Dalam literatur kekristenan dijelaskan, bahwa perempuan yang dimaksudkan di sini adalah Hawa yang telah tergoda dengan ular atau syaitan tersebut, dan akhirnya teÂlah melanggar perintah Tuhan. Ayat-ayat daÂlam Al Kitab cenderung memojokkan agama Kristen di mata kaum feminis. Tidak heran jika tidak sedikit buku-buku feminis terang-terangan menistakan Bibel, khususnya daÂlam Kitab Kejadian. Wacana Hawa-Maryam seperti ini mengingatkan kita kepada konsep Maya dalam perspektif agama Hindu yang diÂlukiskan sebagai
"Divine Principle" yang beÂrakar dari ketidakterbatasan Tuhan. Ia adalah penyebab Esensi Ilahiyah memancar keluar dari Diri-Nya ke dalam manifestasi.
Dalam pandangan ini, Maya adalah Hawa dan juga sekaligus Maryam. Ia merupakan simbol perempuan penggoda (seductive) tetapi sekaligus dan perempuan membeÂbaskan (pneumatic). Ia "descendent" (al-nuÂzuli) tetapi sekaligus "ascendant" (al-su’udi). Ia mengasingkan (al-farq) tetapi sekaligus menyatukan kembali (al-jam'). Ia menghijab agar bisa berjuang memanifestasikan segala potensi Kebaikan Sang Agung (the Supreme Good), tetapi juga menyingkapkan-Nya, agar ia memanifestasikan kebaikan yang lebih baik. Tentu saja akan muncul berbagai akiÂbat yang muncul dari dosa yang diadreskan kepada Hawa, akan tetapi kesucian dan keÂmuliaan Maryam secara total akan menghaÂpuskan dosa Hawa. Dalam sudut pandang seperti ini, Eksistensi dan puncak keilahian, tidak akan ada ambiguitas lagi, dan kejahaÂtan (evil) akan menjadi terhapus. Pada punÂcaknya, apapun selain dari al-Ashl al-Ilahi (
The Divine Principle) hanyalah "penampilan"; hanya Al-Haq yang benar-benar Real, dan maka itu Hawa secara tak terbatas telah diÂmaafkan dan mendapat kemenangan dalam Maryam.
Hubungan antara dua aspek feminim ini tidak hanya sebuah hubungan reciprocal di mana dosa Hawa dalam konteks projeksi cosmoginis untuk bergerak ke arah ketiadaan yang menyebabkan Maya terlihat ambigu, tetapi ambiguitas ini adalah relatif. PandanÂgan seperti ini tidak akan mencitranegatifkan Maryam. Bahkan Maryam akan secara total menghapuskan dosa Hawa, atau paling tidak akan saling menutupi kelemahan satusama lain. Dari sudut pandang Eksistensi dan PunÂcak KeIahian, tidak akan ada ambiguitas lagi karena dan pada sisi lain kejahatan (evil) akan menjadi hilang. Akhirnya apapun selain dari Al-Ashl al-Ilahi (
the Divine Principle) hanÂyalah merupakan manifestasi (
tajalli) Yang Maha Esa.
Allahu a'lam.