Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Warga Bukit Duri Selamatkan Barang Yang Bisa Dimanfaatkan

Menjelang Digusur Pemprov DKI

Kamis, 15 September 2016, 09:35 WIB
Warga Bukit Duri Selamatkan Barang Yang Bisa Dimanfaatkan
Foto/Net
rmol news logo Setelah melayangkan surat peringatan kedua (SP-2) Rabu (7/9), Pemerintah Kota Jakarta Selatan, melayangkan SP-3 kepada warga Bukit Duri, Tebet.
 
Di RT 005 RW 12, Kelurahan Bukit Duri, salah satu wilayah yang paling banyak terkena penggusuran, warga sibuk melakukan pembongkaran atas bangunan mereka. "Lumayan, siapa tahu ada yang bisa diman­faatkan," kata Ahmad Dimyati, saat berbincang dengan Rakyat Merdeka, kemarin.

Rumah pria yang oleh war­ga setempat biasa disapa Mat Kompor ini, berada persis di bibir Kali Ciliwung. Jika diukur, jaraknya kurang dua meter dari aliran kali yang membelah kota Jakarta itu.

Bersama dua rekannya, dia membongkar sendiri bangunan rumahnya yang berukuran 3x6 meter persegi. Rumahnya sudah benar-benar kosong. Bahkan, atap bangunan sudah tak ada. Hanya puing-puing bangunan berserakan.

Satu per satu, mulai dari bata, kayu hingga besi dipreteli dari rumahnya. Bata merah utuh yang masih bisa dimanfaatkan diletakkan di bagian depan ru­mahnya. Sedangkan bata yang pecah dibiarkan menumpuk di dalam rumahnya.

"Saya bongkar karena ada kawan yang minta. Lumayanlah, kalau dibongkar pemerintah kan tidak dapat ganti," katanya sambil memperlihatkan bata utuh dari bagian rumahnya yang masih bisa dimanfaatkan.

Terkait rumah susun yang telah disiapkan bagi warga gu­suran di Rawabebek, Cakung, Jakarta Timur, Ahmad mengaku telah menempatinya bersama keluarganya.

Tak jauh dari rumah Ahmad, Rosyati juga melakukan aktivitasyang sama. Saat ditemui, istri Ketua RT ini sedang merapi-rapikan barang-barang yang akan dibawanya ke Rusun Rawabebek. Ada sekitar dela­pan bungkusan kain dan be­berapa kardus yang disiapkan Rosyati untuk mengangkut barang-barangnya.

Di Bukit Duri, Rosyati dan keluarganya menempati rumahberukuran 3x10 meter. Rumahnya dua lantai. Namun, kata Rosyati, tidak semua dari bangunan rumahnya terkena imbas normalisasi Kali Ciliwung.

"Yang kena mulai dari ruang tamu sebagian, terus dapur sama tempat MCK," katanya saat berbincang.

Batas bagian rumah Rosyati yang terkena penggusuran ditan­dai dengan tanda panah ber­warna biru. "Mudah-mudahan sisanya yang tak kena, kalau diizinkan, bisa dibangun lagi," kata Rosyati.

Menurut Rosyati, warga di RT-nya yang paling banyak terkena dampak normalisasi Kali Ciliwung. Sebagian warga yang terkena pun sudah mulai pindah ke Rawabebek. Dia berharap, saat penggusuran nanti aparat tidak arogan dan anarkis.

"Di RT 005 yang paling ban­yak kena dibandingkan wilayah lainnya. Total ada empat RW, RW 09, RW 10, RW 11, dan RW 12 yang kena penggusuran," jelasnya.

Berjalan semakin ke dalam, tepatnya ke RT 006, terdapat pemandangan berbeda. Tidak tampak aktivitas warga yang sedang membereskan barang, atau membongkar sendiri bagu­nan mereka.

Dari pengamatan, warga masih melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa, seperti tidak akan terkena penggusuran. Menurut seorang warga setempat yang enggan disebut identitasnya, sikap warga tersebut karena menunggu putusan pengadilan. Seperti diketahui, warga menggugat penggusuran ini.

"Kita sedang menunggu pu­tusan saja, jadi tak ada yang siap-siap," ujarnya.

Warga yang lain, Ibnu Affad mengaku masih belum menerima diharuskan pindah ke rusun. Bahkan, dia menuding Pemerintah Provinsi DKImemecah belah warga Bukit Duri dengan cara menawarkan pindah ke rusun. "Padahal kalau seluruh warga Bukit Duri bergabung, tak jadi digusur ini," ujar Ibnu.

Pemerintah Kota Jakarta Selatan akhirnya mengirimkan SP3 bagi warga bantaran kali Ciliwung, Bukit Duri, kemarin. Surat perintah pembongkaran segera menyusul.

"SP3 sudah dan akan segera disusul surat perintah bongkar. Biasanya berselang 1 hari dari SP3," kata Walikota Jakarta Selatan, Tri Kurniadi, kemarin.

Tri mengatakan, Pemkot tidak akan langsung melakukan pem­bongkaran. Pihak Pemkot ber­harap, warga mau pindah ke Rumah Susun Rawa Bebek, Jakarta Timur. Terdapat total 363 Kepala Keluarga (KK) di Bukit Duri, sudah ada 241 KK yang masuk ke Rusun Rawa Bebek.

Kini tinggal bersisa sekitar 190 KK yang masih tinggal di Bukit Duri. Pemkot pun masih menunggu warga yang ingin pindah. "Kita tunggu, hari ini saja sudah 20 yang daftar mau pindah. Biarkan saja yang ber­tahan," jelas Tri.

Penggusuran warga Bukit Duri merupakan lanjutan pro­gram normalisasi Kali Ciliwung. Sebelumnya, Pemprov DKI telah melakukan hal serupa di Kampung Pulo, Jaktim. Rumah-rumah yang berada di pinggir kali dibongkar.

Menolak Pindah Ke Rusun Rawa Bebek, 105 Warga Bukit Duri Ajukan Gugatan

Sebanyak 105 keluarga, mayoritas warga RT 06/12 Bukit Duri yang terkena dampak normalisasi Sungai Ciliwung, menggugat Satpol PP Jakarta Selatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Sandyawan Sumardi, perwakilanwarga menyebut, gugatan itu ditujukan karena Satpol PP yang mengeluarkan Surat Peringatan (SP) Ikepada warga Bukit Duri yang menolak direlokasi ke Rusun Rawabebek.

Padahal, lanjut Sandyawan, Ketua Majelis Hakim di PN Jakpus, Didiek mengimbau supaya Pemprov DKI Jakarta menghormati proses hukum yang se­dang berlangsung dengan tidak mengeluarkan tindakan apa pun hingga gugatan selesai.

Namun, Kasatpol PP Jaksel, Ujang Hermawan justru mengeluarkan SP1 pada 30 Agustus dilanjutkan dengan SP2 pada 7 September. "Kami bukan­nya menolak program pemerintah untuk normalisasi Kali Ciliwung, tapi tolong janji pemerintah untuk membangun Kampung Susun Deret di Bukit Duri ditepati. Bukannya dire­lokasi ke RusunRawa Bebek yang sangat merugikan warga karena tidak bisa berusaha atau­pun bekerja," ucapnya.

Terkait gugatan tersebut, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI memiliki sebuah peta yang menunjukkan kondisi geografis asli Sungai Ciliwung. Dalam peta itu, tidak ada lokasi permukiman liar di wilayah Bukit Duri, Jakarta Selatan.

Ahok, sapaan Basuki mengatakan, peta menunjukkan lebar Sungai Ciliwung adalah 60 meter. "Ada peta dasarnya kok," ujar Ahok di Balai Kota DKI.

Menurut Ahok, kondisi di pe­ta berbeda jauh dengan kondisi di lapangan. Saat ini, Sungai Ciliwung di kawasan Bukit Duri, hanya memiliki lebar 10 meter. Dengan adanya peta itu, Ahok menyatakan keyakinan gugatan perwakilan kelompok (class action) yang dilayangkan warga Bukit Duri di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tidak akan berbuah hasil yang di­harapkan warga.

Peta menunjukkan, Sungai Ciliwung memiliki lebar yang lebih besar, tanpa keberadaan ta­nah yang diuruk, yang di atasnya didirikan hunian liar. "Lebar asli sungai itu 60 meter, sekarang tinggal 10 meter. Lu gimana mau jelasin," ujar Ahok.

Terpisah, Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi telah me­minta agar warga Kelurahan Bukit Duri membongkar sendiri bangunan rumahnya yang masuk ke dalam trase penertiban untuk normalisasi Kali Ciliwung. "Yang masih bisa dijual kan lumayan. Daripada kita yang bongkar nanti hancur semua," ujar Tri.

Dia menambahkan, sudah beberapa warga membongkar sendiri bangunannya untuk di­jual kembali ke tengkulak barang bekas. Penertiban bangunan liar di bibir Kali Ciliwung, kata Tri, akan jalan terus meskipun ada imbauan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menunda sementara penertiban karena adanya gugatan warga.

"Kan itu cuma imbauan. Lagi pula ini proyek pemerintah pusat dalam rangka pengendalian ban­jir. Kami hanya menjalankan," jelasya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA