WAWANCARA

Yasonna Laoly: Kami Tak Mampu Tambah Rumah Detensi

Senin, 05 Februari 2018, 08:00 WIB
Yasonna Laoly: Kami Tak Mampu Tambah Rumah Detensi
Yasonna Laoly/Net
rmol news logo Akhir pekan ini, para pengungsi dari Afghanistan dan Sudan masih membeludak di trotoar depan rumah detensi imi­grasi, Kalideres, Jakarta Barat. Meski berada di tempat yang kurang layak itu sejak Desember, namun pihak rumah detensi imi­grasi belum juga mengizinkan mereka untuk masuk.

Kepala rumah detensi imigrasi Kalideres Jakarta Barat Morina Harahap mengatakan, saat ini rumah penampungan itu kelebihan kapasitas. Morina mengungkapkan, rumah detensi imigrasi memiliki 51 kamar yang idealnya untuk menampung 85 sampai 102 orang. Namun saat ini sudah diisi 429 orang. Sebanyak 212 merupakan pe­langgar imigrasi, sisanya adalah pengungsi. Lantas bagaimana Kemenkumhan menyelesaikan masalah ini? Berikut penu­turan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Rumah detensi imigrasi katanya sudah over capasity. Apa betul?
Jadi memang di Kalideres itu persoalan. Sebetulnya mereka itu adalah imigran-imigran mandiri. Mereka masuk resmi kemudian mendaftar di UNHCR (badan PBB yang mengurus masalah pengungsi), dan menjadi pen­gungsi mandiri. Seharusnya mereka enggak bisa dibiayai. Pernah diwawancara oleh stasiun televisi ternyata mereka minta ke Australia. Sementara Australia sekarang sudah menutup pintu. Akhirnya kita yang menanggung bebannya, sementara detensi kami terbatas.

Memangnya seberapa besar kapasitas rumah detensi imi­grasi itu?

Jumlah yang bisa kami tam­pung paling hanya sekitar 3.000 orang. Nah, yang illegal imi­gran pengungsi seperti dari Afganistan dan Srilanka itu ditangani IOM (International Organization for Migration) dan dimasukan ke community house itu ada, tetapi sebagian juga di detensi kami. Detensi kami kan terbatas, tidak cukup untuk menanpung yang sangat besar jumlahnya. Maka dalam Perpres (Peraturan Presiden) Nomor 125 seharusnya pemda juga ikut bertanggungjawab. Masalahnya pemda juga tidak punya resources.

Kenapa kok sampai harusmelibatkan Pemda, memangnya anggaran dari Kemenkumham sudah tak sanggup untuk meng-cover biayanya?
Untuk melayani paspor sa­ja keuangan kami ini, karena dengan pengurangan PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) kami (untuk pengurusan) visa saja sudah kehilangan Rp 1,3 triliun tiap tahun. Makanya kemampuan kami melayani yang begitu besar itu menjadi kurang, baik untuk penyediaan fasilitas ataupun lainnya. Untuk itu saya kira lembaga-lembaga terkait, lembaga internasional jangan hanya menuntut pemerintah Indonesia. Mereka juga seharusnya memberi perhatian untuk menangani mereka (pengungsi) yang mandiri. Yang masuk resmi baru jadi menjadi beban kita.

Memangnya berapa banyak sih jumlah pengungsi luar negeri yang ada di Indonesia?
Sekitar 13 ribu lebih. Mereka itu pencari suaka dan pengungsi. Pengungsi mandiri sekitar 5.000, dan sisanya ditampung oleh Direktorat Imigrasi melalui rumah detensi dan community house. Rumah detensi cuma 13 jumlahnya, yang terbesar di Riau, sementara di Tanjung Pinang hanya bisa menampung 400 orang. Rata-rata kapasitas rumah detensi itu bisa menampung 150-200 orang. Jadi total hanya mampu menampung 2.000-3.000 orang. Sesuai den­gan Perpres, pemda ditugaskan untuk menampung pengungsi dan pencari suaka yang baru ditemukan. Yang mandiri ini menjadi persoalan kami, karena ketika kehabisan uang dia ke­mudian melakukan unjuk rasa seperti kemarin di Kalideres. Beberapa waktu yang lalu mereka unjuk rasa juga di depan kantor UNHCR. Ini kan dilema buat kita.

Kenapa dilema?

Di satu sisi berdasarkan hu­kum internasional kami enggak bisa mengusir mereka begitu saja. Tapi di sisi lain, pada be­berapa daerah ini sudah menjadi beban, sehingga menyebabkan keberatan dan penolakan. Lalu juga ada kecemburuan sosial di masyarakat kita. ereka ditempatkan di community house, diberikan uang tiap bulan.

Mereka di situ melahirkan, tambah jumlahnya. Pada saat yang sama mereka butuh seko­lah, butuh ini itu, tapi berdasar­kan ketentuan internasional kami bisa melakukan itu (mengusir). Tapi mereka terus menjadi beban kami, itu persoalannya.

Memang tidak ada upaya yang bisa dilakukan, seperti menambah tempat penam­pungan misalnya?

Kami tidak punya kemampuan untuk menambah rumah detensi terus. Kami lebih mengutama­kan pembangunan kantor imi­grasi. Kantor imigrasi kita hanya 125, padahal ada lebih dari 500 kabupaten/kota. Jadi satu kan­tor imigrasi ada yang melayani empat kabupaten. Lebih bagus uangnya kami gunakan untuk membuat kantor imigrasi.

Jadi meningkatnya jumlah middle class, kaum kelas me­nengah ini membuat permintaanpaspor meningkat. Karena seka­rang banyak orang yang kalau ada uang, tidak lagi pergi ke Bali. Mereka pilih pergi ke Singapura, Malaysia, Thailand, dan eropa. Jumlah orang yang umroh juga meningkat, karena keterbatasan kuota haji. Ini penambahannya sangat signifikan.

Makanya kami harus melaya­ninya. Maka numpuk orang di kantor imigrasi itu memang san­gat memberatkan sekali. Maka kreatifitas kami untuk membuat inovasi pelayanan publik seperti jemput bola menggunakan mobil keliling, membuka waktu sore diluar jam kerja, sabtu ataupun mempercepat waktu kerja dari jam 6, memperlambat waktu pulang jam 8. Ini semua harus kita lakukan di tengah keterbatasan SDM.

Terkait penyelesaian masalah ini harapan Anda apa?
Jadi harpan saya supaya seluruh jajaran keimigrasian meningkatkan pelayanan ter­baik kepada masyarakat, baik pelayanan penerbitan paspor maupum penerbitan visa. Tapi utamanya, penerbitan visa dalam rangka mendorong investasi pada pekerja ataupun orang-orang yang masuk ke Indonesia untuk berinvestasi.

Ini arahan Presiden, visa ijin tinggal. Kemudian juga da­lam rangka penegakan hukum keimigrasian, kita tetap berlaku profesional, menjaga tatakrama yang baik. Dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang mela­wan hukum, ini kita lakukan.

Lalu apa yang dilakukan guna mengatasi masalah pen­ingkatan kebutuhan paspor ini?

Ada beberapa kerja sama yang kami laksanakan tadi ada dengan Polri ada dengan PT Pos. Saat ini ada dua unit mobil keliling paspor keliling, nanti secara ber­tahap akan kami tambah, guna merespon permintaan paspor yang tinggi setiap tahunnya.

Jika sebelumnya di car free day kami laksanakan aksi simpatik, nanti mobil keliling ini juga kami drop di car free day di Jakarta. Memang bentuk pelayanannya tentu sangat terbatas. Jadi yang bersangkutan hanya bisa ambil paspornya di kantor imigrasi atau di PT Pos. Cara ini menghemat waktu penerimaan paspor. Kami terus memperbaiki sistem online agar tidak mudah dibajak.

Pelayanan paspor itu seka­rang ada berapa tempat?

Jadi kalau hari kerja itu di semua kantor imigrasi, di ULP (Unit Layanan Paspor) ada layanan ULP, yang baru ada UKK (Unit Kerja Keimigrasian) ada beberapa yang kita bersama pemda, ada mal dan beberapa lokasi pelayanan publik yang di Jakarta. Selain itu kami juga bekerja sama dengan pemda.

Kalau kami kekurangan orang, kami melatih pegawai pemda yang bisa diperbantukan supaya bisa melayani kebutuhan paspor. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA