Tapi, warung yang berada persis di depan gerbang Gedung DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta tutup. Warung seluas 2x4 meter itu, sepi dan kosong. Tidak terliÂhat tenda maupun penjualnya.
Tepat di depan warung terseÂbut, terdapat kertas yang ditemÂpel di pohon. Tulisannya berÂbunyi, "Lesehan Intan Ditutup karena Pelanggaran Harga". "Sudah ditutup sejak seminggu karena pelanggaran harga," ujar Akbar, salah satu pemilik warÂung lesehan yang berada tak jauh dari Warung Intan pada musim liburan Lebaran ini.
Warung Lesehan Intan dituÂtup paksa petugas Pemerintah Kota Yogyakarta pada Rabu (28/6), karena pemilik warung ini mematok harga selangit atau "nuthuk", sehingga merugikan konsumen yang berwisata ke Malioboro.
Peristiwa itu tidak menyurutÂkan minat masyarakat untuk tetap membeli makanan dan minuman di kawasan Malioboro. Puluhan warung lesehan yang ada, hamÂpir sepenuhnya terisi penuh oleh pembeli. Menariknya, semua warung lesehan mencantumkan harga makanan yang dijual tepat di depannya.
"Sejak dari dulu saya selalu cantumkan harga di depan warung," ujar Akbar kembali.
Daftar harga yang ditawarkan, seperti nasi putih Rp 6 ribu, ayam goreng Rp 20 ribu, ayam bakar Rp 22 ribu, es teh manis Rp 6 ribu dan es jeruk Rp 7 ribu. "Soalnya biaya sewa dan bahan makanan juga naik tinggi," ucap pria yang telah berjualan di kaÂwasan Malioboro selama tujuh tahun ini.
Dia menambahkan, setiap bulan dirinya harus membayar uang sewa sebesar Rp 1,5 juta. "Kontrak setiap bulan dengan salah satu perusahaan yang mempunyai lahan ini," sebut Akbar.
Ayu, wisatawan asal Jakarta tampak maju mundur di deÂpan salah satu warung lesehan yang menjual beraneka ragam makanan ayam ini. Setelah melihat harga tercantum di depan warung, wanita berumur 30 tahun ini memberanikan diri masuk dan duduk lesehan.
Bersama temannya, wanita berambut panjang ini bertanya lebih dahulu ke salah satu pemiÂlik warung. "Makanan yang dijual di sini seperti harga yang tercantum kan?" tanya Ayu.
Akbar membenarkannya. "Ya, Mbak. Saya tidak pernah menjual makanan di luar harga tersebut," klaim pria berpostur tinggi ini. Setelah mendengar penjelasan pemilik warung, Ayu bersama teÂmannya akhirnya memesan ayam goreng, nasi dan es teh manis.
Akbar mengatakan, sejak ada warung nakal, banyak pembeli menjadi ragu-ragu mampir ke warung lesehan. "Seringkali pembeli maju mundur kalau mau masuk warung. Tapi, setelah melihat daftar harga, akhirnya mereka masuk juga," tuturnya.
Walhasil, kata Akbar, pengÂhasilannya menurun akhir-akhirini. "Biasanya 100 orang. Sekarang paling banyak 70 orang," ucapnya.
Namun, yang paling ditakutkan Akbar bukan kasus ini, melainkan hujan deras. Sebab, bila hujan deras, pengunjung merosot sangat drastis. "Bahkan pernah cuma dua orang," ucap Akbar.
Dalam semalam, Akbar meÂnyebut, penghasilan kotornya menjual makanan dan minuÂman bisa mencapai Rp 4 juta. "Tapi seringnya Rp 1,5 juta per malam," sebutnya.
Dia berharap, kasus warung Intan bisa secepatnya dituntasÂkan, sehingga tidak berimbas terhadap penghasilan pedagang warung lesehan lainnya.
Koordinator Keamanan dan Ketertiban Unit Pelaksana Teknis Malioboro Yogyakarta, Ahmad Syamsudi menegaskan, pihaknya sedang mengusulkan pemrosesan lebih lanjut di tingkat Pemerintah Kota Yogyakarta terkait warunglesehan Malioboro yang membikin harga tidak wajar.Pemrosesan tersebut terkait penÂcabutan izin usaha itu terhadap warung lesehan Intan.
"Yang pasti, lapak yang berÂsangkutan kini harus kosong, tak boleh berjualan lagi sampai ada keputusan pemerintah kota," tegasnya.
Kepala UPT Malioboro Yogyakarta, Teguh Syarif menambahkan, ada pemilik warung lesehan yang ‘nakal’ dengan mematok harga tidak wajar, sehingga masuk daftar hitam warung lesehan yang harus ditÂindak tegas. "Tak hanya waktu Lebaran, namun di waktu biasa juga mematok harga tak wajar," tandasnya.
Terpisah, Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti menilai, pemberian harga tidak wajar di Jalan Malioboro merupakan suatu ketidakpatuhan dan ketidaktaatan PKL di Malioboro.
"Sudah kita tindaklanjuti. Saya sudah mendorong komuÂnitas untuk memberi sanksi, karena tanpa koordinasi dengan komunitas, kami tidak bisa memberi sanksi," ujar Haryadi.
Menurut Haryadi, pihaknya memberi sanksi karena hal tersebut sudah menyangkut ketidaknyamanan bagi pengunjung dan masyarakat karena membuat harga tidak standar. "Juga memÂbuat pengunjung takut makan di situ kalau harganya tidak sesuai standar," tandasnya.
Haryadi menginginkan Kota Yogya yang bersih, tertib, dan aman bagi masyarakat maupun wisatawan yang berkunjung ke Yogya. "Tidak bersih kita tindak, tidak tertib kita tindak, dan bila membuat suasana yang tidak aman juga kita tindak," tegasnya.
Wakil Walikota Yogyakarta, Heroe Poerwadi menegaskan, permasalahan harga tidak wajar di warung lesehan Malioboro tidak main-main karena menyangkut nama baik Kota Yogyakarta. Dia mengancam akan memberikan sanksi penutupan kepada oknum pedagang nakal tersebut.
"Sanksi itu bisa membuat efek jera pelaku usaha. Kalau masih seperti itu, kita tidak akan terbitkan izin di kemudian hari," tandas Heroe.
Menurut dia, oknum pedaÂgang warung lesehan Intan di Malioboro sudah berkali-kali membuat harga tidak wajar atau "nuthuk". Bahkan, hampir setiap tahun selalu ada masalah. "Kalau sudah berkali-kali dan tidak ada itikad baik, kita pertimbangkan tidak diberi izin," ancamnya.
Selain itu, dia berpesan kepada seluruh pemilik warung lesehan di Malioboro agar memberikan harga yang wajar dan tetap menÂjaga kualitas makanan, seperti kebersihan makanan, sehat dan halal harus terjaga.
"Ini dilakukan agar orang tetap mau datang ke Yogya dan mau makan di Malioboro," pungkasnya.
Latar Belakang
Curhatan Pengunjung Jadi Viral & Sampai Juga Ke UPT Malioboro
Mainke Yogyakarta belum lengkap rasanya bila tidak mamÂpir ke warung lesehan di Jalan Malioboro. Pasalnya, di jantung kota Gudeg itu, tersedia berbagai makanan khas yang menggugah selera. Tentu saja dengan harga yang bersahabat.
Namun, saat musim libur Lebaran lalu, pengalaman tidak mengenakan dialami pemilikakun Facebook Bayu E. Prasetya. Dalam postingannya, Bayu mempertanyakan mahalÂnya harga makanan dan minuman yang dijual di sebuah warunglesehan Yogya.
Berikut ini postingannya, "Malem ini makan di lesehan Intan, Maliboro. Harga segitu normal nggak lur?? +PPN 10 persen setiap hari, harga segitu normal nggak lur? Yo monggo yang mau ngomen sekalian mau bully nda papa, biar sekalian kenalan. Matur suwun lur," tulis Bayu E. Prasetyo ke Facebook Info Cegatan Jogja.
Dalam postingan tersebut, Bayu juga mengunggah foto nota dan foto lesehan Intan di Malioboro. Dalam nota, terlihat secara rinci harga-harga makaÂnan dan minum yang dipesan Bayu pada 27 Juni lalu. Untuk tiga porsi bebek goreng hargÂanya Rp 96 ribu, empat porsi ayam goreng Rp 120 ribu, dua nasi gudeg ayam Rp 90 ribu, tujuh piring nasi putih Rp 80 ribu, empat gelas teh manis paÂnas Rp 32 ribu, es lemon tea Rp 9 ribu, dua gelas es jeruk Rp 18 ribu, total semuanya ditambah dengan PPN 10 persen, yakni Rp 490 ribu.
Dalam postingannya juga ada salah satu foto menampilkan dua petugas tengah berbincang dengan seorang wanita yang diduga sebagai pemilik warung lesehan tersebut.
Curhatan Bayu di media sosial itu pun menjadi viral, dan juga sampai ke Unit Pelaksana Tugas (UPT) Malioboro. Selanjutnya, beberapa aparat UPT Malioboro mendatangi pemilik Lesehan Intan. Pemiliknya dibawa ke kantor UPT Malioboro untuk dimintai keterangan
Karena dinilai tidak mematuhi ketentuan dengan menaikkan harga seenaknya, Lesehan Intan pun ditutup paksa mulai 28 Juni 2017 hingga batas waktu yang belum ditentukan. Selanjutya, UPT Malioboro memberi pengertian, dan ini untuk yang terakhir kali kejadian tersebut. Bila diulangi akan ditutup.
"Untuk selisih harga, pemilik lesehan siap mengembalikannya kepada pembeli tersebut. Dan, bukti ketegasan Pimpinan dari UPT MALIOBORO memutusÂkan Lesehan Intan harus tutup," tulis admin @Jogja_ig.
Koordinator Keamanan dan Ketertiban UPT Malioboro Yogyakarta Ahmad Syamsudi menÂgatakan, pihaknya sebenarnya masih bisa mentolerir jika pedaÂgang lesehan Malioboro menaikÂkan harga pada libur Lebaran ini, asalkan tetap dalam batas wajar atau tak lebih dari 25 persen dari harga tercantum. Misalnya, segelas es teh pada hari biasa Rp 3 ribu, saat liburan lebaran menjadi Rp 4 ribu.
"Warung ini menaikan harga untuk segelas es teh atau es jeÂruk sampai Rp 9 ribu. Ini tidak wajar," ujar Ahmad.
Menurut Ahmad, harga yang diterapkan warung itu sudah masuk kategori ngepruk (meÂmukul). "Tidak wajar karena selisihnya dengan daftar harga resmi yang dicantumkan, sangat jauh," ucap Ahmad.
Ahmad menambahkan, pihak UPT Malioboro bergerak begitu ada aduan pengunjung ke petugas Jogoboro atau Jaga Malioboro yang sedang berpatroli. Pemilik lesehan pun dibawa ke kantor UPT Malioboro dan dimintai keterangan. Dinilai terbukti meÂlanggar kesepakatan soal harga, warung lesehan itu ditutup UPT.
"Kami tak sita barang dagangannya, tapi tak boleh memÂbuka lagi warungnya sampai ada evaluasi di tingkat pemerintah," tutupnya.
Harga tidak wajar tak terjadi saat ini saja. Sebelumnya, di lokasi sama juga terjadi sepÂerti yang dibeberkan Lukman Juliantoro dalam akun Twitternya, 4 Februari 2016. Kala itu, temannya makan gudeg ayam, ayam penyet, bakso dan lain-lain, totalnya mencapai Rp 460 ribu.
Selanjutnya, salah satu netizen yang bernama Dewi Kabisat Andriyani makan di sebuah rumah makan seafood di Pantai Anyer, Banten. Harga per itemÂnya mahal, hingga totalnya mencapai Rp 1 juta.
Kemudian, pengguna Facebook bernama Aizzatun Nada juga mengunggah nota makan siang di Pantai Bandengan, Jepara. Harga makanannya maÂhal-mahal sekali hingga mencaÂpai Rp 2,3 juta. ***
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.