Tapi menurut Nana, salah seorang pedagang ikan asin dan teri di Pasar Jatinegara, hampir tidak ada kenaikan harga pada barang dagangannya. Perubahan harga, kata dia, hanya terjadi pada ikan teri jenis teri Medan yang dijualnya seharga Rp 120 ribu per kg, dari sebelumnya Rp 100 ribu per kg. Jadi, ada kenaiÂkan harga teri Medan Rp 20 ribu per kg di kiosnya.
Kemudian, ikan gabus kering dari Rp 100 ribu per kg menjadi Rp 120 per kg. "Memang berÂpengaruh harga garam naik, tapi tidak terlalu besar. Di saya, yang naik harga ikan teri Medan dan gabus. Naiknya pas mulai ramai-ramai garam naik, lupa persisnya kapan," ujar Nana.
Sedangkan ikan asin dan jenis teri lainnya, sambung Nana, tidak ada perubahan harga sama sekali. Selain itu, pasokan dari distributor juga tidak terganggu. "Belanjanya di Kapuk. Dari semua ikan asin sama teri yang saya jual, cuma teri Medan dan ikan gabus yang harganya naik," tandas Nana.
Sedangkan di Pasar Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat, rata-rata pedagang menaikkan harga jual ikan asin. Rata-rata keÂnaikannya Rp 2-3 ribu untuk setiap jenis ikan asin. Salah satu pedagang yang turut menaikÂkan harga barang dagangannya, yakni Emi.
Pada Rabu siang (9/8), los tempat Emi berdagang di Blok D1, lantai dasar Pasar Pondok Gede sepi. Tak banyak konÂsumen yang mendatangi los wanita berjilbab tersebut. Di lapaknya yang berukuran 4x2 meter, Emi menjual beberapa jenis ikan asin dan ikan teri.
Ikan-ikan tersebut diletakkan di puluhan dus berukuran sedang yang memenuhi hampir seluruh los dagangannya. Hanya sedikit ruang dia sisakan untuk bergerak. Sedangkan di belakangÂnya, terdapat rak untuk minyak goreng yang juga dijajakannya.
Hingga menjelang sore, konsumen yang datang ke los Emi bisa dihitung dengan jari. Konsumen pun hanya membeli ikan asin atau ikan teri dalam jumlah kecil. "Kalau di tempat saya, lebih banyak yang beli ikan teri," katanya saat ngobrol.
Sejak tingginya harga garam, lanjut Emi, harga ikan asin dan ikan teri pun ikut terkerek naik. Namun, dia baru-baru ini saja ikut menyesuaikan harga jual barang dagangannya.
"Naiknya tidak begitu tinggi.Saya ngambil barang buat stok dari distributor di Kapuk, Jakarta Barat. Paling naiknya sekitar Rp 3 ribu," terang Emi.
Kenaikan harga tersebut, sambungnya, berbeda-beda antara satu jenis ikan dengan yang lainnya. Dia mencontohkan, ikan asin sepat kecil, yang sebeÂlumnya biasa dia beli di kisaran Rp 27-28 ribu per kilogram (kg), kini dibeli dengan harga Rp 30 ribu per kg.
"Itu pun sebenarnya kita suÂdah nawar di sana. Dengan harga segitu, saya jual ke konsumen paling tinggi sekitar Rp 40 ribu. Kenapa saya jual segitu, karena bobot ikannya menyusut lumayan banyak setelah beÂberapa hari. Kenaikan harganya tergantung kualitasnya juga," jelasnya.
Dia menambahkan, kenaikan itu pun terjadi sejak harga garam naik. Rata-rata kenaikan harga, jelas Emi, sekitar Rp 2-3 ribu. Tapi, ada satu hal yang jadi cataÂtannya, sejak harga garam tinggi, rasa asin di ikan asin maupun ikan teri berkurang.
"Sejak garam susah itu, dibuatnya tidak terlalu asin sepertibiasanya. Kadarnya memang beda sekarang," ucap Emi.
Meski harga naik, Emi mengakutak mengurangi jumlah ikan asin maupun ikan teri yang dia beli dari pedagang besar di Kapuk. Katanya, dia tetap belanja seperi biasa, tergantung jumlah uang yang dimilikinya. Biasanya, Emi bersama suaminya belanja dua kali seminggu.
"Saya sengaja tidak sering belanja karena stok memang harus habis. Kalau tidak habis, misalnya dalam dua minggu, fisik ikannya berubah. Warnanya berubah jadi merah-merah gitu. Harganya pun turun drastis, jatuh banget," ucapnya.
Ibu tiga anak itu menambahÂkan, meski ikan asin dan ikan teri yang dia jual mengalami keÂnaikan harga, tidak berpengaruh terhadap pelanggan. Meski demikian, ada saja pelanggan yang protes karena harga dagangannya naik.
"Kalau cuma kenaikan seÂgitu biasa saja. Pelanggan saya kebanyakan untuk jual lagi. Hitungan segitu murah. Tapi. kita mengharapnya turun, supaya banyak yang beli," tuturnya.
Lebih lanjut, Emi mengaku, belakangan penjualannya meÂmang lesu. Dia bercerita, biasanya habis Lebaran, ikan asin laku dicari masyarakat. "Tapi, tiga tahun terakhir turun terus, apalagi tahun ini. Mungkin karenabareng sama tahun ajaran baru. Padahal, biasanya kita stok banyak buat Lebaran, akhirnya jadi tidak terjual," keluhnya.
Menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Brahmantya Satyamurti Poerwadi, impor gaÂram dilakukan akibat terjadinya kelangkaan pasokan garam.
Hal itu dipicu cuaca yang tidak menentu. "Idealnya, garam dipanen 10 hari, agar kadar airnya cukup. Dengan kondisi tidak menentu seperti saat ini, garam sudah dipanen dalam waktu 3-5 hari," katanya.
Menurut Brahmantya, kondisi normal produksi garam per peÂriode setiap tahunnya adalah 2,5 juta ton. Sehingga, jika dibagi 12 bulan, petani idealnya bisa memproduksi garam sebanyak 166 ribu ton per bulan.
Dia menambahkan, catatan KKP dari Mei hingga Juli 2017, produksi garam nasional hanya 6.200 ton. Jumlah tersebut meroÂsot tajam, dari biasanya panen per bulan dalam cuaca normal sebesar 166 ribu ton.
"Itu sangat jauh. Untuk garam rakyat saja," ujarnya. ***
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.