelompok rentan terjadi. Kini kontroversi itu kadung bergulir. Dan agak sulit untuk menyetopnya, karena kadung bergulir jadi pembicaran publik. Berikut ini pernyataan lengkap KH Said Aqil Siradj dan Ketua PP Muhammadiyah;

Anwar Abbas: Pernyataan Pak Said Aqil di Luar Akal Sehat, Saya Minta Ucapannya Ditarik  

 Bagaimana tanggapan Anda soal pernyataan Ketum PBNU Said Aqil?

Pernyataan KH Said Agil Siradj yang menyatakan bahwa imam masjid, khatib, KUA, menteri agama harus dari Nadhatul Ulama (NU), dan kalau dipegang selain NU salah semua, jelas sangat saya sesalkan. Pernyataan ini jelas tidak mencerminkan akal sehat. Saya yakin, pernyataan ini adalah pernyataan dan sikap pribadi dari Said Aqil, dan bukanlah sikap dari NU. Karena kalau ini juga menjadi sikap NU, maka negeri ini akan ada dalam bahaya. Untuk itu saya meminta agar Pak Said Aqil menarik ucapannya, agar negeri ini tidak rusuh. Karena ucapannya tersebut jelas-jelas sangat mengancam persatuan dan kesatuan umat.

Ngeri sekali kalau pernyataan Said Aqil itu bisa mengancam persatuan dan kesatuan umat. Memangnya sebelumnya ada kesepakatan apa hingga bisa memicu itu?
Saya dengan Pak Slamet Effendi Yusuf, Wakil Ketua Umum PBNU pada masanya aktif di Majelis Ulama Indonesia (MUI), salah satu misi yang kami sepakati, dan ingin kami usung saat itu adalah, bagaimana mempersatukan umat. Kita boleh saja berbeda kelompok dalam organisasi kita masing-masing. Tapi di antara kita harus ada persatuan dan kes­atuan. Dan salah satu yang merusak persatuan dan kesatuan kita adalah dalam hal membagi. Selama ini kata beliau, kita hebat dalam tambah, kali, dan kurang, tapi kita lemah dalam bagi-membagi.

Oleh karena itu, kita harus memulai persatuan dan kesatuan ini dari MUI. MUI, kata beliau, tidak boleh hanya diisi oleh satu dua ormas saja, tapi dia harus mencerminkan kebhinne­kaan umat. Kita harus usahakan, agar semua elemen umat terwakili dalam MUI. Oleh karena itu, dalam meleng­kapi para pengurus MUI, terutama untuk komisi, badan, dan lembaga yang ada di MUI, para pengurusnya kami lihat dari tiga sisi, yaitu; kom­petensi, integritas, dan representasi atau keterwakilan dari ormas-ormas Islam yang ada, dan elemen-elemen masyarakat.

Apa hubungan komitmen itu den­gan pernyataan Ketum PBNU?

Karena apa yang hendak dilaku­kan oleh Pak Said Aqil adalah untuk mengambil, dan meraup semua jaba­tan dan posisi yang ada di negeri ini untuk NU. Dan apa yang dia katakan itu tampaknya bukanlah keseleo lidah, tapi sudah beliau kerjakan.

Atas dasar apa Anda menilai demikian?
Itu terlihat dari komposisi pejabat yang ada di Kementrian Agama. Saat ini di Kementrian Agama tidak ada satupun orang Muhammadiyah, eselon satu dan dua semuanya nyaris dari NU. Begitu juga dengan para rektor, rektor UIN dan IAIN se­muanya nyaris dari NU. Baikkah ini? Jawabnya adalah tidak, dan skenario ini harus dihentikan kalau anak-anak bangsa ini masih mau negeri ini aman, damai, dan tentram.

Lantas apa imbauan Anda?
Untuk itu saya meminta Pak Said Aqil agar meminta maaf kepada umat Islam. Karena saya yakin dan percaya itu bukan sikap NU. Saya sendiri menjadi Sekjen MUI bukan karena keinginan saya, tapi keinginan dari Pak Slamet Efendi Yusuf, Wakil Ketua Umum PBNU waktu itu. Beliau saat itu mengatakan, karena kita men­gusung persatuan dan kesatuan umat, dan ketua umum adalah KH Ma'ruf Amin dari NU, maka Sekjennya harus dari Muhammadiyah, dan itu adalah Anda. Saya menolak waktu itu, tapi karena waktu sudah mendesak, sementara ketua umum dan sekjen harus diumumkan, maka dengan terpaksa saya menerima jabatan tersebut. Demikianlah Pak Slamet Efendi Yusuf, salah seorang kader NU yang militan, mantan ketua umum GP Anshor mengimplementasikan persatuan dan kesatuan. Dan itu tam­paknya hendak dikoyak oleh Pak Said Aqil. Sebagai tambahan, saya kali ini bicara atas nama pribadi, bukan atas nama Sekjen MUI dan Ketua PP Muhammadiyah.

Said Aqil Siradj: Kalau Pernyataan Saya Jadi Kontroversi Boleh-boleh Saja...

Soal pernyataan Anda kemarin di acara Muslimat NU bagaimana itu?

Kalau imamnya bukan dari NU, dikhawatirkan radikal khotbahnya, provokasi, mencaci maki. Yakin itu bukan NU, saya jamin bukan NU. NU enggak caci maki, seperti (masjid) Sunda Kelapa, Istiqlal, enggak ada itu.

Lho memangnya saat ini ada apa dengan khatib-khatib di masjid?
Khatib sekarang baca Qur’an-nya plentang plentong. Makanya saya bi­lang kemarin khatib kalau bukan dari NU itu salah semua. Pada marah bi­arin. Khotbah kepanjangan saja salah. Khotbah itu pendek. Alhamdulillah (kutbah) doa selesai. Katakanlah sedikit untuk ingatkan, sedikit saja nggak boleh panjang-panjang. Kalau ceramah silakan.

Khotah itu kata kitab kuning, khotbah jangan panjang-panjang. Sholatnya yang panjang. Kalau mau panjang, ceramah, bukan khotbah Jumat. Kalau mau panjang, pidato. Mau ngelucu, ngelawak, mau emosi meledak-ledak di situ (ceramah), mau provokasi, kalau khotbah enggak boleh. Lima menit salatnya panjang. Itu sunnahnya.

Jadi (khotbah) enggak boleh bikin orang ketawa, enggak boleh bikin orang emosinya naik, marah, enggak boleh bikin orang nangis, makruh. Khotbah disedih-sedihkan sampai nangis, enggak boleh, enggak baik. Khotbahnya diprovokasi marah eng­gak baik. Mau dia nangis ceramah, mau orang terbakar emosinya cera­mah, jangan khotbah. Mau ketawa hahaha ceramah. Apalagi mencaci maki sebut nama. Enggak sah itu. Tanya rais am, sah mboten? Caci maki orang itu. Imam baca quran yang benar, ditajwid. Harus paham idgham, ikhfa, qalqalah. Kalau sudah tilawatil Quran dibentuk jiwanya, karak­ternya, agar menjadi manusia yang berkepribadian, mempertahankan prinsipnya, mengalahkan lawannya, mampu diskusi, mampu mengucap­kan siapa saya.

Sekjen MUI meminta Anda un­tuk menarik ucapan Anda itu?
Sekjen MUI meminta saya men­cabut ungkapan saya. Saya atau NU bukan bawahan majelis ulama. Majelis ulama enggak ada hak per­intah-perintah saya. Majelis ulama adalah forum silaturahim bukan in­duknya NU. Paham mboten? Mbok sekali-kali kayak saya gitu lho nekat. Ketua PBNU harus nekat nggak boleh takut sama siapapun. Kecuali sama istri saya (hahahaha) itu pun kadang-kadang enggak terus-terusan.

Oh ya fokus untuk dakwah para kiai-kiai di daerah bagaimana?
PBNU kan punya lembaga dakwah, sekarang Ketuanya Kiai Agus Salim, mengadakan Rakernas. Ada program-program yang akan dibicarakan, ting­gal satu setengah tahun dievaluasi apa yang belum berhasil.

Kalau yang hari ini, PBNU ada pe­san khusus untuk dakwah di daerah?

Sejak dulu sampai sekarang dak­wah NU sama saja. Dulu tasamuh, moderat, dan toleran.

Ada legalitas untuk pendak­wah?
Secara alami akan tahu, kalau jebo­lan pesantren lima tahun, ngerti itu, khotbah harus bagaimana. Syaratnya bagaimana. Ada adabnya, ada rukun­nya, ada etikanya, jangan panjang-panjang. Jangan isinya provokasi, jangan hoaks, apalagi nyebut nama. Itu batal khotbahnya. Khotbah itu (saat Jumat) mengganti dua rakaat Dzuhur, dzuhur empat rakaat, Jumat dua, diganti dengan khotbah. Jadi harus sakral khotbah itu. Enggak boleh caci maki, apalagi kampanye.

Banyak ormas mempertanyakan kembali pernyataan Anda. Kini pernyataan Anda itu justru jadi kontroversi?
Boleh-boleh saja.

Kayak dewan dakwah di Malaysia?
Enggak-enggak, enggak usah. Saya juga enggak setuju kalau ser­tifikasi. Orde Baru lagi nanti. Harus profesional, paham, baru boleh khutbah. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA