Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Lagi, Bekas Dirut BUMN Dikerangkeng Kejaksaan

Kasus Pengadaan & Kegiatan Fiktif

Rabu, 07 Maret 2018, 09:31 WIB
Lagi, Bekas Dirut BUMN Dikerangkeng Kejaksaan
Foto/Net
rmol news logo Lagi, bekas direksi BUMN dikerangkeng kejaksaan. Kali ini, Aris Yunanto, Direktur Utama PT Energy Management Indonesia (EMI) periode 2014-2016.
Selamat Berpuasa

Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Sarjono Turin membe­narkan penahanan terhadap Aris Yunanto.

Bersamaan, penyidik Kejati DKI juga menjebloskan Direktur PT Sinergi Niaga Lestari, Rizki Hikmawan ke sel. "Keduanya ditahan tahap pertama selama 20 hari di Rumah Tahanan Cipinang," kata Turin.

Bekas Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan itu mengungkap pihaknya sudah memiliki cukup bukti kasus yang menjerat kedua orang itu.

"Untuk mempercepat proses pemberkasan perkara, kita lakukan penahanan. Sebentar lagi (berkas perkara) lengkap," ujarnya.

Turin menyebutkan pihaknya masih mengembangkan penyidikan kasus ini. "Kita masih melakukan beberapa kali pe­manggilan dan pemeriksaan pa­da kedua tersangka," katanya.

Pemeriksaan lanjutan terhadap kedua tersangka untuk menelusuri dugaan keterlibatan pihak lain. "Kita masih. Kemungkinan tersangka bisa bertambah," ucapnya.

Berdasarkan penyidikan ke­jaksaan, ada tiga modus pengangsiran duit PT EMI yang dilakukan kedua tersangka. Pertama, membuat surat kontrak membuat surat kontrak proyek pengadaan hidrogen peroksida dari tahun 2014 sampai 2016.

Namun ternyata, proyek yang digarap PT Sinergi Niaga Lestari tidak ada alias fiktif. Sementara anggaran untuk proyek tersebut telah dicairkan.

"Barangnya sama sekali tidak ada bentuknya. Kita sudah cek itu," tandas Turin.

Penggerogotan duit perusa­haan negara yang bergerak di bidang konservasi energi itu juga dengan modus menggelar sejumlah kegiatan dalam rangka memperingati Hari Bumi.

Dilaporkan, PT EMI melaku­kan kegiatan bakti sosial. Namun setelah dokumen-dokumen pelaksanaan dicocokkan, ternyata kegiatan itu fiktif belaka.

Modus ketiga, Aris mengeluar­kan kebijakan bahwa perusahaan bisa menganggarkan pemberian pesangon kepada para pensiunan dalam bentuk pinjaman dana. Pada praktiknya, sebut Turin, Aris sendiri ikut meminjam dana dan tidak pernah mengembali­kan duit perusahaan.

Turin belum bersedia mengungkapkan duit perusa­haan yang dikantongi Aris. "Itu masih dalam tahap pengemban­gan," elaknya.

Pengusutan kasus ini dimulai sejak tahun lalu. Pada Oktober 2017, kejaksaan meningkatkan status dari penyelidikan ke pe­nyidikan. Tiga bulan kemudian, Januari 2018 kejaksaan merilis penetapan Aris dan Rizki seba­gai tersangka.

"Kejaksaan Tinggi DKI telah menetapkan tersangka dalam tindak pidana korupsi pengelo­laan keuangan dan investasi PT EMI tahun 2014-2016. Adapun kedua tersangka tersebut salah satunya AY, yang saat itu men­jabat Direktur Utama PT EMI," papar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI, Nirwan Nawawi.

Nirwan membeberkan, satu modus korupsi yang dilaku­kan kedua tersangka adalah jual-beli hidrogen peroksida. "Modus yang digunakan AY ada­lah merekayasa order jual-beli hidrogen peroksida dan meng­gunakan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi. Perbuatan AY diduga telah menimbulkan kerugian negara Rp 4,8 miliar,"  ungkapnya.

Kedua tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.

Kilas Balik
Lokasi Tambang Batu Bara PT TME Ternyata Masih Perkebunan Karet

Terima Kucuran Duit PLN Rp 477 Miliar

Belum lama, Kejati DKI juga menahan Khairil Wahyuni, be­kas direksi BUMN. Ia terjerat kasus pengadaan batu bara untuk pembangkit listrik ketika men­jabat Direktur Utama PT PLN Batu Bara (anak usaha PLN).

Kasus ini merugikan negara Rp 477 miliar. Kejaksaan pun menelusuri ke mana karinya duit jumbo itu. "Kita telusuri ke mana uangnya," kata Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI, Sarjono Turin.

Untuk menyediakan bahan ba­kar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), PLN Batu Bara bekerja sama dengan PT Tansri Madjid Energi, yang memi­liki Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara di Muara Enim, Sumatera Selatan.

Nilai kontraknya Rp 1,35 tril­iun. Kontrak diteken tahun 2012 silam. Sebagai uang muka PLN Batu Bara menggelontorkan Rp 30 miliar. Selanjutnya PLN Batu Bara mengucurkan Rp 447 miliar secara bertahap.

"Uang sudah dicairkan, tapi tidak ada progress proyek. Lahannya masih kebun karet," sebut Turin. Temuan itu diperoleh setelah tim penyidik meninjau lokasi penambangan PT Tansri Madjid Energi di Muara Enim.

PT Tansri Madjid Energi mengklaim memiliki lahan konsesi tambang batu bara seluas 9 ribu hektar di empat kecamatan. "Ternyata sebagian besar masih milik masyarakat. Hanya 10 hektar yang sudah dibebaskan," ungkap Turin.

Lahan milik PT Tansri Madjid Energi itu pun disita untuk menutupi kerugian negara. Turin menyebutkan kerugian negara mencapai Rp 477 miliar. "Total lost," tandasnya.

Kesimpulan sementara itu dida­pat setelah penyidik melakukan gelar perkara bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kejaksaan masih menunggu perhitungan kerugian negara dari BPKP.

Dalam kasus ini, Kejati DKI telah menetapkan dua tersang­ka. Mereka adalah Kokos Leo Liem, pemilik PT Tansri Madjid Energi, dan Khairil Wahyuni.

Usai menjalani pemeriksaan Jumat 2 Maret 2018, Kokos dan Khairil digiring ke Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. "Untuk tahap pertama ditahan selama 20 hari," kata Turin.

Kokos enggan berkomentar mengenai kasus yang menjerat­nya. "Ini kasus lama," katanya ketika digiring ke mobil tahanan.

Sedangkan Khairil mengaku mencairkan dana kerja sama operasi penambangan batu ba­ra dengan PT Tansri Madjid Energi karena ada kajian dari Sucofindo.

Kajian Sucofindo menyim­pulkan kandungan batu bara di lokasi penambangan PT Tansri Madjid Energi di Muara Enim memenuhi syarat untuk bahan bakar PLTU.

Dalam penyidikan kasus ini, penyidik Kejati DKI telah memeriksa pihak Sucofindo. Diduga hasil kajian Sucofindo itu palsu. "Pihak Sucofindo menyatakan tidak pernah mem­berikan analisis report untuk PT TME," tandas Turin.

Turin menegaskan, kedua tersangka diduga melakukan perbuatan melanggar hukum dalam kontrak kerja sama ini. "Pencairan dana kerja sama juga tidak sesuai SOP (standar opera­si dan prosedur) yang ditetapkan PLN," sebut Turin.

Kokos dan Khairil dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA