Jelang tahun ajaran baru sekolah, biasanya pedagang di Pasar Tanah Abang mulai merasakan meningkatnya pembeli. Namun, hal berbeda dialami Reni tahun ini. Pedagang grosir baju sekolah itu merasakan penurunan omzet penjualan.
Usai libur panjang Lebaran, Kamis lalu, Reni kembali memÂbuka tokonya yang berada di lantai 1 Blok A, Pasar Tanah Abang. Di kios itu, Reni menyediakan berbagai jenis seragam sekolah dari berbagai tingkatan, mulai Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).
Seragam-seragam sekolah tersebut diletakkan dan diatur sedemikian rupa di kiosnya yang berukuran sekitar 2x2 meter. Sebuah manekin yang dipasangi baju seragam SMA lengkap dengan topinya, dipajang di bagian depan toko.
Hari itu, tak banyak pelangÂgan yang datang ke kios Reni. Hanya beberapa calon pembeli yang tampak mampir, namun urung membeli dagangan Reni. Sebuah bangku plastik hijau pun jadi tempatnya menunggu kedatangan pelangggan.
Reni mengatakan, tahun ini dia justru mengalami penurunan pembeli. "Kalau saya lihat justru tahun ini menurun," katanya saat ngobrol-ngobrol.
Dia tak mengetahui secara pasti, apa penyebab menurunnya jumlah permintaan dari pelanggannya. Soalnya, biasanya peÂlanggannya memberi order dalam jumlah banyak saat masuk tahun ajaran baru. Namun dia menilai, penurunan terjadi karenafaktor ekonomi masyarakat saat ini.
"Bisa jadi faktor ekonomi, tapi bisa juga karena tahun ajaran baru selisih beberapa minggu dengan Lebaran," ujarnya.
Menurutnya, pemesanan seÂragam sekolah sudah terjadi seÂjak satu bulan sebelum memasukimasa ajaran baru. Bahkan, yang biasanya dalam sehari ia dapat pesanan 10 hingga 15 pesanan, justru tahun ini kurang dari 10. "Untuk pesanan, kami kirim ke seluruh wilayah, Jawa dan luar Jawa," ucapnya.
Di lokasi yang sama, Dedi, pedagang grosir seragam lainnya mengatakan, pesanan seragam sekolah ketika ajaran baru masih terbilang stabil. "Turun naiÂknya itu tergantung pedagang, kalau di sini masih ramai, walau memang tidak seperti tahun lalu," ucapnya.
Dia menambahkan, saat ini jumlah pedagang seragam sekoÂlah sudah mulai banyak, sehingÂga hal tersebut membuat pangsa pasar mereka harus terbagi. Untuk itu, ia mengandalkan pelanggan setia.
"Walau banyak yang dagang, kami sudah ada pelanggan sendiri, jadi tidak masalah banyak pedagang juga," ujarnya.
Pantauan Rakyat Merdeka, baru sebagian toko yang sudah buka. Kondisi tersebut tampak jelas terlihat dari lantai paling bawah (basement) hingga lantai 5 Blok APasar Tanah Abang. Begitu juga dengan kondisi para pengunjung yang datang, tidak seramai biasanya, bahkan cenderung sepi.
Sepinya aktivitas pun turut menurunkan omzet pedagang. Andin, salah satu pedagang Pasar Tanah Abang, mengataÂkan, omzetnya turun hingga 50 persen pasca libur Lebaran.
Pedagang lainnya, Rini pun mengakui hal yang sama. Biasanya ia meraup omzet hingÂga Rp 20 juta per hari. Namun, pasca libur Lebaran, dia hanya mendapat Rp 3 juta. "Turunnya 75 persen," tandas Rini.
Kondisi tak jauh berbeda juga dirasakan pedagang lainnya bernama Rian. Omzet daganÂgannya turun dari sebelumnya sekitar Rp 10 juta per hari, menjadi hanya Rp 1 juta-Rp 3 juta per hari.
Menurut Rian, kondisi baru akan kembali normal dua pekan setelah Lebaran, atau pekan ini. Seluruh pedagang pasar Tanah Abang juga akan kembali memÂbuka tokonya, dan aktivitas perÂdagangan di pusat grosir tersebut akan kembali seperti biasanya. "Minggu depan kayaknya mulai balik, ramai lagi," pungkasnya.
Menurut salah satu petugas keamanan Pasar Tanah Abang, Muhidin, baru sekitar 50 persen toko yang dibuka hingga hari ke-4 dimulainya operasional Pasar Tanah Abang.
"Lihat saja, banyak yang tutup kan. Untuk keseluruhan pasar ini, paling hanya 50 persen toko yang buka. Cek saja dari lantai bawah sampai atas," ucapnya.
Kata dia, banyaknya pedagang yang masih berada di kampung halaman menjadi pemicu sepÂinya aktivitas perdagangan di Pasar Tanah Abang. "Belum paÂda balik pedagangnya. Ada yang masih di Lampung, Padang. Toko yang ini, pemiliknya masih di Amerika," ujarnya, sambil menunjuk salah satu toko.
Terpisah, Kepala Humas PD Pasar Jaya Muhammad Fahri mengatakan, para pedagang yang tutup sudah kembali aktif. Namun menurutnya, memang belum sepenuhnya. Baru 50 persen yang buka.
Dia bilang, biasanya seluruh aktivitas akan kembali normal pada tiga hari usai libur Lebaran berakhir. Pasalnya, meski perkantoran sudah mulai aktif, libur anak sekolah masih tetap panjang. Hal itu membuat para pedagang menunda beroperasi.Menunggu semua kegiatan betul-betul kembali normal.
"Mereka masih santai. Kecuali sayur mayur ya, karena Tanah Abang ini kan tekstil," tutur Fahri.
Dia menambahkan, tak seÂmua toko memilih tutup saat libur Lebaran. Misalnya para pedagangseragam justru memiÂlih buka karena untuk menarik pembeli perlengkapan sekolah tahun ajaran baru.
"Seragam biasanya mulai buka hari ini, sebelumnya juga ada beÂberapa yang buka. Tapi saat hari pertama dan kedua Lebaran, semua toko tutup," tandasnya.
Latar Belakang
Ada Pedagang Mengaku Omzetnya Turun 50 Persen Dibanding Tahun LaluSelain di Pasar Tanah Abang, penurunan daya beli masyarakat dirasakan langsung dampaknya oleh para peritel di tempat lain.
Siti Cholikah, salah satu pedagangdi Pusat Grosir Thamrin City, Jakarta Pusat, menyebut, omzetyang dia raih selama Ramadan lalu merosot sekiÂtar 50 persen dibanding tahun sebelumnya.
"Tahun ini seperti tak ada Lebaran. Sepi-sepi saja kayak hari biasa," ujar pedagang yang juga memiliki konveksi pakaian tersebut.
Pemilik kios Akbar Collection itu menuturkan, saat Ramadan tahun lalu, penjualan masih meningkat 40 persen dibandÂing hari normal. Biasanya, tiga bulan sebelum puasa, banyak pembeli dari luar Jakarta yang datang untuk berbelanja dalam jumlah besar. Namun, tahun ini, Cholikah mengaku tak melihat euforia belanja seperti itu.
"Semuanya sama, saya ngobroldengan pedagang di Tanah Abang juga pada bilang sepi," ujarnya.
Meski kondisi pasar tengah menurun, Cholikah tidak perlu memikirkan uang sewa kios karena dia sudah menjadi pemiÂlik tiga blok toko di Thamrin City. Di hari biasa, dia memÂproduksi kebaya dan aksesoris pelengkapnya. Namun, jelang Ramadan, ia beralih menjual baju muslim untuk merespons permintaan pasar.
Keluhan serupa juga disampaikan pedagang Pusat Grosir Thamrin City yang lain. Fitrah, pemilik toko jilbab Salwa Scarf, menuturkan bahwa penjualan tahun ini menurun signifikan. Biasanya, menurut dia, ada pola peningkatan penjualan terjadi mulai awal pekan kedua Ramadan hingga jelang Idul Fitri. Namun belakangan, pasar hanya ramai pada 10 hari terakhir Ramadan.
"Biasanya, kalau Ramadan itu barang habis terus. Sekarang sudah tidak bisa," ujarnya.
Namun begitu, Fitrah meÂmaklumi kondisi melemahnya daya beli masyarakat mengingat momen Idul Fitri berdekatan dengan dimulainya tahun ajaran baru sekolah.
Fitrah memiliki empat kios di Thamrin City, tiga di antaranya menjual jilbab. Produk-produk yang dijual semuanya barang impor yang didatangkan dari Cina dan Turki.
Meski para pedagang meraÂsakan menurunnya daya beli, pemerintah optimis daya beli masyarakat yang sempat meÂlemah sepanjang paruh pertama 2017 ini, bisa segera pulih. Terutama untuk kuartal kedua dan ketiga tahun ini. Pemulihan daya beli ini berkaitan dengan memÂbaiknya kinerja perdagangan alias ekspor impor Indonesia yang terus mencatatkan capaian positif sejak akhir 2016.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, penurunan daya beli sejatinya merupakan imÂbas dari lesunya perdagangan Indonesia sejak 2012. Kinerja ekspor impor memang menÂcatatkan capaian negatif. Hal ini juga tidak lepas dari anjloknya sejumlah harga komoditas perÂtambangan, perkebunan, samÂpai migas.
Namun, sejak akhir 2016, kinerjaperdagangan Indonesia mencatatkan hasil positif. Terakhir, Mei lalu Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, kinerja perdagangan pada Mei 2017 mengalami surplus sebesar 0,47 miliar dolar AS, naik dibanding surplus pada Mei tahun lalu sebesar 0,36 miliar dolar AS. Angka ini didapat dari realisasi nilai ekspor Mei 2017 sebesar 14,29 miliar dolar AS dan nilai impornya 13,83 miliar dolar AS.
"Kuartal 2-3, kami perkirakan akan pulih. Kami percaya situasi mengarah ke perbaikan," kata Darmin.
Sebagai informasi, tingkat inflasi inti Juni 2017 tercatat menjadi yang terendah sejak 2009. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis bahwa inflasi inti pada Juni 2017, bertepatan dengan momen Ramadan dan Lebaran, hanya sebesar 0,26 persen. Penurunan tingkat inflasi inti ini, diduga lantaran daya beli masyarakat yang memang sedang menurun. ***
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.