"Saksi menjalani pemerikÂsaan pada pukul 11.00 WIB. Diperiksa untuk tersangka WWN," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah.
Damis diperiksa selama tujuh jam. "Seluruh teknis penanganan perkara mulai dari pendaftaran, penentuan majelis hakim sampai pada putusan diklarifikasi, keÂpada saksi," beber Febri.
Lembaga antirasuah juga mengorek Damis mengenai sepak terjang hakim Widya. Keterangan Damis, lanjut Febri, membantu KPK untuk menunÂtaskan penyidikan kasus ini.
Usai diperiksa, Damis menÂgaku tak tahu menahu kelakuan hakim Widya saat menyidanÂgkan perkara. Ia berdalih baru dua bulan menjabat Ketua PN Tangerang. "Sebelumnya saya Wakil Kepala PN Makassar. Jadi saya tidak ngerti tentang fee-fee ini," katanya.
Sebagai ketua pengadilan, ia sering mengingatkan anak buahnya agar tak menerima pemberian dalam bentuk apapÂun. "Semua standar sudah saya lakukan. Beberapa kali sudah saya ingatkan, baik secara perÂsonal atau pegawai maupun khusus pada yang bersangkuÂtan," ujarnya.
Menurut Damis, kasus suap yang menjerat hakim Widya menjadi peringatan bagi jajaran PN Tangerang. Ia akan lebih giat mengingatkan jajarannya setiap dua jam sekali. "Termasuk memberi peringatan kepada pengunjung sidang untuk tidak memberikan suap," katanya.
Sebelumnya, juga memangÂgil Hasanuddin, hakim PN Tangerang untuk menjadi saksi kasus ini. Hasanuddin dan Wahyu Widya Nurfitri adalah majelis hakim yang menangani perkara wanprestasi Hj Momoh cs.
Widya yang lebih senior diÂtunjuk menjadi ketua majelis hakim perkara ini. Sedangkan Sedangkan Hasanuddin hakim anggota.
Hasanuddin diperiksa berkaitan dengan pembacaan puÂtusan yang sempat ditunda beÂberapa kali. Ia juga dikorek mengenai draft putusan yang akan dibacakan.
Hakim Widya diketahui beÂberapa kali menunda pembaÂcaan putusan lantaran belum menerima suap dari pihak yang berperkara.
Widya menangani perkara perdata nomor 426/Pdt.G/2017/ PN Tng. Dalam perkara Winarno menggugat Hj Momoh, Bahrun Amin dan ahli waris H Achmad lainnya karena ingkar janji (wanprestasi) menyerahkan surat tanah.
Dalam tuntutannya, Winarno meminta majelis hakim menyaÂtakan sah pembayaran kepada para tergugat selaku ahli waris H Achmad sebesar Rp1,031 miliar terkait pembelian empat bidang tanah H Achmad di Cipondoh, Kota Tangerang.
Agar gugatannya dikabulkan, kuasa hukum Winarno, Agus Wiratno dan HM Saipuddin menyuap hakim Widya melalui Panitera Pengganti Tuti Atika.
Awalnya, Agus mendapat inÂformasi dari Tuti bahwa gugaÂtan kliennyanya bakal ditolak. Rencananya putusan akan dibaÂcakan pada 27 Februari 2018. Namun ditunda lantaran Tuti pergi umroh. Pembacaan putusan dijadwalkan 8 Maret 2018.
Atas persetujuan Saipuddin, Agus menemui Tuti sehari sebeÂlum pembacaan putusan. Ia memÂbawa uang suap Rp7,5 juta.
Uang diserahkan kepada Tuti, lalu diteruskan ke hakim Widya. "Namun, uang tersebut dinilai kurang sehingga akhirnya disÂepakati nilainya menjadi Rp 30 juta," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.
Hingga menjelang pembacaan putusan 8 Maret 2018, Agus belum juga menyerahkan uang Rp 22,5 juta untuk menggenapi komitmen Rp 30 juta.
Hakim Widya pun memutusÂkan menunda pembacaan putuÂsan. Kali ini alasannya hakim sedang ke luar kota.
Pembacaan putusan dijadwalÂkan 13 Maret 2018. Sehari sebeÂlum sidang itu, Agus datang ke PN Tangerang membawa uang Rp 22,5 juta untuk menggenapi komitmen suap.
Usai menyerahkan uang keÂpada Tuti, Agus dicocok tim KPK di halaman pengadilan. Selanjutnya, tim KPK menangÂkap Tuti, Saipuddin dan Widya. Keempatnya kemudian ditetapÂkan sebagai tersangka. ***
BERITA TERKAIT: