Kritik tersebut disampaikan pimpinan dan anggota Komisi V DPR dalam rapat kerja dengan tema "Evaluasi Pelaksanaan Sarana dan Prasarana Transportasi dalam rangka Penanganan Arus Mudik Lebaran Tahun 2018 dan Pembahasan Kecelakaan Kapal KM Sinar Bangun IV dan KM Lestari Maju" di Ruang Rapat Komisi V DPR, Gedung Kura-Kura, Komplek DPR/MPR Senayan, Jakarta, kemarin.
Rapat tersebut dihadiri sejumlah menteri dan kepala lemÂbaga yaitu, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuldjono, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Royke Lumowa dan Kabasarnas M Syaugi.
Sebagai pihak yang disorot tajam, Kabasarnas datang palingawal. Tiba pukul 09.30 WIB, Kabasarnas bersama jajarannya memasuki ruang tunggu pimpinan Komisi V DPR. Di tempat ini, sejumlah pimpinan komisiyang membidangi masalah transportasi itu, menyambut hangat sembari cipika-cipika. Senyum merekah ditunjukkan perwira bintang tiga TNI AU ini. Tidak terlihat ketegangan di wajahnya.
Sejam di ruang tunggu pimpinan, Kabasarnas bersama Menhub, Menteri PUPR, Kepala BMKG dan Kakorlantas Polri akhirnya memasuki ruang rapat yang telah penuh oleh sejumlahtamu. Berbalut jaket gelap dan bintang tiga di pundaknya, Syaugi terlihat cukup siap menghadapi cecaran tajam dari wakil rakyat. Sejumlah buku dan berÂkas telah disiapkan di atas meÂjanya. Sorot matanya tajam.
Ketua Komisi V DPR Fary Djemy Francis bersama Wakil Ketua Ibnu Munzir, Sigit Susiantomo dan Lazarus pun telah hadir di ruangan. Para anggota Dewan juga siap mengikuti rapat yang berlangsung selama lima jam itu.
Mengawali rapat, Fary menyesalkan terjadinya kecelakaan selama musim mudik Lebaran 2018, khususnya tenggelamnya kapal KM Sinar Bangun di Danau Toba, Sumatera Utara (Sumut) dan KM Lestari Maju di perairan Selayar, Sulawesi Selatan (Sulsel) yang mengakiÂbatkan ratusan korban luka-luka hingga meninggal dunia.
"Kami minta penjelasan dari pemerintah tentang banyaknya kecelakaan kapal selama periode Lebaran," ucap Fary.
Politikus Gerindra ini berharap, ke depan, ada perbaikan menyeluruh di sektor transporÂtasi, baik darat, laut dan udara sehingga kasus kecelakaan terseÂbut tidak terulang lagi kemudian hari. "Kasus ini harus menjadi pelajaran penting di masa deÂpan," tandasnya.
Selain itu, Fary mengkritik sistem one way di jalan tol sepanÂjang 290 kilometer saat arus balik Lebaran. Pasalnya, sistem terseÂbut menyebabkan kemacetan parah di jalan arteri Pantura yang sangat dikeluhkan masyarakat.
"Seharusnya pemerintah melakukan sosialisasi terlebih daÂhulu, sehingga masyarakat bisa mengantisipasi titik mana saja yang akan diterapkan sistem tersebut," sarannya.
Usai Fary menyampaikan kaÂlimat pembuka, giliran anggota Dewan dipersilakan bertanya kepada lima menteri dan kepala lembaga yang hadir. Beberapa anggota menyoroti tajam kinerja Basarnas dalam menangani tenggelamnya KM Sinar Bangun IV di Danau Toba dan KM Lestari Maju di Perairan Selayar.
Anggota Komisi V DPR Anton Sihombing mempertanyakan kinerja Basarnas dalam upaya menangani tenggelamnya KM Sinar Bangun.
"Kenapa jumlah korban meninggal KM Sinar Bangun disepakati? Jangan sekali-sekali ngomong kata itu." tandasnya.
Sebab, bila korban meninggal disepakati bersama, kata Anton, bagaimana dengan kondisi arÂwah korban yang tenggelam karena kecelakaan kapal tersebut.
"Ini tentu sangat menyingÂgung keluarga korban yang tidak semuanya setuju," ucapnya.
Selain itu, Anton mengeluhkan lambannya pengerahan helikopter milik Basarnas yang baru ada di lokasi kejadian setelah beberapa hari terjadinya kecelakaan.
"Ini kecelakaan hari Kamis tapi Senin baru ada helikopter. Padahal sebelumnya, heli Basarnas semÂpat digunakan salah satu menteri untuk menghadiri hajatan salah satu bupati?" tanyanya.
Lantaran itu, Anton memÂpertanyakan keprofesionalan Basarnas dalam menangani kecelakaan KM Sinar Bangun. Apalagi, lokasi kecelakaan tidak jauh dari daratan dan bukan di Samudera Hindia. "Kenapa tidak bilang saja tidak bisa menangani pekerjaan ini?" kritiknya.
Politikus Golkar ini mengaku sangat sedih dengan tenggelamÂnya KM Sinar Bangun karena 80 persen penumpang merupakan masyarakat yang berada di dapÂilnya, Sumatera Utara III yang meliputi Asahan, Tanjung Balai, Pematang Siantar, Simalungun, Pakpak Barat, Dairi, Karo, Binjai, Langkat dan Batubara. "Jadi, banyak masyarakat di dapil yang berduka," tutur Anton.
Tak kalah garang, kritikan juga datang dari anggota Komisi V DPRRendy Lamajido. Dia mengingatkan, tujuan berdirinya Basarnas adalah menyelamatkan jiwa manusia.
Rendy menuturkan, kecelaÂkaan KM Sinar Bangun di Danau Toba terjadi pukul 16.00 WIB. Dalam waktu 25 menit kemudian, Kabasarnas baru menerima informasi tenggelamÂnya kapal tersebut. "Ini Bapak gagal karena lambat menerima informasi," nilainya.
Seharusnya, kata politikus PDIP ini, sesaat setelah terÂjadi kecelakaan kapal di seluruh Indonesia, Kabasarnas harus sudah mengetahuinya dan tidak boleh telat dalam memberikan pertolongan. "Kalau telat, korÂban kapal tenggelam semua dan mati," kritiknya,
Seharusnya, lanjut Rendy, sesaat setelah ada kecelakaan, Kabasarnas menerbangkan perÂsonel Basarnas yang terdekat lokasi kejadian agar segera memberikan pertolongan. "Kalau lebih dari dua jam baru menolong, apa gunanya Bapak di situ?" tanyanya.
Selain itu, Rendy menilai, lambatnya Basarnas menolongkorban KM Sinar Bangun menunjukkan personelnya tidak menguasai medan di Danau Toba. Akibatnya, jumlah korban yang meninggal dalam tenggelamnya kapal tersebut sangat banyak.
"Kalau menguasai medan, saya kira tidak banyak korban yang meninggal," tandasnya.
Kabasarnas: Tidak Semua Kapal Dilengkapi EPIRB
Menanggapi sorotan tajam Komisi V DPR, Kabasarnas M Syaugi menyatakan, pengumuÂman jumlah korban meninggal di KM Sinar Bangun bukan merupakan kewenangannya untuk menjelaskan.
Tetapi, karena dirinya didesak media untuk menjelaskan jumÂlah korban kecelakaan, maka ia bicara. "Jadi, jumlah korban KM Sinar Bangun yang kami sampaikan, sudah diverifikasiKepolisian, Jasa Raharja, Pemerintah Kabupaten dan Dinas Perhubungan," tandasnya.
Syaugi juga mempertanyakan tudingan soal ketidakseriusan Basarnas dalam menolong korban KM Sinar Bangun. "Kami bingung tidak seriusnya dimana? Karena yang jelas, personel kami selama libur Lebaran tidak ada yang cuti sama sekali. Kami juga mengerahkan 150 orang ke sana," ucapnya.
Dengan banyaknya personel Basarnas yang dilibatkan dalam operasi tenggelamnya KM Sinar Bangun, dia menegaskan sebaÂgai bentuk keseriusan lembaganya dalam membantu korban.
"Bahkan, saya dan beberapa eselon satu dan dua selalu stand by di lokasi kejadian selama hampir dua minggu," tandasnya.
Soal helikopter yang terlamÂbat datang ke lokasi kejadian, Syaugi menyatakan bahwa seÂluruh heli masih siaga Lebaran. Saat itu, enam heli yang dimiliki Basarnas juga tersebar di enam wilayah yaitu, Bali, Surabaya, Tanjung Pinang, Jakarta dan Merak. "Karena perjalanan cukup jauh, jadi dua hari baru sampai ke lokasi kejadian," ucapnya.
Selain itu, Syaugi menyamÂpaikan bahwa tidak semua kapal di Indonesia dilengkapi alat emergency position indicating
radio beacon (EPIRB). Padahal bila ada alat tersebut, menurutÂnya, dalam waktu tiga menit pihaknya sudah mengetahui ada kapal tenggelam dan segera memberikan pertolongan. "Kami punya alat yang bisa mendeteksi seluruh kapal beroperasi bila ada alat tersebut," tandasnya. ***