Selain di Tegal, Siti diketaÂhui memiliki rumah di Jakarta. Pasca OTT, rumah Siti yang berada di klaster eksklusif Palm Residence, Jalan Moh Kahfi I, RT 3 RW 6, Nomor 5, Jagakarsa, Jakarta Selatan, tampak sepi. Di depan rumah bercat putih dengan aksen coklat itu, terparkir dua mobil, Honda Accord berwarna hitam berpelat nomor daerah, dan Honda Brio warna putih.
Lingkungan rumah tergolong asri. Di masing-masing rumah yang berjumlah 13, terdapat poÂhon cukup rindang. Tiap rumah terdiri dari dua lantai, dengan ukuran sekitar 10x20 meter, berdesain minimalis. Sama seperti rumah Siti, suasana di sekitar klaster tersebut sepi.
Meski tampak berpenghuni, orang di dalam rumah engÂgan keluar menjawab salam dari tamu. Petugas keamanan klaster itu menyebut, keluarga dan pekerja rumah Siti tak ingin diganggu. "Beberapa hari ini memang banyak yang datang," ujar satpam yang enggan disebut namanya ini.
Namun, dapat dipastikan bahwa rumah tersebut merupakan milik Siti, "Kata yang bertugas sebelum saya, ada petugas KPK datang. Terus ditutup gerbangnya. Tidak jadi masuk," ucapnya.
Siti disebut jarang mengunjungi rumah itu. Rumah tersebut lebih sering dihuni anaknya. Siti memiliki rumah itu sejak delapan tahun lalu. Petugas keamanan ini pun mengaku mengenal Siti. Hanya saja, tidak begitu dekat dan paham soal kehidupan wanita itu saat berada di rumah.
Perkenalannya, kata dia, sebaÂtas membukakan pintu gerbang dan memberi hormat saat pemiÂlik rumah datang. "Kalau bilang kenal, sih kenal. Tapi kalau tahu banget, ya enggak. Saya juga sama yang punya rumah di sini enggak begitu tahu. Tapi, mobil saja kan hafal. Jadi, buka pintu gerbang, terus senyum saja," ucapnya.
Sedangkan Siti, sambungnya, jarang sekali pulang ke rumah yang terletak tidak jauh dari Kebun Binatang Ragunan terseÂbut. Terakhir kali, pertemuan sang petugas keamanan klaster dengan Siti berlangsung sekira dua bulan yang lalu.
Yang dia tahu, politikus berpaÂras cantik itu, memiliki beberapa orang anak yang sudah tidak lagi tinggal di rumah tersebut. Hanya seorang pembantu rumah tangga yang menginap.
"Kalaupun ke sini, paling Sabtu, Minggu. Terus pergi lagi. Mobilnya itu dua, di sini terus, tidak ada yang pakai," ujarnya.
Abdul Kholid, Ketua RT seÂtempat membenarkan rumah tersebut ditinggali Shita berÂsama keluarganya. Diketahui, Shita sudah tinggal di kompleks tersebut sebelum menjadi Wali Kota Tegal.
"Jadi memang ya, setahu saya di daftar warga, itu rumah Siti Masitha gitu. Masitha Soeparno kalau nggak salah?" kata Kholid.
Siti sudah sejak tiga tahun lalu berpindah domisili ke Tegal, Jawa Tengah. Meski begitu, kata Kholid, rumah tersebut masih ditinggali beberapa anaknya.
"Pembantu juga ada di sana. Anaknya ada tiga atau empat orang. Tapi, yang dibawa ke Tegal ada satu orang," ujarnya.
Tim penyidik KPK telah mengÂgeledah empat lokasi terkait kasus dugaan korupsi yang meliÂbatkan Siti. Dari penggeledahan itu, penyidik mengantongi bukti aliran dana suap.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, bukti tersebut dapat menguatkan penetapan tersangka terhadap Siti serta tersangka lainnya. Amir Mirza Hutagalung. "Tim penyidik menyita dokumen terkait aliran uang kepada tersangka," katanya.
Dalam hal ini, sambungnya, penyidik menyita sejumlah doÂkumen terkait aliran suap terseÂbut dari kantor serta rumah dinas Siti. Selain itu, dari penggeledahan di RSUD Kardinah Tegal, dan rumah tersangka Amir Mirza di Perum Citra Bahari, penyidik menyita dokumen kontrak proyek di RSUD Kardinah serta beberapa kendaraan milik Amir Mirza.
"Tim juga menyita dokumen kontrak beberapa proyek, serta lima unit mobil dan empat motor milik AMH yang diduga dibeli dari uang suap yang diterima sebelumnya," ucap Febri.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, Siti diduga menerima suap terkait pengelolaan dana jasa kesehaÂtan di RSUD Kardinah serta beberapa pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerÂintahan Kota Tegal tahun 2017. Selain Siti, KPK juga menetapÂkan dua tersangka lain dalam kasus tersebut.
"Setelah dilakukan pemeriksaan 1x24 jam, disimpulkan dugaan korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh Wali Kota Tegal. Terkait dengan pengelolaan jasa kesehatan di Rumah Sakit Kardinah dan
fee dari proyek-proyek barang dan jasa di lingkungan Pemkot Tegal 2017," urai Basaria.
Atas hal itu, KPK, lanjutÂnya, meningkatkan penanganan perkara tersebut ke tingkat peÂnyidikan. KPK juga menetapÂkan tiga orang tersangka. Dia mengatakan, dua orang lainnya sebagai tersangka, yakni Ketua DPD Partai Nasdem Kota Brebes Amir Mirza Hutagalung (AMH) dan Wakil Direktur RSUD Kardinah Tegal Cahyo Supardi (CHY).
Kata dia, mereka ditetapkan seÂbagai tersangka karena terjaring OTT KPK. Purnawirawan Polri bintang dua itu pun menyebut, Siti Mashita dan Amir diduga sebagai penerima suap, seÂdangkan Cahyo diduga selaku pemberi suap.
"Uang yang disita dalam OTT tersebut sebesar Rp 300 juta, yakni Rp 200 juta dan Rp 100 juta yang ditransfer ke rekenÂing Amir. Namun, selain uang tersebut, KPK juga menelusuri uang Rp 5,1 miliar yang diteriÂma Siti dan Amir dalam kurun Januari hingga Agustus 2017," tandasnya.
Latar Belakang
KPK: Duit Suap Buat Modal Ikut Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018
Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno terjaring operasi tangÂkap tangan (OTT) KPK pada Selasa (29/8). OTT itu disinyalir terkait kasus suap infrastruktur dan perizinan di lingkungan daerahnya.
Siti dicokok KPK sekitar jam enam sore. Dia ditangkap lima petugas KPK di rumah dinasnya, kompleks Balai Kota Tegal, Jalan Ki Gede Sebayu, Kelurahan Mangkukusuman, Kecamatan Tegal Timur.
Sebelum terjaring KPK, Siti Masitha semula menerima massa dari NU yang melakuÂkan aksi unjuk rasa di depan kantornya. Dia lalu sempat rapat evaluasi capaian kerja triwulan dengan sejumlah Organisasi Perangkat daerah (OPD) di Gedung Adipura.
Usai rapat sekira pukul 17.45 WIB, politikus Partai Golkar itu menuju Pringgitan untuk kembaÂli ke ruang kerjanya. Berselang lima menit, atau sekitar jam 17.50 WIB, tiga orang petugas KPK datang dan membawanya menggunakan mobil KPK.
Wakil Wali Kota Tegal, Nursholeh membenarkan bahwa KPK kini menyegel sejumlah ruangan di kantor Wali Kota. Namun, saat itu, dirinya baru mendapatkan informasi tersebut dari foto-foto yang diunggah jajarannya via WhatsApp. "Ini saya mau ngecek," katanya.
Ketua KPK Agus Rahardjo membenarkan, pihaknya telah mengamankan beberapa pihak terkait operasi tangkap tangan di Kota Tegal. Termasuk Wali Kota Tegal, Siti Masitha Soeparno.
"Betul, kami ada OTT di Jateng," ucap Agus.
Selain mengamankan Siti, tim KPK juga mengamankan uang dalam sejumlah tas dan melakuÂkan penyegelan di beberapa temÂpat. Agus memastikan, setelah semua rampung, pihaknya akan mengumumkan kepada publik. Begitu juga dengan kasus yang mendera Wali Kota Tegal.
Disebut-sebut, Siti Mashita diÂduga menerima suap dari seorang pengusaha di Kota Tegal. Uang suap itu disinyalir terkait proyek infrastruktur dan perizinan di lingkungan Pemerintahan Kota Tegal. Informasi yang beredar, dia ditangkap berkaitan suap kasus pembangunan fisik ICU RSUD Tegal.
Terpisah, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengingatkan agar para kepala daerah tidak melakukan korupsi. Pesan itu ia sampaikan, terutama kepada calon kepala daerah yang juga berstatus sebagai petahana.
"Pasangan petahana yang saat ini menduduki jabatan dan akan mengikuti pilkada berikutnya agar hati-hati. Kami ingatkan, calon petahana masih berstatus penyelenggara negara," ucap Basaria.
Siti disebut akan kembali maju dalam Pilkada Kota Tegal pada 2018. Dia rencananya berÂpasangan dengan Amir Mirza, pengusaha yang saat ini juga ditetapkan sebagai tersangka karena diduga bersama-sama menerima suap.
KPK menduga, uang suap yang diterima Masitha dan Amir akan digunakan untuk keperluan mereka dalam pilkada mendatang. "Diduga digunakan untuk membiayai pemenangan mereka dalam Pilkada 2018 di Kota Tegal," ujar Basaria.
Dia mengingatkan, para petahana yang akan maju pilkada agar tidak mengambil uang dari pihak manapun. Sebab, mereka masih berstatus sebagai penyelenggara negara dan bisa dijerat KPK. "Pasti urusannya KPK bila berhubungan dengan pengambilan dana dari pihak manapun," tegasnya.
Sebagai orang yang diduga menerima suap, Siti dan Amir diÂjerat Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999, sebagaimana telah diubah dalam Undang- Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Cahyo selaku pihak yang diduga memberi suap, disÂangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b, atau Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ***
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.