Kehadiran rumah-rumah ibadah di dalam masyarakat kita semakin fungsional. Bukan hanya untuk pelaksanaan ibadah ritual tetapi juga untuk acara-acara yang bertema kemaÂnusiaan. Perkembangan positifnya, masjid dan mushalla sekarang sudah semakin sering dikunjungi oleh penganut agama-agama lain dengan tujuan seperti tadi. Gereja-gereja dan rumah ibadah lainnya juga sudah semakin serÂing dikunjungi umat Islam dan kelompok agama lain untuk menghadiri interfaith dialog, penganÂtinan, dan acara-acara sosial keagamaan lainÂnya. Sudah di jalan yang benar, rumah-rumah ibadah berfungsi sebagai rumah kemanusiaan.
Khusus untuk masjid dan mushalla, sejak awal memang dimaksudkan sebagai multiguÂna. Masjid Nabi sekaligus sebagai tempat untuk menerima tamu-tamu. Baik tamu sahabat Nabi dari dalam Kota Madinah maupun tamu-tamu dari luar negeri. Di dalam kompleks masjid ada namanya ahlus shuffah, di mana sejumlah saÂhabat Nabi, sebutlah pegawai harian Nabi sepÂerti Abu Hurairah, yang tinggal di tempat itu. Ada juga tempat khusus diperuntukkan kepada tamu-tamu yang datang dari jauh. Keperluan hidup dijamin di masjid untuk beberapa hari laÂmanya.
Kompleks masjid Nabi bukan hanya untuk umat Islam tetapi juga tamu-tamu lain non-musÂlim. Banyak sekali hadis dan sejarahnya, Nabi menerima rombongan tamu-tamu non-muslim diterima di masjid Nabi. Jelas mereka itu tidak dianggap najis oleh Rasulullah Saw. Bahkan Al- Qur’an menyebutkan anak cucu Adam adalah makhluk mulia dan harus dimuliakan, karena Allah pun memuliakan mereka, sebagaimana ditegaskan di dalam Al-Qur’an: "Dan sesungÂguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam." (Q.S. Al-Isra’/17:70).
Suatu ketika ada tamu dari pedalaman singgah di masjid Nabi. Tiba-tiba pemuda itu menghadap ke tembok sambil kencing di daÂlam masjid nabi. Terang saja seluruh sahabat marah. Salah seorang di antaranya mencabut pedang untuk membunuhnya. Namun Nabi mencegah sahabatnya melakukan kekerasÂan di dalam masjid. Nabi menasehati, orang-orang pedalaman, seperti pemuda itu, mungkin menganggap hal itu wajar di kampungnya dan kalian tentu sebaliknya memandangnya tidak wajar. Nabi lalu meminta sahabatnya agar menÂimbun kencing pemuda itu dengan pasir, kareÂna masjid Nabi ketika itu masih beralaskan paÂsir. Poin yang bisa diambil dari pengalaman ini, masjid adalah rumah kemanusiaan. Sekalipun manusia yang berlaku seperti binatang, sebaÂgaimana dipraktekkan pemuda itu, tetap Nabi menganggapnya sebagai manusia. Perlu waktu dan kesabaran untuk memanusiakan manusia.
Belajar dari pengalaman masjid Nabi dan pengalaman masjid-masjid di Indonesia, maka masjid terbukti sebuah bangunan yang bukan hanya diperuntukkan sebagai tempat untuk ruku dan sujud atau rumah ketuhanan tetapi juga rumah kemanusiaan, di mana berbagai hajat dan kebutuhan sehari-hari dapat dilakÂsanakan di masjid, tentu dengan hal-hal yang sejalan dengan esensi ajaran agama.