Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

NU Dalam Pusaran Politik dan Tuntutan Kembali ke Khittah

KH Ma'ruf Amin Jadi Cawapres, Februari 2019 NU Gelar Munas

Selasa, 11 Desember 2018, 08:31 WIB
NU Dalam Pusaran Politik dan Tuntutan Kembali ke Khittah
Foto/Net
rmol news logo Komite Khittah yang terdiri dari dzurriyah muassis (anak cucu pendiri) Nahdlatul Ulama (NU) Minggu (9/12) kemarin, meng­gelar pertemuan ketiga kalinya di Yayasan Pendidikan Taswirul Afkar, Surabaya. Dalam pertemuan itu, tim Komite Khittah me­laporkan hasil pertemuannya dengan lima kiai khos NU terkait khittah NU, termasuk membahas posisi KH Ma'ruf Amin yang kini maju sebagai cawapres mendampingi Jokowi.

Lima kiai khos NU yang dimintai pertimbangannya oleh Komite Khittah adalah; KH Maimoen Zubair (Ponpes Al Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah), KH Tholhah Hasan (Ponpes Miftahul Ulum Singosari, Malang, Jawa Timur), KH Mustofa Bisri (Ponpes Raudhatul Thollibin, Rembang, Jawa Tengah), KH Nawawi Abdul Djalil (Ponpes Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur), dan KH Miftahul Akhyar (PP Miftahul Janah, Surabaya, Jawa Timur).

Dzurriyah muassis KH Sholahuddin Wahid (Gus Sholah) yang menemui Pjs Rais Aam PBNU KH Miftahul Akhyar membawa pesan dari KH Miftah. Dia mengatakan, kerja-kerja Komite Khittah sudah diketahui PBNU dan merekomendasikan Komite Khittah melanjut­kan tugasnya mengembalikan NU ke khittah, termasuk membahas posisi KH Ma'ruf Amin yang kini menjadi cawapres.

"Ini yang menarik, terkait dengan pencalonan Kiai Ma'ruf Amin sebagai wapres. Beliau (Kiai Miftah) mengatakan dengan diajaknya Kiai Ma’ruf Amin sebagai cawapres berarti NU sekarang telah men­jadi shohibul qoror, yang sebelumnya telah menjadi shohibul had. Sebetulnya tahun 2004, ketika Kiai Hasyim Muzadi juga menjadi cawapres, ya sama, itu pelanggaran," ujar Gus Sholah.

Selain membahas posisi Kiai Ma'ruf Amin, Komite Khittah juga ditugaskan merancang dialog tentang khittah NU. Pertimban­gan yang sudah dihasilkan dari urun rembuk Komite Khittah dan kiai khos akan dibawa ke musyawarah nasional (Munas) NU pada Februari 2019.

Komite Khittah lahir dari kegelisahan para cucu pendiri NU yang melihat NU sudah mulai keluar dari khittah dengan ikut berpolitik. Para cucu muassis ini kali pertama menggelar pertemuan pada 24 Oktober di Ponpes Tebuireng. Dilanjutkan pertemuan kedua di Ponpes Tambakberas pada 14 November lalu.

Munas NU nanti bakal menentukan suara kaum Nahdliyin, apakah akan diseret masuk politik 2019 atau kembali ke khittah NU? Kepada Rakyat Merdeka Ketua PBNU KH Marsudi Syuhud dan cucu muassis Gus Choirul Anam memaparkan pendapatnya terkait Komite Khittah.

Choirul Anam: NU Sekarang Sudah Seperti Partai Politik

Seperti apa Anda melihat NU di pusaran politik sekarang?
NU saat ini sudah seperti partai politik, bahkan di bawah parpol. Mulai dari pengurus besar sampai pengurus ranting sudah terpapar politik praktis dan pragmatis.

Adakah yang memprihatink­an dari khittah NU saat ini?

NU sudah tidak lagi melak­sanakan khitthah, bahkan PBNU sudah jelas jelas melanggar AD/ ART sendiri.

Baru-baru ini cucu muassis yang tergabung dalam Komite Khittah sudah menggelar per­temuan ketiganya. Sebenarnya apa sih fungsi komite ini?
Fungsi komite khitthah itu untuk mengajak nahdliyin melak­sanakan khitthah NU seperti diwariskan para pendiri dan para ulama sesudahnya.

Apa keputusan dari dua kali mengadakan halaqoh tersebut?
Putusan halaqah membentuk wa­dah komite khitthah 1926 dan mem­beritahukan keberadaannya kepada ulama sepuh.

Apakah ada keresahan atau ketidakpuasan yang dirasakan Komite Khittah terhadap kepen­gurusan PBNU sekarang?
Banyak sekali keresahan. Atas nama PBNU tidak lagi menghormati khitthah yang telah dirumuskan para ulama senior seperti KH Achmad Siddiq, KH Asad Syamsul Arifin, KH Masjkur, KH Ali Maksum, dan lain-lain yang sejak Muktamar ke-26 di Semarang (1979), Muktamar ke-27 di Situbondo (1984), dan Muktamar ke-28 di Krapyak (1989) dengan susah payah merumuskan khitthah. Selain itu PBNU juga tidak menjun­jung tinggi AD/ART sebagai aturan berorganisasi.

Anda pernah mengatakan dalam anggaran dasar NU, Rais Aam PBNU tidak boleh mencalonkan diri dan dicalonkan dalam jaba­tan politik apapun. Tapi ini tidak berlaku bagi KH Ma'ruf Amin. Maksudnya apa?
Baik tradisi maupun konstitusi (AD/ART) tidak pernah ada rais aam mencalonkan diri atau dicalonkan da­lam jabatan pemilihan politik apapun. Pasalnya rais aam itu pimpinan tert­inggi di NU. Bahkan dalam AD/ART Bab XVI Pasal 51 Ayat 4 rais aam tidak tiperkenankan mencalonkan diri atau dicalonkan dalam jabatan pemili­han politik apapun. Namun semuanya dilanggar oleh PBNU.

Jadi seharusnya Ma'ruf Amin tidak boleh mencalonkan dan di­calonkan sebagai cawapres?
Kiai Ma'ruf sudah sangat paham. Terlebih sebelum jadi rais aam Kiai Ma'ruf sudah berjanji akan menjaga NU selama masa khidmah dan tidak akan melibatkan diri, baik langsung maupun tidak langsung dengan urusan politik praktis. Karena itu kemudian dingkat menjadi rais aam dan dibaiat agar tetap istiqomah pada janjinya. Ternyata malah ingkar janji dan ini fakta.

Tapi bukankah keputusan Ma'ruf Amin saat ini jauh lebih baik dengan memilih mundur dari rais aam PBNU?
Karena ingkar janji dan melanggar AD/ART, ya harus tahu diri, mundur, sebelum dimundurkan. Jadi mundur itu karena pelanggaran bukan presta­si. Musibah bagi NU. Masih banyak ulama yang mampu memimpin NU namun kenapa Muktamar Jombang memilih Kiai Ma’ruf? Akibatnya sekarang ini NU berantakan.

Ma'ruf Amin nonaktif dari rais aam, digantikan Miftahul Akhyar. Anda melihat adakah cacat hu­kum terkait pemilihan Miftahul Akhyar sebagai rais aam?

Kiai Miftahul Akhyar menjadi penanggungjawab rais aam itu tidak ada dasar hukumya dan tidak pula ada dalam tradisi NU. AD/ART NU Bab XV pasal 48 mengatakan apabila rais aam berhalangan tetap maka wakil rais aam menjadi PJ rais aam. Lho apakah Kiai Ma'ruf berhalangan tetap? Karena itu mestinya harus musyawarah nasional ulama NU un­tuk memilih rais aam yang baru.

Jadi Anda menginginkan agar PBNU segera melaksanakan musyawarah luar biasa untuk menen­tukan pengganti Ma'ruf Amin dari rais aam?

Saya tidak pernah mengimbau PBNU mengadakan MLB. Tapi saya juga tidak menyalahkan jika ada orang NU berpendapat seperti itu. Sebab MLB itu juga ada dalam AD/ ART sebagai bagian penting untuk menyelesaikan masalah.

KH Marsudi Syuhud: Dia Juga Berpolitik, Gitu Saja Kok Repot


Bagaimana PBNU menyikapi manuver para cucu muassis yang tergabung dalam Komite Khittah NU?
Ya, orang NU kan banyak, jutaan, punya apa saja, dan kami memang khittah. Sedangkan definisi khittah bisa tidak berpolitik praktis. Artinya kami serahkan semua anggota NU ada yang ke partai mana-mana dan ada semua. Toh anggota NU ada di mana-mana, bahkan di semua parpol. Maka ketika ada kader NU yang menjadi pengurus lalu diambil (menjadi pejabat politik) ya ada konsekuensinya.

Apa konsekuensinya?
Konsekuensinya ya mengundur­kan diri seperti Kiai Ma'ruf Amin. Toh beliau mengundurkan diri. Adapun hak politik pribadinya ya berjalan terus kami tidak mengha­langi-halangi.

Komite Khittah mengatakan Ma'ruf Amin mengundurkan diri bukan sebab berhalangan tetap. Bagaimana itu?
AD/ART-nya kan memang seperti itu. Kalaupun memang dia mau jadi presiden, wapres, gubernur, wakil gubernur, bupati, dan wakil bupati yaitu tertulis aturannya. Kiai Ma'ruf taati semua aturan yang tertulis di AD/ART. Jadi urusannya sudah selesai.

Maksud Anda berhalangan tetap bukan hanya meninggal sebagaimana yang diungkapkan Komite Khittah?
Itu salah satunya. Masa iya sampai suruh mati, kan tidak. Ya lima tahun sekali. Ada rais aam terpilih itu bisa mengundurkan diri jika berhalangan tetap. Nah untuk cara menggantikan lantaran meninggal sudah ada aturan­nya yang tertulis di AD/ART.

Kalau berhalangan tetap hanya meninggal ya masa harus sampai meninggal. Ya, kebetulan Kiai Sahal Mahfudz sampai meninggal jadi sampai Mbah Yai Sahal berhalangan tetap. Peristiwa itu kan hanya kebetu­lan, sedangkan kalau bicara jangka waktu, ya lima tahunan.

Anda merasa tidak ada masalah dengan majunya Ma'ruf Amin sebagai cawapres?

Ya, tidak ada masalah, tidak apa-apa. Kecuali kalau dia tidak mundur maka menjadi masalah itu. Tentu juga tidak melanggar AD/ART. Jadi semuanya tidak ada yang dilanggar.

Komite Khittah NU menilai saat ini PBNU mulai melakukan politik praktis. Tanggapan Anda bagaimana?
Mana ada atas nama PBNU, toh tidak ada semua itu. PBNU tidak ada mengusulkan resmi (mengusung capres cawapres) kepada KPU, kan tidak ada. Yang mengusulkan itu ya partai, PBNU tidak ada.

Jadi atas nama pribadi tanpa organisasi?
Ya sesuai AD/ART-nya kan begitu. Tidak ada yang dilanggar.

PBNU mengetahui ada Komite Khittah NU yang diketuai Gus Sholah dan Coirul Anam sebagai juru bicara?
Wong dia punya kepentingan poli­tik yang lain. Choirul Anam siapa? Kan dia punya kepentingan politik yang lain. Toh dia saja dukung yang lain, apa dia khittah. Kan boleh juga. Anam kan dukung yang lain boleh tidak sebagai warga negara?

Jadi sama-sama berpolitik atas nama pribadi?

Ya iya. Anam kan dukung juga yang lain. Apa dia khittah? Yang begitu saja kok jadi repot.

Komite Khittah NU juga menga­takan pengangkatan KH Miftahul Akhyar sebagai Rais Aam PBNU menggantikan Ma'ruf Amin lan­taran dia melanggar AD/ART, apa benar begitu?
Siapa yang melanggar. Dia kan bukan sebagai Rais Aam? Sebab Rais Aam-nya sudah ganti.

Komite Khittah NU tidak melarang jika PBNU melaksanakan musyawarah luar biasa (MLB) un­tuk menentukan rais aam yang ba­ru. Bagaimana tanggapan Anda?
Di mana. Toh AD/ART-nya sudah ada tinggal diikuti saja. Jadi ngapaianjuga harus MLB. Dia (Anam) sendiri saja mendukung politik yang lain.

Banyak kalangan menilai Komite Khittah ini muncul lantaran adan­ya gesekan antar-petinggi PBNU. Apa benar begitu?

Ya beda dukungan saja. Karena dia punya dukungan sendiri dan karena dia punya calon sendiri. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA