Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Yohana Susana Yembise: Keluarga Yang Harus Lindungi Anak Dari Ancaman Kecanduan Rebusan Air Pembalut

Senin, 12 November 2018, 08:32 WIB
Yohana Susana Yembise: Keluarga Yang Harus Lindungi Anak Dari Ancaman Kecanduan Rebusan Air Pembalut
Yohana Susana Yembise/Net
rmol news logo Temuan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah terkait adanya fenomena remaja teler menggunakan air rebusan pembalut wanita dinilai sangat menjijikkan.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Deputi Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari menyampaikan, sejatinya fenomena itu tak hanya terjadi di Jawa Tengah saja, tapi sudah menyebar hingga di kawasan Karawang, Bekasi, bahkan Jakarta. Arman menjelaskan, mereka mengkonsumsi itu sebagai pengganti narkoba, karena di­duga mengandung bahan-bahan psikoaktif.

Berikut pernyataan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise terkait fenom­ena teler yang menjijikkan terse­but. Selain bicara soal fenomena itu Menteri Yohana juga bicara soal kasus pelecehan seksual yang dialami mahasiswa Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Berikut pernyataan lengkapnya;

Bagaimana tanggapan Anda soal remaja yang kecanduan air rebusan pembalut di Jawa Tengah?
Sebenarnya itu sekarang saya mau katakan bahwa jawaban semuanya itu ada dalam ke­luarga. Keluarga ini yang harus menjaga dan melindungi anak-anak. Karena memang dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, orang tua bertanggung jawab untuk menjaga anak-anak mereka, jangan sampai melaku­kan hal-hal yang salah. Mereka harus mendidik anak-anak agar berprilaku yang baik dalam ke­hidupan mereka.

Kasus kecanduan ini bukan saja karena air pembalut, itu ada yang karena hisap-hisap lem aibon dan barang-barang lainnya juga ada. Kasus serupa walau dengan penyebab yang berbeda itu ada di banyak daerah di Indonesia. Makanya kami, dengan program kabupaten/kota layak anak yang mulai di-launching di semua tempat, dalam indikatornya itu tegas dinyatakan anak-anak dilarang merokok, tidak boleh isap lem aibon, dan zat-zat adiktif lain­nya tidak boleh dikonsumsi oleh anak-anak. Termasuk tentunya yang tadi air rebusan pembalut yang saya sudah dengar itu.

Selain kasus-kasus yang tadi Anda sebutkan, sejauh ini berdasarkan temuan kemen­terian Anda berapa banyak anak-anak atau remaja yang terlibat narkoba?
Ada juga soal masalah narko­ba, di mana anak-anak diguna­kan sebagai penjual, karena para predator ini mengetahui bahwa anak-anak itu, mereka tidak ada hukuman mati. Mereka hanya dimediasi dan diversi, lalu lang­sung diloloskan. Jadi target para predator ini sekarang adalah di anak-anak. Jadi sekarang tinggal bagaimana masyarakat, terutama keluarga sadar untuk melindungi anak-anak kita.

Apakah ada pendampingan dari kementerian Anda?
Iya kami tetap mendampingi. Untuk itu ada tim kami yang ke lapangan, termasuk Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak untuk melihat situasinya seperti apa. Karena ini menyang­kut masa depan generasi muda bangsa dan negara ini.

Oh ya bagaimana tanggapan Anda soal kasus pelecehan sek­sual yang terjadi di UGM?
Kasus di UGM ini saya sudah berkoordinasi dengan kepala dinas ternyata sudah ditangani, dan itu terjadi di Pulau Seram, Maluku. Kejadian itu terjadi antara mahasiswa dan mahasiswi yang melakukan kegiatan KKN. Kejadian itu sudah dilakukan sebulan yang lalu kalau tidak salah, tetapi akhirnya korban melaporkan ke polisi, dan ini diangkat ke permukaan. Sehingga sekarang sudah menjadi berita yang viral ke mana-mana, dan saya sudah mengkomunikasi­kan dengan kepala dinas untuk ditangani secara serius. Karena ini berhubungan dengan ma­hasiswa yang adalah pemuda, bukan anak yang berusia 0-18 tahun. Tapi ini adalah perempuan korban kejahatan seksual, dan kami kementerian melindungi hak-hak perempuan. Kami tetap mendampingi kepala dinas dan aparat penegak hukum agar kasus ini ditangani secara serius, dan pelakunya harus diberikan huku­man yang seberat-beratnya.

Apakah ada pendampingan terhadap korban?

Untuk pendampingan kami ada dari pusat pelayanan ter­padu perempuan dan anak. Tentu saja kepala dinas kami ikut mendampingi untuk trauma healing, dan pendampingan lain yaitu mengenai penanganan kasusnya.

Tim yang mendampingi sudah ada di lapangan?
Sudah. Saya setelah menerima berita itu langsung koordinasi, dan kepala dinas memang sudah tahu duluan, karena memang dia orang dari Yogyakarta.

Menurut Anda bagaimana seharusnya penyelesaian ka­sus pelecehan seksual di UGM ini?
Saya sudah koordinasi den­gan kepala dinas yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Dan setelah dicek ke korban dan keluarga keduanya masing-masing, keli­hatannya sedang dalam proses mediasi antar keluarga. Jadi kita lihat nanti, apakah itu akan dilanjutkan ke ranah hukum atau tidak.

Namun kami dari kemente­rian akan tetap mendampingi proses ini. Supaya, apa pun yang dilakukan, karena namanya kekerasan seksual kan, ya itu harus berhadapan dengan hu­kum. Karena undang-undangnya sudah ada, namun sedang dalam proses mediasi dan diversifikasi untuk mengetahui cerita yang sebenernya terjadi antara ked­uanya. Soal itu saat ini sedang ditangani langsung oleh UGM bersama-sama dengan kedua belah pihak.

Ini sebetulnya kan bukan kasus yang pertama kali terja­di termasuk di UGM. Menurut Anda bagaimana caranya supaya kejadian serupa tidak terus terulang?
Ya universitas ini harus bisa menjadi universitas yang re­sponsif gender, yang ramah terhadap perempuan, dan ramah terhadap anak. Jadi itu yang harus kami dorong, supaya uni­versitas ini menjadi responsif gender. Ada beberapa indikator yang kami kementerian buat dapat bentuk-bentuk model itu, dan itu bisa diterapkan di uni­versitas, sehingga bisa menjadi seperti apa yang telah kami laku­kan terhadap banyak sekolah. Sekarang sudah ada sekitar 10 ribu sekolah yang ramah anak di seluruh Indonesia. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA