Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Rumah Fuad Amin Dijaga Pakai Lampu Emergency

Bersih Meski Disegel KPK Sejak Desember 2014

Rabu, 27 September 2017, 10:02 WIB
Rumah Fuad Amin Dijaga Pakai Lampu Emergency
Fuad Amin/Net
rmol news logo Bekas Bupati Bangkalan Fuad Amin Imron harus meringkuk lama di penjara Sukamiskin, Bandung. Pasalnya, Mahkamah Agung (MA) dalam putusan kasasi menghukum eks Ketua DPRD Bangkalan, Madura ini selama 13 tahun penjara. Tidak hanya itu, asetnya senilai Rp 414 miliar turut dirampas negara.
 
Salah satu aset milik Fuad Amin yang turut disita berada di Jalan Cipinang Cempedak II, Nomor 25 A, RT 011/06, Kelurahan Cipinang Cempedak, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Di tanah seluas 2345 me­ter persegi ini, berdiri bangunan setinggi dua lantai.

Namun, rumah dalam keadaan sepi. Tidak ada aktivitas apapun di rumah bercat abu-abu itu. "Yang punya rumah sudah pergi sejak disegel KPK Desembar 2014," ujar Ayub, pedagang makanan yang mangkal tepat di depan rumah Fuad Amin, Senin (25/9).

Rumah Fuad Amin berdiri di tengah-tengah pemukiman elit di kawasan Polonia, Jatinegara, Jakarta Timur. Mayoritas rumah di komplek yang berdiri sejak ta­hun 1995 ini, memiliki halaman yang luas. "Awalnya, yang ting­gal di sini orang Pertamina dan Angkatan Udara. Kalau seka­rang sudah campur-campur," sebut Ayub kembali.

Sebuah pagar setinggi 2,5 meter, menjadi pembatas rumah Fuad Amin dengan jalan raya. Pagar bercat hitam itu, menarik perhatian karena terdapat dua plang KPK. Isinya, "Tanah dan bangunan ini telah disita dalam perkara tindak pidana pencucian uang dengan tersangka HFuad Amin, 22 Desember 2014".

Di sisi kiri pagar terdapat pintu gerbang selebar empat me­ter yang dirantai dan digembok. "Kunci gembok dibawa satpam yang ditugasi keluargaFuad Amin. Kalau kunci rumahnya yang bawa petugas KPK," ujar Ayub.

Mengintip lebih dalam, ter­hampar halaman rumah yang luas. Kondisinya cukup bersih. Tidak terlihat satu pun sampah beserakan maupun ilalang yang biasa tumbuh di rumah lama kosong. "Dua bulan lalu, ada belasan petugas KPK member­sihkan rumah itu dari debu dan rumput. Soalnya, kondisinya sudah penuh lumut dan debu," ucap Ayub.

Menurut Ayub, rumah milik Fuad Amin itu tergolong rajin dibersihkan. Tercatat sudah tiga kali rumah tersebut dibersihkan sejak disita bulan Desember 2014. "Tapi, air untuk mengepal lantai minta dari warga, soalnya listriknya mati."

Selain itu, lanjutnya, rumah ini juga selalu dijaga oleh satu sat­pam setiap malam. Alasannya, agar rumah tersebut tetap tera­wat dengan baik dan terhindar dari pencurian.

"Soalnya, di dalamnya masih banyak aset berharga. Seperti televisi, kulkas dan barang ber­harga lainya," sebut dia.

Ayub menambahkan, rumah itu dibeli Fuad Amin pada tahun 2011. Saat itu, harga rumah mencapai Rp 20 miliar. "Kalau saat ini, harganya bisa mencapai Rp 45 miliar," ujarnya.

Sejak dibeli, rumah itu lebih banyak ditempati mertua Fuad Amin atau orangtua Siti Masnuri. "Kalau Fuad Amin hanya dua minggu sekali ke sini. Sehari– hari beliau banyak beraktivitas di Bangkalan," ujarnya.

Sebelum membeli rumah ini, lanjut Ayub, Fuad Amin terlebih dahulu membeli rumah di sekitar komplek ini. Namun, ukuranya lebih kecil dan hanya satu lantai. "Waktu itu beliau belum jadi Bupati (Bangkalan) saat belinya. Jadi tak ikut disita KPK," ucapnya.

Lama kosong, kata Ayub, rumah tersebut sempat didatangi petugas PLN karena menung­gak membayar sewa listrik selama berbulan-bulan.

"Tunggakannya mencapai Rp 11 miliar. Rumah bukan atas nama Fuad Amin, tapi orang lain," tandasnya.

Sejak itu, instalasi listrik di rumah ini dimatikan petugas karena takutnya akan merugi­kan negara dalam jumlah besar. "Kalau malam. Ya gelap sekali. Tapi ada petugas jaga yang bawa lampu emergency," ujarnya.

Seingat pria berumur 45 tahun ini, rumah tersebut terakhir kali ramai didatangi warga akhir ta­hun 2012. Sebab, keluarga Fuad sedang melakukan doa selama 40 hari dalam rangka pencalonan anak Fuad Amin, yaitu Makmun Ibnu Fuad sebagai Bupati Bangkalan, Madura. "Akhirnya terpi­lih," kenangnya.

Bagaimana tanggapan Fuad Amin? Abdul Latief Amin Imron selaku adik kandung Fuad Amin mengatakan, kakaknya menerimalapang dada putusan kasasi MA yang memvonisnya selama 13 tahun. "Kami sekeluarga menerima putusan dengan lapang dada dan legowo," ujar Latief dalam keteranganya.

Menurut Latief, Fuad Amin saat ini menjalani kehidupan­nya dengan tenang di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung. "Semoga putusan hu­kum ini menjadikan beliau lebih meningkatkan amal ibadahnya," harap Latief.

Untuk itu, dia meminta kepada semua pihak menerima putusan hukum yang sudah final ini, dan tunduk pada aturan hukum yang berlaku. Sehingga, tak perlu lagi mengutak-atik, bahkan mendramatisir kasus ini untuk kepentingan Pemilihan Bupati Bangkalan 2018.

Kendati diputus bersalah, Latief mengingatkan, Fuad Amin juga memiliki jasa-jasa saat menjabat. Salah salah satunya terkait pembangunan Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu). Ketika rencana pembangunan jembatan Suramadu ditolak mayoritas masyarakat Madura karena dikhawatirkan dapat menggerus budaya dan keari­fan lokal masyarakat, Fuad Amin mampu menjelaskan ke masyarakat mengenai dampak positif jembatan Suramadu.

Saat ini, masyarakat Madura telah menikmati manfaat jem­batan itu bagi percepatan dan pe­merataan perekonomian wilayah tersebut. "Mungkin itu juga yang bikin 400 orang Madura selalu datang ke Sukamiskin setiap bulan sambil membawakan ma­sakan Bebek Sinjay Bangkalan dan soto madura kesukaan Fuad," jelasnya.

Hal ini, lanjutnya, membuk­tikan bahwa sosok Fuad Amin dicintai masyarakat Bangkalan sebagai pengayom.

Latar Belakang
Aset Senilai Rp 414 Miliar Dirampas Untuk Negara

 Mahkamah Agung (MA) memvonis bekas Bupati Bangkalan, Madura, Fuad Amin Imron se­lama 13 tahun kurungan penjara.

Penyebabnya, bekas Ketua DPRD Bangkalan ini, terbukti melakukan tindak pidana koru­psi dan pencucian uang sebe­sar Rp 414 miliar. Sebanyak Rp 341 miliar di antaranya, didapatdari korupsi APBD selama 2003 hingga 2013, saat menjadi Bupati Bangkalan.

Selain itu, Fuad Amin juga menerima uang dari pihak yang berinvestasi di daerahnya yaitu, PT Media Karya Sentosa (MKS) yang memberikan suap pada 2009 hingga Desember 2014 sebesar Rp 14,6 miliar.

Sebelumnya, Fuad Amin di­hukum delapan tahun penjara, di Pengadilan Tipikor Jakarta, 19 Oktober 2015 dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan penjara. Putusan ini lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni 15 tahun penjara dan denda Rp 3 miliar. Di Pengadilan Tinggi Jakarta, huku­man Fuad diperberat menjadi 13 tahun dan pencabutan hak dipilih dan memilih selama lima tahun.

Selanjutnya, dalam putusan kasasi MA, hukumannya sama dengan tingkat banding, yakni selama 13 tahun penjara, ditam­bah seluruh asetnya yang berasal dari tindakan pidana pencucian uang (TPPU) disita negara.

Dalam putusan majelis kasasi MANomor 980/K/Pid.Sus/2016 yang diketuai Salman Luthan disebutkan, MA menegakkan hukum dan keadilan berdasar­kan Pancasila, khususnya sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, sehingga pidana penjara selama 13 tahun yang dijatuhkan terhadap terdakwa sudah memenuhi rasa keadilan.

"Mengingat terdakwa sudah berusia lanjut, yaitu 68 tahun," ujar Salman dalam putusannya.

Selain itu, MAjuga mengab­ulkan strategi jaksa KPK yang menerapkan pembuktian terbalik atas harta kekayaan Fuad Amin. Di mana Fuad Amin sudah ditan­tang untuk membuktikan asal-usul hartanya diperoleh dengan cara yang sah, tetapi Fuad tidak bisa membuktikan hal tersebut. Oleh karena itu, harus dianggap aset-aset dari hasil tindak pidana dan dirampas untuk negara.

Aset-aset dimaksud, adalah 15 mobil, 15 unit apartemen, 68 bidang tanah dan bangunan, mu­lai seluas 19 meter sampai 18,5 ribu meter persegi di Jakarta, Yogyakarta dan Bangkalan.

Dalam kasus ini, terdapat 294 saksi yang dihadirkan selama pemeriksaan di KPK. Mereka berasal dari berbagai macam la­tar belakang. Seperti, pedagang, PNS, pengembang apartemen, pemilik dealer mobil hingga para saksi ahli.

Dari 294 saksi itu dipecah menjadi beberapa kelompok. Dari KPK menghadirkan 261 saksi dan 3 saksi ahli. 261 saksi itu berasal dari penyidik KPK, para Kepala Dinas Kabupaten Bangkalan, para Kepala Rumah Sakit dan dokter di RS Bangkalan, para Bendahara Dinas Kabupaten Bangkalan, para marketing apartemen, marketing asuransi, pegawai bank, sales dealer mobil, keluarga Fuad Amin, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), santri, hingga rakyat Bangkalan. Selain itu, 3 saksi ahli yang dihadirkan oleh KPK, yakni bekas Kepala PPATK Yunus Husein, guru be­sar UGM Prof Dr Edy S Hiariej dan Sari Murti Widyastuti.

Dari pihak Fuad Amin meng­hadirkan 28 saksi dan dua saksi ahli, yaitu guru besar Unpad Bandung, Prof Dr Pantja Astawa dan dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda.

Karo Hukum dan Humas MA Abdullah berharap, hukuman tersebut bisa membuat Fuad Amin belajar dari kesalahan yang dibuatnya. "Ini menjadi pelajaran agar meningkatkan amal ibadah, semoga khusnul khotimah," ujar Abdullah dalam keterangannya.

Menurut Abdullah, barang bukti tindak pidana korupsi yang dilakukan Fuad Amin pun cukup mencengangkan. Pasalnya, aset Fuad yang mencapai Rp 414 miliar, dinilai Abdullah men­galahkan kasus simulator SIM yang menjerat Djoko Susilo, eks Kakorlantas Polri.

"Sepanjang tidak bisa bukti­kan harta yang diperoleh dengan sah, melainkan hasil tindak pidana, maka harus dirampas untuk negara," tegasnya.

Sesuai pertimbangan hakim, kata Abdullah, Fuad terbukti menerima uang hasil korupsi dari PT Media Karya Sentosa untuk memuluskan pembeliangas alam di Blok Poleng, Bangkalan, Madura sebesar Rp 14,6 miliar. Selain itu, Fuad juga terbukti menerima uang dari se­jumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Bangkalan dengan total menca­pai Rp 197,2 miliar.

Dengan vonis 13 tahun, dikurangi dua tahun masa tahanan, maka Fuad akan bebas pada umur 80 tahun. "Pak Fuad Amin usianya 69 tahun. Kemudian Majelis Hakim Agung memutus 13 tahun penjara," tandasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA