Deputi Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari menyampaikan, sejatinya fenomena itu tak hanya terjadi di Jawa Tengah saja, tapi sudah menyebar hingga di kawasan Karawang, Bekasi, bahkan Jakarta. Arman menjelaskan, mereka mengkonsumsi itu sebagai pengganti narkoba, karena diÂduga mengandung bahan-bahan psikoaktif.
Berikut pernyataan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise terkait fenomÂena teler yang menjijikkan terseÂbut. Selain bicara soal fenomena itu Menteri Yohana juga bicara soal kasus pelecehan seksual yang dialami mahasiswa Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Berikut pernyataan lengkapnya;
Bagaimana tanggapan Anda soal remaja yang kecanduan air rebusan pembalut di Jawa Tengah?Sebenarnya itu sekarang saya mau katakan bahwa jawaban semuanya itu ada dalam keÂluarga. Keluarga ini yang harus menjaga dan melindungi anak-anak. Karena memang dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, orang tua bertanggung jawab untuk menjaga anak-anak mereka, jangan sampai melakuÂkan hal-hal yang salah. Mereka harus mendidik anak-anak agar berprilaku yang baik dalam keÂhidupan mereka.
Kasus kecanduan ini bukan saja karena air pembalut, itu ada yang karena hisap-hisap lem aibon dan barang-barang lainnya juga ada. Kasus serupa walau dengan penyebab yang berbeda itu ada di banyak daerah di Indonesia. Makanya kami, dengan program kabupaten/kota layak anak yang mulai di-launching di semua tempat, dalam indikatornya itu tegas dinyatakan anak-anak dilarang merokok, tidak boleh isap lem aibon, dan zat-zat adiktif lainÂnya tidak boleh dikonsumsi oleh anak-anak. Termasuk tentunya yang tadi air rebusan pembalut yang saya sudah dengar itu.
Selain kasus-kasus yang tadi Anda sebutkan, sejauh ini berdasarkan temuan kemenÂterian Anda berapa banyak anak-anak atau remaja yang terlibat narkoba?Ada juga soal masalah narkoÂba, di mana anak-anak digunaÂkan sebagai penjual, karena para predator ini mengetahui bahwa anak-anak itu, mereka tidak ada hukuman mati. Mereka hanya dimediasi dan diversi, lalu langÂsung diloloskan. Jadi target para predator ini sekarang adalah di anak-anak. Jadi sekarang tinggal bagaimana masyarakat, terutama keluarga sadar untuk melindungi anak-anak kita.
Apakah ada pendampingan dari kementerian Anda?Iya kami tetap mendampingi. Untuk itu ada tim kami yang ke lapangan, termasuk Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak untuk melihat situasinya seperti apa. Karena ini menyangÂkut masa depan generasi muda bangsa dan negara ini.
Oh ya bagaimana tanggapan Anda soal kasus pelecehan sekÂsual yang terjadi di UGM?Kasus di UGM ini saya sudah berkoordinasi dengan kepala dinas ternyata sudah ditangani, dan itu terjadi di Pulau Seram, Maluku. Kejadian itu terjadi antara mahasiswa dan mahasiswi yang melakukan kegiatan KKN. Kejadian itu sudah dilakukan sebulan yang lalu kalau tidak salah, tetapi akhirnya korban melaporkan ke polisi, dan ini diangkat ke permukaan. Sehingga sekarang sudah menjadi berita yang viral ke mana-mana, dan saya sudah mengkomunikasiÂkan dengan kepala dinas untuk ditangani secara serius. Karena ini berhubungan dengan maÂhasiswa yang adalah pemuda, bukan anak yang berusia 0-18 tahun. Tapi ini adalah perempuan korban kejahatan seksual, dan kami kementerian melindungi hak-hak perempuan. Kami tetap mendampingi kepala dinas dan aparat penegak hukum agar kasus ini ditangani secara serius, dan pelakunya harus diberikan hukuÂman yang seberat-beratnya.
Apakah ada pendampingan terhadap korban?Untuk pendampingan kami ada dari pusat pelayanan terÂpadu perempuan dan anak. Tentu saja kepala dinas kami ikut mendampingi untuk trauma healing, dan pendampingan lain yaitu mengenai penanganan kasusnya.
Tim yang mendampingi sudah ada di lapangan?Sudah. Saya setelah menerima berita itu langsung koordinasi, dan kepala dinas memang sudah tahu duluan, karena memang dia orang dari Yogyakarta.
Menurut Anda bagaimana seharusnya penyelesaian kaÂsus pelecehan seksual di UGM ini?Saya sudah koordinasi denÂgan kepala dinas yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Dan setelah dicek ke korban dan keluarga keduanya masing-masing, keliÂhatannya sedang dalam proses mediasi antar keluarga. Jadi kita lihat nanti, apakah itu akan dilanjutkan ke ranah hukum atau tidak.
Namun kami dari kementeÂrian akan tetap mendampingi proses ini. Supaya, apa pun yang dilakukan, karena namanya kekerasan seksual kan, ya itu harus berhadapan dengan huÂkum. Karena undang-undangnya sudah ada, namun sedang dalam proses mediasi dan diversifikasi untuk mengetahui cerita yang sebenernya terjadi antara kedÂuanya. Soal itu saat ini sedang ditangani langsung oleh UGM bersama-sama dengan kedua belah pihak.
Ini sebetulnya kan bukan kasus yang pertama kali terjaÂdi termasuk di UGM. Menurut Anda bagaimana caranya supaya kejadian serupa tidak terus terulang?Ya universitas ini harus bisa menjadi universitas yang reÂsponsif gender, yang ramah terhadap perempuan, dan ramah terhadap anak. Jadi itu yang harus kami dorong, supaya uniÂversitas ini menjadi responsif gender. Ada beberapa indikator yang kami kementerian buat dapat bentuk-bentuk model itu, dan itu bisa diterapkan di uniÂversitas, sehingga bisa menjadi seperti apa yang telah kami lakuÂkan terhadap banyak sekolah. Sekarang sudah ada sekitar 10 ribu sekolah yang ramah anak di seluruh Indonesia. ***
BERITA TERKAIT: