Dalam rapat kerja (raker) denÂgan Komisi III DPR di Senayan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkapkan rencana peÂlimpahan perkara kondensat ke penuntutan.
Polri, kata Tito, sudah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung mengenai pelimpahan perkara tanpa kehadiran tersangka.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto menambahkan perkara Honggo dapat diadili secara in absentia.
"Sudah dilakukan pembahasan (dengan kejaksaan) dan dicapai kesepakatan untuk mengatasi kendala (ketidakhadiran terÂsangka) tersebut," kata jenderal bintang itu.
Menurut Ari Dono, sidang in absentia itu mengacu kepada Pasal 38 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Pasal itu berbunyi: dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa keÂhadirannya.
Meski begitu, Ari Dono berjanji terus mencari keberadaan Honggo di luar negeri. "Pelacakan tersangka dilaksanakan bekerja sama dengan kepolisian negara lain yang tergabung dalam Interpol," katanya.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Adi Toegarisman mengamini adanya kesepakatan mengenai perkara Honggo disÂidangkan secara in absentia.
"Kalau sudah dipanggil, dicari ke mana-mana namun tidak ada orangnya, terpaksa digelar sidang in absentia," kata Adi. Namun ia mewanti-wanti kepada kepolisian agar terus menÂcari Honggo.
Untuk diketahui, berkas perkaÂra korupsi penjualan kondensat yang merugikan negara Rp 35 triliun telah dinyatakan lengkap sejak awal Januari 2018.
Pada 8 Januari 2018 sedianya dilakukan pelimpahan tahap dua (tersangka dan barang bukti) dari Bareskrim ke Kejaksaan Agung. Namun dibatalkan.
Padahal, dua tersangka Raden Priyono (bekas Kepala Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas/ BPMigas) dan Djoko Harsono (bekas Deputi Finansial, Ekonomi dan Pemasaran BPMigas), sudah datang ke Bareskrim meÂmenuhi panggilan pelimpahan perkara. "Kita disuruh balik," kata Supriyadi Adi, penasihat hukum Priyono.
Menurut Supriyadi, Bareskrim tak menjelaskan alasan pemÂbatalan pelimpahan. Hanya disebutkan masih ada masalah teknis. "Belum bisa. Itu saja. Saya enggak tahu. Tanya ke sana (Bareskrim) saja," sarannya.
Sementara tersangka Honggo tak nongol. "Sudah dilakukan pemanggilan kepada Saudara Honggo melalui pengacara dan keluarganya," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim, Brigadir Jenderal Agung Setya.
Belakangan diketahui pelimpahan batal lantaran hanya dua tersangka yang dihadirkan. "Tersangka ada tiga itu. Semuanya harus diserahkan dalam waku bersamaan biar penyelesaian lebih cepat," pinta Jaksa Agung M Prasetyo.
Menurut Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto menambahkan, pelimpahan tersangka menunggu kesÂiapan kejaksaan selaku penuntut umum perkara ini.
"Jadi gini, tahap dua itu tunggudari Kejaksaan. Kalau kami serahkan, mereka belum siap kan, jadi harus ditunggu," kata Setyo.
Menurut Setyo, Polri akan mengirim tim ke Singapura untuk mengecek keberadaan Honggo. Selama ini pria itu bermukim di negara tetangga untuk perawatan jantung.
"Informasinya masih sakit. Kami akan cek lagi nanti. Penyidik bisa cek ke sana nanti," kata jenderal bintang dua itu.
Kilas Balik
Pakai Paspor Palsu, Eks Bos TPPI Sulit Terlacak Honggo Wendratno tak diketahui keberadaannya di Singapura. Bekas pemilik TPPI itu dicurigai telah meninggalÂkan negara tetangga itu dengan paspor palsu. Upaya ini untuk meloloskan diri dari pelacakan Interpol, perwakilan Polri di Singapura dan Ditjen Imigrasi.
Kepala Penerangan Umum Humas Polri, Komisaris Besar Martinus Sitompul menjelaskan, kepolisian telah mengecek keberadaan Honggo di Singapura.
Senior Liaison Officer (SLO) Polri di negara itu melaporkan tak menemuÂkan keberadaan tersangka itu.
Martinus menjelaskan, pengecekan keberadaan Honggo dilakukan di rumah sakit tempat dia semula menjalani perawatan jantung, alamat TPPI, dan keÂdiaman tersangka di Singapura. "Tidak ditemukan keberadaanÂnya," katanya.
Laporan dari SLO Polri juga menyebutkan alamat TPPI di Singapura ternyata bukan kanÂtor perusahaan itu. Pelacakan keberadaan tersangka juga dilakÂsanakan di Indonesia. Tim Polri menyatroni kediaman Honggo di Jalan Paku Buwono, Jakarta Selatan dan telah bertemu keluarganya. Keluarga menolak memÂberitahu keberadaan Honggo.
Menurut Martinus, Polri akan mengembangkan beberapa cara untuk memperoleh informasi keberadaan Honggo yang sudah dimasukkan dalam daftar red noÂtice Intepol. "(
Red notice) sudah sejak 2017," tuturnya.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setya Wasisto mengatakan, pelacakan Honggo juga dilakukan dengan bantuan Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
"Kita cek ke Imigrasi, dia gunakan paspor nomorberapa. Kita track (lacak) aja. Itu seluruh dunia bisa di-track," katanya.
Namun hingga kini tidak ditemukan data perlintasan antar negara dengan paspor atas nama Honggo. Dari sini munculkecurigaan Honggo keluar Singapura memakai identitas atau paspor palsu.
Setya mencontohkan Djoko Tjandra yang berhasil kabur ke Papua Nugini dengan paspor palsu. Jika modus ini juga diÂpakai Honggo, dia bisa lolos dari pelacakan. "Akan lebih sulit pelacakannya," ujarnya.
Pemerintah Singapura ikut angkat bicara mengenai Honggo setelah tersangka itu tak pulang-pulang ke Indonesia untuk menÂjalani proses hukum.Kementerian Luar Negeri Singapura telah memberikan informasi mengenai Honggo kepada pihak Indonesia.
"Dalam merespons artikel di media-media Indonesia yang memuat komentar Jaksa Agung M Prasetyo dan beberapa pejabat senior Polri mengenai keberadaan Honggo Wendratno, Juru Bicara Kemlu menegaskan: Honggo Wendratno tidak berada di Singapura," demikian penguÂmuman yang dirilis Kementerian Luar Negeri Singapura, Sabtu 13 Januari 2018.
Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri Singapura menegaskan kesediaannya memberikan bantuan penuh pada Indonesia sesuai dengan batas wewenang hukum dan kewajiban internasional untuk melacak keÂberadaan Honggo. ***
BERITA TERKAIT: