Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Korban Mezzanine BEI Masih Terbaring Lemah

Ditunggui Orangtuanya Di Rumah Sakit

Jumat, 19 Januari 2018, 11:38 WIB
Korban Mezzanine BEI Masih Terbaring Lemah
Foto/Net
rmol news logo Ada 77 korban luka dalam peristiwa ambruknya selasar di Lantai Mezzanine Tower I Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), kawasan SCBD, Jakarta Selatan. Para korban dirawat di sejumlah rumah sakit, tak jauh dari tempat kejadian.

Senin (15/1), jadi hari yang tidak diharapkan Deka Octavia, mahasiswi jurusan Ekonomi Akuntansi, Universitas Bina Darma, Palembang, Sumatera Selatan. Hari itu, dia jadi salah satu korban yang harus dilarikan ke rumah sakit akibat ambruknya selasar Lantai Mezzanine Gedung BEI.

Ruang Pulau Tarempa, RSAL Mintohardjo, jadi tempat Deka bersama sejumlah korban lain­nya dirawat. Selasa (16/1), di atas tempat tidur di ruangan itu, Deka pun bercerita mengenai kejadian yang menimpanya.

Hari itu, Deka memakai serag­am pasien berwarna biru, dengan selang cairan infus menempel di tangannya. Wajahnya masih pu­cat. Suaranya pun masih lemah. Deka disebut sebagai korban terparah dalam peristiwa itu.

Sebelum kejadian, dia men­gaku tak punya firasat apapun. Di pikirannya hari itu, kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) akan berlangsung menyenangkan. "Saya nggak ada firasat apa-apa, biasa aja. Soalnya, tujuan awal ke BEI adalah untuk KKN," ucap Deka.

Kata Deka, saat pertama kali masuk Gedung BEI sekitar jam 11.45, dia bersama kelompokrekannya yang lain, langsungdiarahkan ke lantai dua Tower II BEI. Ketika itu, ada dosen yang memerintahkan agar se­mua rombongan yang berkisar 30 orang, menunggu di Lantai Mezzanine. Lalu, samar-samar terdengar bunyi kreekk, dan Lantai Mezzanine roboh.

"Pas mau jatuh kedengaran bunyi 'krek'. Belum sempat lari sudah roboh," ceritanya.

Saat lantai sudah runtuh, Deka mengaku masih sadar. Namun, dia tak mampu bergerak, karena merasa tulangnya ada yang pa­tah. Deka juga melihat sahabat­nya tergeletak, wajahnya penuh darah menetes dari dahi. Tapi dirinya tak mampu menolong.

"Sedih banget. Nggak bisa saling tolong. Ngeliat mukanya itu darah semua kan. Pas saat itu saya nggak ada darah, tapi luka dalam, patah tulang," tuturnya.

Deka menjadi yang pertama dapat pertolongan dari satpam BEI. Karena, posisi jatuhnya paling depan. "Saya ditolong satpam. Yang dievakuasi duluan saya, karena jatuh paling awal, depan sekali, satpam langsung ngangkat," jelasnya.

Satpam membawa Deka ke­luar gedung. Dia ditidurkan di rerumputan depan lobby BEI. Namun , Deka sudah tidak me­lihat lagi dimana sahabatnya. Di pikirannya saat itu, ingin menghubungi orangtuanya. Namun apes, ponsel miliknya hilang. "HP saya hilang, jadi tidak bisa menghubungi mama saya," ujarnya.

Akhirnya Deka diangkut ambulance ke Rumah Sakit Mintoharjo. Tapi tidak bersama sahabatnya itu. Hingga kini, dia masih belum tahu dimana sahabatnya dirawat. "Nggak bisa hubungi siapa-siapa," ucapnya.

Hari itu, Deka tidak sendirian. Ibrahim, orangtuanya yang mendengar kabar tersebut segera datang menemuinya. Tak banyak hal yang bisa dilakukan Ibrahim saat itu, selain menunggu anaknya dioperasi. Sesekali, dia keluar ruangan saat menerima telepon dari kerabatnya.

Ibrahim menyatakan, sejak awal kepergian Deka bersama kampusnya untuk melakukan study tour sekaligus KKN di enam kota, anaknya tampak ce­ria. Tak tersirat apapun akan ada kejadian tak diharapkan itu.

"Awalnya biasa. Pas di kapal saja dia ceria telepon-teleponan sama adiknya. Namun pas ditele­pon dosennya kemarin (Senin lalu), saya kaget dan langsung memutuskan mencari tiket dan pergi dari Palembang bersama istri, pada Selasa pagi," ujar pria berbaju merah ini.

Dia mengaku awalnya menge­tahui kejadian dari informasi di media televisi. Saat tiba di Jakarta dan bertemu Deka, ujar Ibrahim, Deka hanya sering mengeluhkan tangan, kaki, hingga pinggulnya sakit. Meski demikian, dia yakin perawatan dan pemulihan serta perhatian banyak pihak, bisa membantu Deka segera sehat kembali.

"Iya Deka bilang sakit tangan,kaki, pinggul. Kita inti­nya inginyang terbaik saja, apapun itu, kami keluaga per­caya," ucapnya.

Terkait musibah yang menimpaanaknya, Ibrahim mengaku ikhlas. Dia menyatakan, pihak keluarga tak ingin menutut. "Nggak lah, nggak akan itu saya lakukan, ini semua musibah. Kan tiba-tiba itu ambruknya. Jadi saya gak lakukan itulah," ucapnya.

Dokter Bedah Konsultan Digestiv RSAL Mintohardjo Letkol Laut Arif menyatakan, Deka masih dalam tahapan observasi pada bagian dalam perutnya. Berdasarkan pantauan yang di­lakukan pihaknya, ada beberapa bagian yang mengalami luka cukup serius.

"Diindentifikasi ada lima yang serius, tiga sudah dioperasi, tinggal dua itu, satu diobservasi organ Deka. Dia ada multiple fraktur. Kalau dinyatakan organ dalamnya clear, yang dua ini dilanjutkan operasi di bagian bedah tulang," ujar Arif ditemui di tempat yang sama.

Di ruangan yang sama, Firda, korban lainnya, pun bercerita mengenai kejadian yang menim­panya. Saat kejadian, dia bilang sedang berjalan di bagian selasar yang ambruk bersama teman-temannya.

"Itu kami mau ke arah bursa efek, tapi malah ke tempat kayak bank-bank semua. Tiba-tiba semua mahasiswi jatuh. Aku ingetnya ada bunyi kayak besi, terus langsung rubuh jatuh," terang Firda.

Dia tidak pingsan. Tapi, kaki kirinya terjepit puing. Dia men­dengarkan teriakan-teriakan minta tolong. "Aku shock banget karena kaki kiri aku sempat ke jepit runtuhan," katanya.

Firda berusaha bangkit. Dia berhasil keluar dari runtuhan. Dia baru sadar, tangan kirinya patah. "Aku langsung lari keluar gedung," lanjutnya.

Latar Belakang
Penyembuhan Para Korban Selasar BEI Yang Ambruk

Tidak Dibatasi Waktu

Jumlah korban luka akibat ambruknya selasar Lantai Mezzanine Tower II Gedung BEI mencapai 77 orang.

Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Raden Pandowo Argo Yuwono mengatakan, para korban dirawat di RSAL Mintoharjo, RS MRCCC, RS Pusat Pertamina, RS Tarakan, dan RS Jakarta.

Argo menuturkan, petugas telah memeriksa tiga orang saksi terkait kejadian tersebut, yakni petugas keamanan Aston dan Andi Sisworo, serta pengemudi Johanan. Peristiwa terjadi, kata Argo, berawal ketikapara saksi berada di sekitar lobi Tower II BEI di kawasan SCBD Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Senin (15/1) jam 11.55 WIB.

Saat itu, sejumlah mahasiswa melakukan kunjungan. Tiba-tiba terdengar suara kencang dari dalam Tower I BEI. Berdasarkan pemeriksaan, ujar Argo, suara itu berasal dari lantai 1 Tower 2 BEI yang ambruk menimpa sejumlah korban.

"Kemudian alarm gedung berbunyi, area mulai diamankan, security segera menghubungi polisi dan medis," ujar Argo.

Selain itu, ujar Argo, polisi juga mengamankan rekaman kamera tersembunyi, mendataidentitas saksi, mendirikan posko di lokasi, mengirim dan merawat korban luka ke rumah sakit dan menghubungi pihak pengelola gedung BEI.

Terpisah, dari 17 korban yang dirawat di RSAL Mintohardjo, Jakarta Pusat, hingga kemarin, tersisa 7 korban yang masih menjalani proses penanganan. "Sekarang kondisi korban semua stabil, ada 16 korban kemarin ya, yang sudah dipulangkan ada 9 hari ini," ujar Kepala RSAL Mintohardjo, Kolonel Laut Wiweka.

Wiweka menambahkan, tujuh orang tersebut terdiri dari tiga korban dalam proses recovery pasca operasi. Sedangkan, satu korban dalam rangkaian mem­persiapkan operasi, dan tiga lain­nya sedang menjalani observasi terkait organ dalam pada tulang panggul dan tulang duduk.

Dia pun belum bisa memasti­kan tujuh korban runtuhnya sela­sar Gedung BEI, bisa kembali ke rumah. Pihaknya, sambungnya, akan berusaha memberikan pe­layanan terbaik.

"Kita bisa memperkirakan secara pasti, tapi di lapangan bisa ada dinamika lagi, jadi kami tidak berani menyebutkan sekian hari, sekian hari. Saya kira biarkanlah mereka menerima pelayanan yang terbaik. Kita sembuhkan dan tidak terbatas dengan waktu," tuturnya.

Sebelumnya, Wakil Kepala Medis RSAL Mintohardjo, Kolonel Laut Eko Budi Prasetyo menyatakan, korban yang masuk kategori luka serius, masih akan menunggu proses pemulihan paling cepat lima hari ke depan. "Yang untuk operasi 3 orang, fase penyembuhan lukanya itu paling cepat 5 hari," ucapnya.

Sementara, Head Bussiness Development Rumah Sakit Siloam Semanggi, Triana Tambunan menyebutkan, hingga Selasa (16/1), jumlah korban ambruknya selasar BEIyang menjalani op­erasi menjadi 13 dari 28 orang.

"Sore tadi baru terupdate, ada satu lagi setelah visit dokter akan dioperasi. Sehingga, jumlah korban yang dioperasi menjadi 13," kata Triana.

Triana juga menyebutkan, mayoritas korban di tempatnya bek­erja merupakan mahasiswa dari Universitas Bina Dharma. "Ada 20 orang dari Palembang dan sisanya dari Jakarta. Mayoritas adalah mahasiswa," ujarnya.

Selain RSAL Mintohardjo dan Siloam, sebanyak 20 orang korban selasar ambruk Gedung BEIdira­wat di RS Jakarta. "Pasien yang ada di RS Jakarta berjumlah 20 orang, 17 wanita dan tiga laki-la­ki," ujar Manajer Pelayanan Medis RS Jakarta Endah Ernawati.

Endah mengatakan, sebagian besar korban yang dilarikan ke RS Jakarta mengalami patah tulang. Sejauh ini belum ada korban yang membutuhkan tindakan operasi.

"Sebagian besar patah tulang. Sejauh ini masih belum ada yang cito operasi (tindakan operasi segera). Kami masih proses cek and ricek," ucap Endah.

Selain di tiga rumah sakit tersebut, tujuh korban lainnya dirawat di RS Pusat Pertamina, Jakarta Selatan dan seorang lainnya di RS Tarakan, Jakarta Pusat. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA