Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pimpinan DPR RI Kocok Ulang

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/derek-manangka-5'>DEREK MANANGKA</a>
OLEH: DEREK MANANGKA
  • Minggu, 19 November 2017, 18:58 WIB
KALAU berita dan berbagai komentar di media-media, yang dijadikan ukuran secara acak, maka akan sangat wajar bila ada kesimpulan sementara, citra Dewan sebagai lembaga apalagi pimpinannya, sudah demikian tak bermartabat.

Di mata masyarakat, Setya Novanto sudah tidak layak memimpin lembaga legislatif itu.

Pasca kecelakaan,jika keanggotaan politisi Golkar ini tidak berubah di Senayan, sudah selayaknya lembaga legislatif ini digugat.

Seandainya, keanggotaan DPR bisa dirombak seperti anggota kabinet, sepatutnya perombakan itu segera dilakukan.

DPR-RI, sudah tidak pada tempatnya dipimpin oleh politisi bermasalah.

Rakyat yang memilih para anggota Dewan, geram dan kecewa atas prilaku anggota Dewan yang hanya diam seribu bahasa sekalipun pimpinannya berkelakuan tidak terhormat dan terpuji. Rakyat merasa dikelabui oleh politisi busuk.

Entah kesimpulannya akan berbeda, jika penilaiannya dilakukan berdasar survei - yang metodolgi dan respondennya, lebih ilmiah dan independen.

Memang tidak secara eksplisit lembaga dan khususnya pimpinan DPR-RI disimpulkan seperti di atas. Kecuali lebih banyak yang bersifat sindiran, satire dan kritik-kritik berbasis parodi.

Namun bagi yang masih berpikir waras dan menggunakan akal sehat, jelas, tidak ada juga yang berusaha memisahkan Setya Novanto sebagai warga yang bermasalah hukum dari kedudukannya sebagai pimpinan.

Dalam dua hari terakhir, saya lakukan penelusuran, semacam survei kecil-kecilan begitu. Ke hampir semua media, baik main stream maupun media-media sosial, lewat portal-portalnya yang memberitakan soal kecelakaan Setya Novanto.

Cukup jelas tergambar, rata-rata yang diceritakan dari kecelakaan mobil Setya Novanto, mengungkap hal-hal kejanggalan dan keganjilan dari peristiwa tersebut.

Dalam terminologi yang lebih vulgar, kecelakaan tersebut dianggap sebuah rekayasa. Siapa yang merekayasanya, tidak teralu penting. Terutama, bila dilengkapi dengan kesaksian ahli mobil dari produsen Fortuner.

Plus pertanyaan, mengapa ketika terjadi kecelakaan, Ketua DPR RI itu, tidak dikawal oleh petugas polisi yang menggunakan mobil dan motor ? Mengingat pengawalan itu merupakan paket fasilitas dari negara.

Ada apa ? Dimana Pengawalnya ? Yang ditafsirkan, kecelakaan itu disengaja, sebagai salah satu upaya politisi Setya Novanto untuk menghindar dari kejaran KPK.

Mungkin terlewat. Tetapi tidak ada cerita dan berita yang menunjukkan simpati dan empati. Tidak ada yang merasa kasihan, iba atau khawatir kalau Setnov mengalami sakit fatal. Bahkan ada yang mendoakan, tetapi maknanya seperti "nyumpahin". Kedengarannya sadis dan tidak manusiawi. Tapi itulah realitas.

Dari kiriman kembang ke rumah sakit pusat RSCM, dimana KPK memindahkan Setya Novanto untuk dirawat, terlihat dengan jelas, ada nuansa "ketidaksukaan" bahkan mungkin "kebencian" terhadap pribadi Setya Novanto.

Cukup banyak pelajaran yang bisa dipetik dari peristiwa kecelakaan ini. Di antaranya;

- Rakyat Indonesia sudah cukup cerdas dan kritis. Jadi para poltisi Senayan, sebaiknya jangan asbun dalam kasus kecelakaan ini.
- Jabatan setinggi dan sesakral apapun, tak bisa membuat rakyat takut menyinggung dan mengkritisi
- Media atau Jurnalis, dalam membuat laporan berita, jangan pernah mencoba menyembunyikan fakta dan data.
- Polisi, pengacara, dokter juga jangan coba-coba bersembunyi di balik "imunitas" profesi manakala sudah menyangkut soal kebenaran dan kemanusian.
- Peraturan,konvensi dan UU, dalam kasus ini dikalahkan oleh "kepatutan"
- ... dan lain-lain

Akhirnya terlepas dari apakah benar Setya Novanto terlibat dalam korupsi e-KTP atau tidak sama sekali, publik sebenarnya sudah menjatuhi hukuman sosial kepada kepada Ketua DPR-RI kita ini. Hukuman atau sanksi sosial ini sendiri, tidak bisa dianggap remeh.

Persoalannya sekarang, terpulang kepada para anggota DPR RI itu sendiri, apakah masih punya kepekaan terhadap apa yang menjadi sorotan masyarakat atau mau mempolitisasinya lagi?

Misalnya dengan berdalih, UU menyebut begini dan begono sehingga pergantian Ketua, tidak semudah mengganti pembantu rumah tangga. Maka akan sangat menarik, melihat perkembangan yang terjadi di Senayan, pada hari-hari mendatang.

Inilah waktunya para warga bangsa - calon pemilih bisa mencatat siapa wakil rakyat yang ada di parlemen saat ini, berikut partainya - yang tidak berpihak kepada konstituen, kepatutan dan kebenaran.

Saatnya menguji sapa yang layak dipercaya dan dipilih di Pemilu 2019 atau tidak sama sekali.

Mari kita tunggu akankah para anggota membiarkan kursi Ketua DPR-RI "kosong" selama Setya Novanto masih sakit dan sakti...

Atau PIGIMANA...?! [***]

Penulis adalah wartawan senior 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA