Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dirjen Hubla Cuci Dan Setrika Pakaian Sendiri

Diduga Simpan Duit Rp 18,9 Miliar Di Mess Kusam

Selasa, 29 Agustus 2017, 08:38 WIB
Dirjen Hubla Cuci Dan Setrika Pakaian Sendiri
Antonius Tonny Budiono/Net
rmol news logo KPK kembali membongkar kasus korupsi. Kali ini, Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) Kementerian Perhubungan, Antonius Tonny Budiono ditetapkan KPK sebagai tersangka perkara dugaan suap proyek pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah.

Bukti yang disita KPK antara lain 33 tas berisi uang senilai Rp 18,9 miliar dengan berbagai pecahan mata uang.

Selain tas, beberapa barang bukti lain turut disita KPK di tempat tinggal Tonny, Mess Perwira Bahtera Suaka, Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat. Di mess itu, Tonny disebut menyimpan uang suap yang diduga diberikan kepadanya.

Mess tempat Tonny tinggal relatif sepi. Tidak seperti tempat tinggal pejabat yang punya po­sisi penting, mess tersebut tidak dijaga sama sekali. Bahkan, gerbang terbuka lebar. Sebuah posyang mirip pos keamanan tampak tak berpenghuni.

Masuk ke bagian dalam, ada sebuah gedung yang mirip kantor. Namun, tampak dari luar, gedung tersebut seperti sudah lama tak ditempati. Debu dan kotoran dari daun-daun pohon yang berguguran, mengotori lantai lobi gedung tersebut.

Lebih ke dalam, terdapat beberapa gedung yang dijadikan mess. Bentuknya lebih mirip rumah susun sederhana. Di ge­dung tersebut, terdapat beberapa rumah sederhana. Ukurannya sekitar 7x6 meter persegi per mess. Cat bangunan banyak yang kusam dan terkelupas.

Tonny disebut tinggal di mess bernomor BI-2. Rumah tersebut berada di gedung bagian depan. Saat disambangi, tidak ada lagi tanda segel dari KPK. Suasana pun sangat sepi, meski beberapa motor terparkir di dekat tempat tinggal Tonny.

Menurut Suroto, Ketua RTsetempat yang juga tetangga Tonny, segel telah dicabut pe­nyidik KPK setelah melakukan penggeledahan. Penggeledahan dilakukan pagi hari, tak lama setelah penangkapan Tonny.

Meski segel telah dicabut, sambungnya, kunci rumah Tonny dibawa penyidik KPK. "Sekarang segel sudah dicopot, karena semua barang milik Pak Tonny sudah dibawa oleh penyidik," kata Suroto, saat ditemui.

Menurut Suroto, mess tersebut memang tidak terlalu besar. Ada beberapa ruangan di dalamnya. Ruangan itu antara lain, dua kamar tidur, satu kamar mandi, ruang tamu dan ruang makan jadi satu.

Suroto menambahkan, Tonny menempati mess tersebut sejak tahun 1986. Tonny tinggal bersama istri dan dua anaknya. Kemudian, istri Tonny meninggaldunia lima bulan lalu. Anak sulungnya sudah berkeluarga dan tinggal di Jakarta Selatan. Sedangkan anak bungsunya, ting­gal di Bandung, Jawa Barat.

"Masih kuliah atau sudah lulus, saya tak tahu. Datangnya sekali-sekali," ujarnya.

Menurut Suroto, sejak is­trinya meninggal, Tonny hidup sendirian. Tonny tidak menyewa asisten rumah tangga untuk mengurusi segala hal terkait urusan tempat tinggalnya.

"Tidak ada pembantu, cuci sendiri, setrika sendiri. Sederhana orangnya, tidak mau dikawal-kawal walaupun pejabat," terangnya.

Lebih lanjut, menurut Suroto, biasanya Tonny berada di mess itu dari Senin hingga Jumat, pulang kerja malam hari. Namun ketika akhir pekan, Tonny sering tak berada di rumah.

Selanjutnya, Tonny menghabis­kan waktu bersama keluarga anak sulungnya yang tinggal di Jakarta Selatan. "Mungkin Sabtu-Minggu di sana, sama anaknya."

Makanya, menurut Suroto, Tonny jarang bersosialisasi den­gan tetangga, termasuk dirinya. Namun, lanjutnya, Tonny meru­pakan warga yang baik. Jika ber­temu, Tonny tidak segan untuk menyapa atau menyahut sapaan orang lain. Kata Suroto, sejak tinggal di mess itu, Tonny engganmenerima tamu di rumah.

"Kalau pun waktu masih ada istrinya, paling bilang, urusan kantor di sana saja," tuturnya.

Dia pun terkejut saat mengeta­hui Tonny tertimpa masalah hu­kum. Saat itu, sambung Suroto, dirinya sedang tak berada di rumah. Dia mengaku mendapat informasi dari istrinya.

"Selama ini tak ada kejang­galan. Saya juga belum pernah lihat ada orang-orang tak dikenal datang atau bertamu ke rumah pak Tonny," ucapnya.

Total uang senilai Rp 20,74 miliar disita KPK pada kasus suap Dirjen Hubla Antonius Tonny. Rincian uang Rp 20,47 miliar tersebut, yakni sekitar Rp 18,9 miliar terdapat di 33 tas dan Rp 1,174 miliar dalam bentuk saldo di rekening bank. Jumlah uang ini, disebut-sebut termasuk besar dalam kasus yang ditangani KPK.

"Kali ini kita cukup dapat besar ya, sekitar Rp 20 miliar. Sebelumnya kita ada OTT yang nilainya sedikit," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Dia mengatakan, uang ini disimpan di dalam salah satu kamar mess Tonny. Untuk asal muasal duit belasan miliar yang ada dalam 33 tas itu, masih didalami KPK. Sejak kapan uang miliaran dari berbagai jenis mata uang itu diperoleh Tonny, akan menjadi materi proses pe­meriksaan.

"Itu bagian dari proses pen­dalaman, tapi itu diduga dari pihak-pihak yang terkait dengan jabatan dan kewenangan pihak penerima, yaitu dari proses perizinan atau proyek-proyek yang pernah dikerjakan di Dirjen Hubla," ujar Febri.

KPK masih mencari tahu mengapa uang cash sebanyak itu disimpan di mess. Menurut KPK, karena saking banyaknya, Tonny menyatakan lupa dan bingung duit miliaran tersebut berasal dari mana saja.

Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan, KPK men­duga uang tersebut berasal dari pihak dan proyek lainnya. "Jumlah ini memang banyak, jadi tidak mungkin satu kasus saja. Ini masih dalam pengembangan penyidik," ujar Basaria.

Sedangkan uang Rp 1,174 miliar berbentuk saldo di re­kening bank, menurut KPK, merupakan suap yang diterima Tonny dari Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (PTAGK), Adiputra Kurniawan. Suap itu terkait proyek pengerjaan pengerukan pelabuhan Tanjung Mas, Semarang.

Mulanya, Adiputra membuka rekening atas nama seseorang yang diduga fiktif. Rekening tersebut kemudian diisikan saldo. Kartu ATM dari reken­ing tersebut diserahkan kepada Tonny. Dengan ATM tersebut, Tonny dapat menggunakan un­tuk berbagai keperluan ataupun mencairkannya. Hal ini disebut modus baru oleh KPK.

Dalam pengakuannya, Tonny menyebut, uang tersebut diguna­kan untuk kegiatan sosial. "Saya kadang-kadang ada kebutuhan yatim piatu, menyumbang gereja yang rusak," kata Tonny usai diperiksa di Gedung KPK.

Dia juga mengatakan, uang dalam pecahan rupiah dan mata uang asing tersebut juga masuk kantong pribadi. "Untuk operasional pribadi saya, tetapi melanggar aturan. Atas nama pribadi, saya mohon maaf kepada masyarakat, mudah-mudahan ini tidak terulang," ucapnya.

Menurutnya, uang sebanyak Rp 20 miliar yang dikum­pulkannya sejak tahun 2016 dari sejumlah perusahaan itu, tidak ada yang mengalir ke Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

"Tidak ada buat pak Menteri, itu fitnah. Ini semua tanpa sepengetahuan Menteri. Semua ATM yang diberikan ke saya, saya yang pegang. Pak Menteri orang baik," ucapnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA