Akibatnya, ratusan mobil yang tidak tertampung nekat memarkirkan kendaraan di dua lajur paling kiri Jalan Medan Merdeka Selatan dan Merdeka Barat, baik yang mengarah Bundaran Patung Kuda maupun arah Stasiun Gambir. Kondisi tersebut membuat kemacetan parah di jalan protokol itu. Beberapa anggota kepolisian yang berjaga-jaga di sekitar lokasi, terus mengimbau pengeÂmudi agar tidak memarkir kendÂaraan di tiga lajur Jalan Medan Merdeka Selatan dan Barat.
"Kami mohon maaf, karena membuat macet jalan. Kami hanya ingin menyampaikan tuntutan yang sangat merugikan pengemudi," ujar Dani, salah satu pengemudi taksi online di depan Gedung Kemenhub, kemarin.
Kendati macet parah, kenÂdaraan yang melewati Jalan Medan Merdeka Selatan dan Barat tetap bisa melewati jalur busway yang memang cukup steril. Sementara, di tengah masÂsa aksi telah tersedia dua mobil komando. Dua spanduk berukuÂran besar telah terpasang di mobil jenis pick up. Tulisannya, "Spot Raya" atau Serikat pengemudi online Tegal Raya. Di sekeliling mobil komando ribuan massa terus meneriakkan yel-yel menoÂlak Permenhub. Situasi semakin "panas" ketika perwakilan masÂsa dari Aliansi Nasional Driver Online (Aliando) melakukan orasi. "Menhub bilang pengeÂmudi taksi online setuju dengan Permenhub Nomor 108, itu bohong!" teriak salah seorang orator yang bernama Baja denÂgan penuh semangat.
Baja menegaskan, seluruh massa akan terus bertahan hingga Permenhub tersebut dibatalkan. Setelah berorasi selama lebih dari satu jam, akhirnya Menhub mengundang 15 perwakilan penÂdemo untuk bertemu di Gedung Cipta. Selama lebih dari 4 jam, kedua belah pihak saling berbiÂcara, dan akhirnya dicapai kesÂepakatan. Pertama, pengemudi mengeluhkan aturan perusahaan yang sering membekukan (susÂpend) akun para pengemudi secara sepihak. Kedua, mereka meminta untuk difasilitasi menÂgadakan pertemuan dengan apÂlikator (GoJek, Grab dan Uber). Ketiga, desain stiker yang harus ditempel di badan mobil yang digunakan sebagai taksi online.
Menteri Perhubungan (Menhub ) Budi Karya Sumadi menÂegaskan, Permenhub Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, tidak akan dicabut atau direvisi. "Kita cari cara tertentu untuk jembatani kepentingan mereka tentang aplikasi dengan Kominfo, koorÂdinasi dengan aplikator dan kepolisian mengenai SIM," ucap Budi.
Sedangkan di luar gedung, demi mengusir kejenuhan, merÂeka menyetel lagu dangdut Nela Karisma yang berjudul "Jaran Goyang." Mendengar lagu terseÂbut, sebagian massa berjoget ria. Suasana semarak.
Koordinator Aliansi Nasional Driver Online (Aliando) Bowie mengaku sudah menginstrukÂsikan seluruh anggotanya agar demo secara damai. "Kami mengimbau rekan-rekan tetap mengikuti garis komando dan tidak membawa senjata tajam serta benda berbahaya lainnya," ujar Bowi.
Menurut Bowi, massa juga dilarang meneriakkan yel-yel yang mengandung SARA dan politik, serta tidak memproÂvokasi keadaan selama aksi berÂlangsung. "Kami juga melarang sweeping kepada driver yang masih beroperasi," ucapnya.
Bowi menambahkan, selama aksi, massa tidak bisa disusupi karena seluruh peserta memÂbawa pin dan kaos sesuai asal kelompoknya. "Ini mandiri dari kita sendiri untuk berjuang," tandasnya.
Bowi menilai, Permenhub 108 sangat memberatkan sopir taksi online, karena membatasi keberadaan taksi online dengan aturan tentang kewajiban peÂmasangan stiker, batas wilayah operasi juga wajib membuat SIM Umum, dan pembatasan jumlah kuota driver online. "Dari sisi finansial sangat merÂugikan, karena semua aturan itu harus bayar, SIM dan Uji Kir," keluhnya.
Untuk itu, dia menyatakan akan terus menggelar unjuk rasa bila tuntutan dibatalkannya Permenhub Nomor 108 tidak dipenuhi. "Kami akan demo tiap minggu sampai aturan itu dibatalkan," tandasnya.
Sopir taksi online Dani meÂnambahkan, saat unjuk rasa, tidak semua pengemudi membaÂwa kendaraannya karena dikhaÂwatirkan akan membuat kemacÂetan parah. "Akhirnya kami sepakati, satu mobil ditumpangi empat orang," kata pengemudi asal Jakarta Utara ini.
Dia menilai, Permenhub Nomor 108 Tahun 2017 hanya menguntungkan pengusaha. Sehingga, semua pengemuÂdi menolak aturan tersebut. "Aturan itu sangat merugikan sopir," ujar Dani, kemarin.
Menurut Dani, aturan yang sangat memberatkan para pengeÂmudi adalah uji kir. Sebab, denÂgan aturan itu, klaim asuransi mobil tidak ditanggung dan harga turun drastis bila dijual kembali. "Padahal, kami mobil membeli secara kredit selama lima tahun," tandasnya.
Akibat banyaknya aturan yang harus dipenuhi taksi online, lanÂjut Dani, pendapatannya meroÂsot tajam hingga Rp 6 juta setiap bulannya. Pendapatan tersebut hanya cukup untuk membayar cicilan mobil. "Awal-awalnya saya gabung bisa dapat Rp 15 juta sebulan, sehingga kondisi ekonomi rumah tangga memÂbaik," ucap pria yang bergabung sebagai pengemudi taksi online selama dua tahun ini.
Namun, tidak semua pengemuÂdi online menolak Permenhub. Yakni, Front Driver Online Indonesia (FDOI). "Kami meÂnarik dukungan dan menginÂstruksikan kepada 200 driver online yang sedang mengikuti aksi untuk pulang ke rumah masÂing-masing," ucap Ketua Umum FDOI, Bintang Wahyu Saputra.
Menurut Bintang, aksi ini tidak sesuai dengan apa yang direncanakan. Sebab, kata dia, pihaknya berjuang terkait poin-poin Permenhub yang memberÂatkan saja. "Kami tidak menolak Permenhub, hanya poinnya saja," ujarnya.
Selain itu, Bintang meminta agar dibentuk koperasi berÂdasarkan aspirasi para sopir. Sebab, selama ini koperasi tidak mengakomodir kebutuhan para sopir. "Koperasi biasanya lepas tangan jika ada masalah antara driver dan perusahaan aplikasi," katanya.
Dia mencontohkan, bila apÂlikasi driver di-suspend secara tiba-tiba, koperasi hanya tutup mata dan tidak mau tahu dengan permasalahan tersebut. "Seperti