Kehadiran SBY pada acara mendirgahayu TNI di TIM jelas merupakan hidangan lezat untuk ditafsirkan oleh mereka yang dianggap atau menganggap dirinya ahli apalagi ilmuwan politik. Kehadiran SBY pada pergelaran Satha Kurawa bisa saja dianggap sebagai kedekatan batin seorang mantan Panglima Tertinggi dengan seorang Panglima TNI masa kini. Kebetulan Panglima TNI masa kini, Gatot Nurmantyo melalui sebuah wawancara dengan sebuah media formal secara tegas menyatakan kerisauan sanubari menyaksikan betapa Pancasila tidak diwujudkan sebagai kenyataan sikap dan perilaku berbangsa dan bernegara di masa kini.
Kehadiran SBY pada malam hari 2 Oktober 2016 di TIM , kebetulan juga pada pagi harinya didahului dengan lari pagi SBY mendampingi putera sulungnya yang telah resmi menyalonkan diri sebagai calon gubernur Jakarta pada Pilkada 2017. Bisa saja kehadiran SBY pada malam hari hari yang sama di TIM ditafsirkan sebagai bagian dari strategi kampanye bagi penyaguban puteranya menuju tahta pimpinan tertinggi ibukota Republik Indonesia. Ketidak-ikut-hadiran sang cagub pada acara wayang orang bisa saja ditafsirkan oleh pihak yang memang tidak suka sebagai kosmetik agar kampanye tidak terlalu ketahuan sebagai kampanye padahal sebenarnya memang bukan kampanye. Pendek kata, tafsir politis memang tidak kenal batasan limitasi dalam hal kreatifitas menggubah sebuah tafsir apalagi setelah demokrasi membebaskan hak berpendapat dan mengungkapkan pendapat yang makin tak kenal batasan limitasi akibat hadirnya teknologi medsos.
Bagi saya pribadi, kehadiran SBY pada pergelaran wayang orang Satha Kurawa mengungkapkan kedekatan sanubari dan nurani Presiden VI RI dengan kebudayaan. Sebagai seorang presiden yang memperoleh anugerah MURI sebagai presiden yang merilis album karya-karya musik gubahan diri sendiri, pribadi SBY memang secara alami dekat dengan kebudayaan. Maka SBY senantiasa mengutamakan soft power ketimbang hard power dalam semangat kebangsaan, kenegaraan dan kerakyatan yang menggelora di lubuk sanubari dan nurani SBY.
Sebagai seorang kepala negara yang menggubah karya seni musik, SBY dapat disejajarkan dengan Vaclav Havel sebagai Presiden Ceko yang menggubah karya seni-sastra atau Winston Churchill sebagai Perdana Menteri Inggeris yang menggubah karya seni-rupa sekaligus seni-sastra atau Ignacy Jan Paderewski sebagai PM Polandia yang tersohor sebagai komponis dan pianis kelas dunia.
Ketika seorang anak tunanetra dan autis Indonesia bernama Michael Anthony tampil sebagai jawara Indonesia Pusaka International Piano Competition pada Gala Konser di Istana Bogor, Presiden SBY terbukti tidak mampu menahan tetesan air mata. Kedekatan SBY dengan wayang orang terbukti di masa kepresidenan dirinya, untuk pertama kali wayang orang dengan lelakon Banjaran Gatotkaca secara utuh dipergelar di Istana Negara RI, Sydney Opera House dan UNESCO Paris.
Presiden SBY didampingi isteri dan para menteri terkait kebudayaan menghadiri dan menyaksikan pergelaran KONSER UNTUK RAKYAT yang dipersembahkan bagi rakyat oleh rakyat, termasuk oleh rakyat miskin di bantaran kali Ciliwung yang kini sedang menderita digusur, ikut tampil di panggung Gedung Kesenian Jakarta 23 Juni 2008.
Saya pribadi menafsirkan kehadiran SBY di pergelaran wayang orang di TIM sekedar sebagai peristiwa kesenian tanpa aroma politik. Bagi saya sebagai sesama penggubah musik dengan SBY, adalah wajar bahwa SBY menyempatkan diri hadir pada pergelaran wayang di TIM demi tulus menghargai dan menghormati kemanunggalan TNI dengan rakyat dalam karsa dan karya kebudayaan adiluhur bangsa, negara dan rakyat Indonesia.
[***]Penulis adalah Pendiri Museum Rekor Dunia Indonesia yang juga ikut menguri-nguri wayang orang
BERITA TERKAIT: