Di lokasi yang berdekatan dengan Pasar Pramuka, terdapat gudang yang kabarnya menjadi tempat penyimpanan ribuan blangko e-KTP palsu. Sebagai dokumen negara, blangko e-KTP 'haram' diperjualbelikan, baik di pasar offline maupun online. Hal ini tentunya menjadi tanda tanya besar lantaran begitu muÂdahnya dokumen negara dimanipulasi.
Praktis, kasus itu memicu spekulasi terkait kepentingan politik untuk memenangkan capres-cawapres tertentu di tahun politik ini. Benarkah dugaan tersebut? Berikut pernyataan Direktur Jenderal Dukcapil Zudan Arif Fakhrullah dan Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno Mardani Ali Sera, membahas isu tersebut.
Zudan Arif Fakhrullah: Kedua Pasang Capres Pastinya Bisa Dirugikan Kok bisa-bisanya blangko e-KTP itu dijual bebas. Bagaimana itu? Kalau yang barang palsu tentu saja di luar kendala kami. Barang palsu kami serahkan kepada aparat penegak hukum untuk memeranginya. Sedangkan yang kami siapkan adalah agar masyarakat tidak tertipu oleh barang-barang yang palsu itu.
Caranya?Kami menyediakan ekosistem dalam rangka optimalisasi fungsi e-KTP. Fungsi tersebut bisa berjalan dengan baik bila ada card reader sehingga barang palsu bisa diantisiÂpasi. Kami meminta setiap lembaga layanan publik memasang card reader sebagai bentuk standar operasional prosedur atau standar minimalnya.
Kami pun menawarkan untuk akses nomor induk kependudukan (NIK), sehingga jika ada orang ragu dengan KTP ketik saja NIK-nya cocok atau tidak dengan database kependudukan kami. Sekarang ini untuk informasi ada 1.130 lembaga yang sudah kerjasama dengan Dukcapil untuk akses data.
Berdasarkan hasil penyelidikan kepolisian dan Ditjen Dukcapil, berapa jumlah toko offline mauÂpun online penjual blangko e-KTP palsu maupun asli yang dimiliki Kemendagri? Kalau yang di offline itu kan E-KTP palsu. Yang palsu kami baru menemukan di Pasar Pramuka Pojok. Sedangkan di tempat lain kami tidak menemukannya. Mudah-mudahan tidak ada sehingga masyarakat bisa cari yang asli saja. Sebab kalau cari yang palsu pasti niatnya untuk kejaÂhatan. Nah, kemudian untuk online kami menemukan satu di platform e-dagang. Yang dijual itu 10 keping sebagaimana laporan dari platform e-dagang kepada kami. Dijualnya itu pada tanggal 23 November 2018 dan penjualnya orang Lampung.
Kabarnya Kemendagri suÂdah bertemu dengan panjual beserta keluarganya? Iya, kami sudah bertemu dengan semuanya dan merÂeka mengakui tindakannya. Kami tanyakan kepada bapak dari anak (si penjual di e-dagang) yang kebetuÂlan mantan Kepala Dinas Dukcapil Lampung, bahwa dirinya tidak tahu anaknya menjual blangko asli di e-dagang. Sementara anaknya mengaku hanya iseng saja tidak ada maksud apa-apa.
Saya bersama dengan Kepala Dinas Dukcapil Lampung melakukam investigasi ke penÂjual di e-dagang. Pengakuan dari mereka dijual Rp 50 ribu per keÂping, artinya jika terjual semua kelipatannya menjadi Rp 500 ribu. Persis laporan tersebut sama dengan laporan platform e-dagang. Maka saya percaya karena ada dua pihak meÂlaporkan dengan data yang sama.
Beberapa politisi menyarankan dalam proses pembuatan e-KTP harus ada audit, dari mulai pemerÂintah sampai vendor yang mengerÂjakan proyek ini. Apa Kemendagri melakukan hal itu? Kalau kami kan setiap tahun ada pemeriksaan dari Badan Pemeriksaan Keuangan. Pun ada pemeriksaan dari internal dan eksternal. Tiap tahun lho itu. Kemudian dari vendor penyedia blangko mereka punya sistem security printing-nya. Jadi berapa yang dicetak dan cara mencetaknya itu sudah ada standar yang tidak bisa dilanggar.
Sejumlah politisasi menduga kejadian ini sudah ada yang mempersiapkan untuk melakuÂkan kecurangan di Pemilu 2019. Bagaimana tanggapan Anda? Yang mana yang melakukan keÂcurangan pemilu itu. Yang melakuÂkan kecurangan itu siapa? Toh yang membeli blangko e-KTP siapa? Saya malah berpikir bisa dua pasangan capres-cawapres itu yang dirugikan. Bukan hanya petahana, namun bisa saja yang menggunakan petahana atau penantang.
Logikanya kedua pasangan capres-cawapres itu bisa saling curiga. Yang menggunakan e-KTP palsu itu siapa, lantaran kita tidak tahu juga siapa. Hanya kalau saya concernnya adalah agar demokratisasi makin bagus kita harus sama sama membrantas itu. Maka di TPS itu harus ada mekanÂisme untuk mencegah yang palsu-palsu itu tidak bisa bekerja.
Langkah konkret Kemendagri agar kejadian serupa tidak terjadi apa? Kalau kami mendorong agar semua lembaga, contoh 1.130 lembaga menggunakam hak ases. Kami memÂberikan langkah yang mudah dan ceÂpat untuk kerjasama pembuatan data. Kedua, bagi lembaga layanan publik gunakan card reader sebagaimana imÂbauan Ombudsman dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara RB.
Mardani Ali Sera: Ini Masalah Serius, Audit & Investigasi! Apa yang dikhawatirkan BPN terkait temuan blangko e-KTP palsu ini? Temuan ini dapat membuat sistem kependudukan kita yag berbasis e- KTP menjadi tidak bersih. Karena dengan blangko e-KTP asli dapatdiperjualbelikan, sementara card readeruntuk membacanya tidak dimiliki per kelurahan. Maka kita terancam dengan banyaknya peluang kerusakan sistem. Karena e-KTP jadi dasar banyak surat lainnya.
Apakah BPN melihat ada unÂsur kesengajaan dari pemerintah dalam penjualan blangko e-KTP palsu maupun asli yang terjadi di platform e-dagang? Ini perlu audit dan penyelidikan yang transparan. Serta perlu ada penjelasan ke publik tanpa ada yang ditutupi.
BPN khawatir kasus ini untuk memenangkan salah satu capres pada Pilpres 2018? Untuk sampai pada kesimpulan itu perlu audit dan investigasi. Maka, kami mengapresiasi pada media yang melakukan investigasi kasus ini.
Menurut Anda siapa yang harus bertanggung jawab? Penyelesaiannya harus integral. Tidak cuma menyelesaikansatu kasus. Jadi harus ada audit dan investigasi. Jangan cari siapa yang salah saja, tapi cari juga yang utama di mana letak kesalahanÂnya. Jadi kita perlu belajar.
Apakah perlu ada sanksi? Harus ada sanksi tegas.
Untuk menghindari hal seÂrupa terjadi kembali, apa yang harus dibenahi Kemendagri? Kemendagri perlu menyadari ini bukan perkara sederhana dan sekaÂdar cari dan tangkap pelaku.
Meski demikian Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan blangÂko e-KTP yang dijual tidak bisa digunakan untuk transaksi perÂbankan ataupun kependudukan. Bagaimana tanggapan Anda? Perlu ada uji petik adakah perÂbankan dan data kependudukan benar sudah bisa mendeteksi. Kuncinya ada di card reader.
Kejadian ini masalah serius atau biasa saja? Masalah ini sangat serius.
Kabarnya DPR akan memangÂgil Kemendagri untuk memintai keterangan atas kejadian ini? Kami akan komunikasi dan koordiÂnasi selalu dengan pihak Kemendagri.
Anda menilai kasus ini berpoÂtensi menjadi indikasi awal bakal adanya kecurangan di Pemilu 2019? Ya sebenarnya kasus ini selain bisa dimanfaatkan untuk tindakan krimiÂnal, masalah KTP elektronik juga berdampak besar terÂhadap kisruh dan sangkut pemenuhan hak politik warga negara dan bisa dimanfaatkan okÂnum-oknum untuk menggandakan identitas. Ini keÂjadian luar biasa dan perlu mendaÂpat perhatian serius. Kejadian yang berulang-ulang menunjukkan bahwa ada kegagalan sistematis dalam mengelola masalah KTP elektronik ini.
Anda sendiri menilai bagaimana kesigapan petugas dukcapil dalam kasus ini? Ya seperti itulah. Setelah ramai di media, baru tergerak untuk memusÂnahkan e-KTP dengan gunting secara manual. Sejak 2014 kemana saja dan siapa yang mengawasi? e-KTP rusak dan valid, secara fisik sama dan tidak ada bedanya. Ini jelas Bisa disalahguÂnakan. Seharusnya kan data kepenÂdudukan dan e-KTP mahal, harus diperlakukan dengan seksama penuh kehati-hatian. Dan bukan cuma soal mahal, tapi data kependudukan itu terkait keamanan negara & warganya. Yang dipertaruhkan adalah kedaulaÂtan dan keamanan negara. ***
BERITA TERKAIT: