Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Nyaman Jualan Di Trotoar PKL Tak Tolak Ditarik Iuran

Lokasinya Strategis Dekat Stasiun Tanah Abang

Senin, 20 November 2017, 13:39 WIB
Nyaman Jualan Di Trotoar PKL Tak Tolak Ditarik Iuran
Foto/Net
rmol news logo Adanya iuran yang mesti dibayarkan ke pihak tertentu, ditengarai jadi hal yang membuat pedagang kaki lima (PKL) dapat berjualan dengan nyaman di trotoar sekitar Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Saban hari, trotoar di depan Stasiun Tanah Abang jadi tempat puluhan PKL menjajakan dagan­gannya. Lokasi itu terbilang cu­kup strategis. Letaknya berada di sekitar tempat lalu lalang warga yang keluar masuk stasiun, mau­pun warga yang melewati Jalan Jatibaru Raya.

Hari itu, R, tampak sedang menata barang dagangannya. Barang yang dijajakannya adalah pakaian untuk anak-anak. Baju tidur anak bergambar kartun Tayo digantung paling depan, sementara baju gambar Thomas and Friends dan Doraemon ber­deret di belakangnya.

Dari pantauan, ratusan baju anak, ditata sedemikian rupa di lapak dan bergelantung di stand­ing hanger. Sangat hati-hati dia mengaturnya. Sebab, kalau jatuh baju akan kotor karena trotoar hari itu sedang basah setelah hujan turun cukup lama.

Lokasi tersebut memang sangat strategis. Ada saja pejalan kaki maupun warga yang akan maupun berasal dari Stasiun Tanah Abang mampir ke lapak dagangan R. Ada yang mem­beli, meski tak jarang hanya sekadar bertanya. Ada pula yang sempat menawar, namun urung membeli.

Lapak tempat R berdagang tidak gratis. Dalam sehari, dia beberapa kali mesti mengeluarkan uang ke pihak tertentu. "Sebenarnya sudah lama. Saya rasa para pedagang sudah terbiasa. Ya namanya dagang, pasti ada iurannya. Wajar saja," katanya saat ngobrol.

Meski demikian, dia enggan menyebut kepada siapa mem­berikan uang tersebut. Selain itu, dia pun tidak mau membeberkan berapa jumlah yang harus diba­yarkannya. "Yang jelas, untuk bulanan ada iuran. Dalam sehari juga ada beberapa kali yang datang meminta," terang pria tersebut.

PKL di kawasan Tanah Abang tidak hanya mengokupasi trotoar yang berada dekat Stasiun Tanah Abang atau Jalan Jatibaru Raya. S salah satunya. Pedagang salak ini sejak lima tahun lalu sudah berdagang di Blok F.

"Ya, sudah lama saya jualan. Memang aturannya tak boleh sebenarnya. Tapi kan saya butuh uang buat makan," ucap S.

Terkait pungutan yang harus dibayarnya untuk dapat berda­gang di tempat itu, S mengakui memang ada. Namun, kata dia, tidak ada paksaan. Dia mengaku memberikan uang kepada pihak tertentu seikhlasnya. Itu pun untuk uang kebersihan.

Katanya lagi, uang kebersihan tersebut tidak diberikan kepada aparat pemerintah yang berjaga di tempatnya. Tetapi, pihak lain. "Mintanya tidak maksa, jarang-jarang juga," ucapnya.

S juga mengaku tak menemui preman di wilayah Tanah Abang. "Kalau dulu ada, tiap hari minta-minta uang. Ini sekarang tidak ada preman kok. Tak ada tiap hari minta uang ya," ucapnya.

Tak berbeda, Sa, pedagang asesoris ponsel di kawasan Blok B mengatakan, saat pertama kali berjualan, diminta sejumlah uang untuk dapat berjualan di trotoar.

"Kalau saya ada, pas per­tama mau jual di sini. Itu bayar pertama Rp 35 ribu. Buat uang kebersihan sama keamanan. Ya saya ikutin saja," ujar Sa.

Dia mengaku sudah beberapa pekan berjualan di sekitar Blok B. Namun, dirinya kerap ber­pindah-pindah tempat. "Sudah seminggu lebih saya jualan. Cuma itu saja, saya kasih uang. Sekarang tak ada lagi yang minta, ya tetap jualan biasa saja. Itu juga kayaknya buat izin tem­pat saja," ujar Sa.

Sa pun tak merasakan adanya preman yang meminta sejumlahuang kepada PKL. "Yang saya tahu nggak ada ya. Kalau preman kan minta tiap hari. Tapi ini ng­gak ada, cuma pas awal nempati tempat jualan aja," ujarnya.

Menurut pedagang lainnya, A, hal yang lumrah jika di pasar yang ramai, pedagang dikena­kan iuran. Hal itu karena, lapak tempat pedagang berjualan perlu dibersihkan. Apalagi, pedagang kadang tak memiliki waktu un­tuk membersihkan bekas lapak dagangannya.

Pria yang sudah lima tahun berjualan di Tanah Abang itu justru menyoroti legalitas para PKL yang berdagang di tro­toar. Dia mengakui, apa yang dilakukannya dan ratusan PKL lain tidak benar. Jika memang ingin ditata, dia pun bersedia, asal memperhatikan pedagang kecil sepertinya.

"Saya inginnya biarkan saja jualan di sini. Tapi, bingung juga kalau tidak boleh. Yang pentingpemerintah memperhatikan orang kecil.  Pedagang harus diperhatikan," katanya.

Menurutnya, kalau berdagang di pinggir gedung tidak meng­ganggu lalu lintas. "Kalau tidak ada pedagang di bawah, yang di atas juga sepi. Tidak apa-apa diatur, yang penting saya mau­nya tetap bisa dagang di sini," jelasnya.

Abraham Lunggana atau Haji Lulung, salah satu tokoh Tanah Abang mengimbau agar PKL di pasar itu tak memberi uang keamanan. Menurut Lulung, uang keamanan tak menjamin PKL bebas dari penertiban.

"PKL saya imbau jangan ada yang mau dipungutin. Jangan mau diambil duitnya," ujar Lulung.

Pria yang juga Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta itu pun mengaku mendukung penertiban terhadap PKL Tanah Abang. Namun dia mengingatkan, agar penertiban yang dilakukan diser­tai dengan solusi. Dia meyakini pemerintah sedang menyiapkan solusi untuk para PKL.

Karena itu, jika nantinya ada penertiban, Lulung mengimbau PKL untuk patuh. "PKL harus tertib. Dulu kan di Blok G, kenapa turun, kagak nunggu, sabar. Sabarlah sampai rame," ujarnya.

Latar Belakang
Ombudsman Temukan Oknum Satpol PP Bekingi Pedagang Kaki Lima Tanah Abang


 Oknum aparat Pemda DKI Jakarta dituding ikut berperan dalam melanggengkan pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Hasil investigasi Ombudsman mengungkapkan adanya tindakantidak patut yang dilakukan oknum Satpol PP DKI Jakarta dalam menertibkan PKL di Tanah Abang.

Ombudsman menemukan PKL dibeking dan dijamin ke­berlangsungan usahanya oleh oknum Satpol PP melalui pihak perantara. Salah satu perantara di lokasi tersebut mengaku mempunyai kedekatan dengan salah satu oknum Satpol PP.

"Sehingga, dapat menjamin pedagang-pedagang tidak terke­na razia," ujar anggotaOmbudsman, Adrianus Meliala.

Menurut Adrianus, hal itu mengindikasikan adanya persekongkolan antara oknum Satpol PP yang ingin mendapat keuntungan dengan pihak peran­tara itu. Tindakan oknum Satpol PP ini, kata dia, tidak sesuai dengan disiplin PNS.

Dalam bekerja, disebutnya, PNS dilarang melakukan kegiatan bersama dengan orang di dalam ataupun di luar lingkungan untuk mendapatkan keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung ataupun tidak langsung merugikan negara.

"Ini menariknya, kalau dulu PKL langsung memberi ke Satpol PP, sekarang uangnya mela­lui perantara,"  ujar Adrianus.

Terkait hal itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta Yani Wahyu menyatakan akan menindak tegas oknum-oknum yang terbukti menerima pungli dari PKL di kawasan Tanah Abang. Yani men­gaku, sudah memberi arahankepada para anak buahnya untuk tidak main-main saat bertugas di lapangan.

"Saya sudah wanti-wanti kepada seluruh jajaran, jangan bermain-main di lapangan, apalagi melakukan pungli dan se­bagainya, kegiatan tercela, dan sebagainya. Ini yang akan kami sanksi," kata Yani.

Atas temuan Ombudsman, Yani mengaku masih akan me­nyelidiki pelanggaran oleh ok­num anak buahnya di Tanah Abang. Termasuk dugaan adanya praktik sewa-menyewa trotoar.

"Ini kan baru sekadar informasi, baru dugaan. Saya terima kasih sekali sama Ombudsman yang telah melakukan pengawasan terhadap tugas ka­mi aparat kemanan," ujarnya melanjutkan.

Di satu sisi, Yani menyebutkonsep penataan kawasan Tanah Abang hingga kini masih diru­muskan di level pimpinan, dalamhal ini gubernur dan wakil gu­bernur. Meski begitu, Yani tidak bisa memungkiri bahwa trotoar di sekitar pasar Tanah Abang saat ini memang belum bisa sepenuh­nya steril dari PKL.

Dia mengaku tetap mengu­payakan agar pedagang tidak mengganggu garis kuning di trotoar untuk penyandang disabilitas, khususnya tuna netra.

"Saya mengeliminir supaya trotoar tidak terlalu masif di­kuasai oleh PKL. Saat ini kami kendalikan, setidaknya di be­lakang jalur kuning itu," kata Yani. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA