Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Siswa Pribadi School Asyik Rebutan Bola

Sekolahnya Dituduh Terkait Fethullah Terrorist Organisation

Senin, 01 Agustus 2016, 08:30 WIB
Siswa Pribadi School Asyik Rebutan Bola
foto:net
rmol news logo Suara tersebut berasal dari bagian belakang SD, SMP, dan SMA tersebut. Di situ terdapat beberapa ruang kelas dan sebuah lapangan futsal. Suasana dalam kelas riuh, karena sudah waktu­nya pulang sekolah. Begitu juga suasana di lapangan. Beberapa murid SD Pribadi berlarian riang,sambil berebut bola.

Di lantai dua gedung sekolah ini, para murid SMP Pribadi masih berada di ruang kelasnya masing-masing. Para murid masih duduk rapih di bangku, sementara guru menerangkan di depan.

Kegiatan belajar mengajar di SD, SMP, dan SMA Pribadi Bilingual Broadcasting School, tampak berlangsung normal. Begitu juga dengan aktivitas lainnya. Para staf dan murid-murid seolah tidak terpengaruhtudingan Kedutaan Besar (Kedubes) Turki di Indonesia, yang menyatakan sekolah tersebut sebagai salah satu lem­baga pendidikan yang terkait dengan Fethullah Terrorist Organisation (FETO).

"Bukan tidak terpengaruh. Hanya saja kami sudah diingat­kan, agar proses belajar mengajar harus tetap berjalan seperti biasa. Kasihan murid-murid kalau sampai terganggu belajarnya karena kabar tersebut," ujar Juru Bicara Pribadi Bilingual Broadcasting School Depok, Ari Rosandi di kantornya.

Menurut Humas Yayasan Yenbu ini, para murid SMP dan SMA di sekolah tersebut sudah mengetahui soal tudingan tersebut. Begitu juga dengan para orangtua murid dan alumni sekolah itu. Mereka pun sudah mengungkapkan reaksinya ke­pada pihak sekolah.

Menurutnya, para orangtua, murid dan para alumni kesal, karena sekolahnya dituding bera­filiasi dengan organisasi teroris. Beberapa orangtua bahkan sudah mendatangi kami, dan menyata­kan siap membantu kami untuk menyikapi berita tersebut.

"Siswa kami yang sudah mengerti, seperti siswa SMA malah tegas membela sekolah dan mereka tak percaya dengan apa yang dikatakan Kedubes Turki," ucapnya.

Ari mengatakan, pihaknya beranggapan, permintaan Kedubes Turki untuk menutup sekolah adalah berlebihan dan tidak berdasar. Sebab Kedubes Turki, tidak menunjukkan bukti adanya hubungan sekolah itu dengan organisasi Fethullah Gulen. Apalagi sejak sekolah itu berdiri, tidak pernah ada kabar yang mengaitkannya dengan organisasiteroris, kecuali tudu­han yang disampaikan Kedubes Turki itu.

Harusnya, lanjut dia, sebe­lum menyatakan sekolah ini terkait dengan organisasi teroris, Kedubes Tukri lakukan pemeriksaan lapangan dulu. Cek, apa betul sekolah ini mengajarkan faham Gulen yang dicap sebagai teroris oleh pemerintah Turki.

"Sepengetahuan saya, sejak sekolah ini didirikan, kami be­lum pernah didatangi Detasemen Khusus 88, karena adanya dugaan mengajarkan paham radikal atau terkait dengan tindak terorismemana pun," kata Ari.

Ari mengakui, pihaknya per­nah bekerjasama dengan Pacific Countries Social and Economic Solidarity Association (Pasiad), lembaga swadaya dari Turki se­lama sekitar 20 tahun. Kerja sama yang dilakukan hanya di bidang pendidikan, seperti pelatihan guru dan olimpiade siswa.

Kerja sama itu pun diketahui dan mendapatkan rekomen­dasi resmi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sampai akhirnya kerjasama ini selesai terhitung mulai tanggal 1 November 2015.

"Dengan berakhirnya kerja sama tersebut, kami sudah tidak ada lagi hubungan secara kelem­bagaan dengan lembaga Pasiad dari Turki. Harusnya Kedubes Turki sudah tahu itu," tukasnya.

Ari memaparkan, selama bekerjasama dengan Pasiad, pihaknya beberapa kali menda­patkan kunjungan kehormatan dari para petinggi dari Pemerintah Turki. Contohnya, kunjungan Perdana Menteri Turki Recep Tayip Erdoğan ke Banda Aceh pada 2005. Ketika itu Erdogan bertatap muka langsung dengan para guru dan siswa setelah kejadian bencana tsunami melanda Aceh.

Contoh lain adalah kunjungankehormatan Presiden Turki Abdullah Gül pada 2011 dan kunjungan kehormatan Wakil Perdana Menteri Turki Bülent Arınç pada 10 Desember 2011 ke Sekolah Kharisma Bangsa.

"Dengan adanya kunjungan-kunjungan kehormatan tersebut, kami yakini bahwa kerjasama dengan Pasiad sebelumnya telah memberikan kontribusi terhadap hubungan baik Indonesia dan Turki. Jadi seharusnya kami tidak dikaitkan dengan organisasi teroris," paparnya.

Pria berkacamata itu menam­bahkan, Sekolah Pribadi Depok merupakan sekolah yang berada di bawah naungan yayasan lokal, bukan di bawah naungan lemba­ga asing. Sekolah tersebut juga didirikan dengan izin dari Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten setempat juga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), sehingga pengelolaannya mengikuti segala ketentuan yang ditetapkan oleh Kemendikbud.

"Artinya kami menerapkan kurikulum nasional, bukan yang ditetapkan oleh Pemerintah Turki atau organisasinya Gulen. Kalau pun ada pelajaran tam­bahan, paling Bahasa Inggris. Kami tidak pernah mengajarkan kekerasan apalagi paham yang mengarah kepada tindakan terorisme," ucapnya.

Ari menegaskan, pihaknya menilai rilis yang dikeluarkan Kedubes Turki sebagai tudin­gan yang sangat tidak beretika. Dengan menyebut langsung nama sekolah, dan mengaitkan­nya kepada jaringan terorisme. Artinya, Kedubes Turki sudah melancarkan fitnah keji yang jauh dari norma hukum dan da­pat merusak citra sekolah.

Tapi, pihaknya tidak dalam kapasitas mengomentari atau memberikan pernyataan, terkait kondisi yang terjadi di dalam negeri Turki. Sebab, ini adalah lembaga pendidikan yang hanya bergerak di bidang pendidikan, tidak di bidang politik.

"Kami hanya akan mengambil langkah tegas yang terukur dan terarah, sesuai dengan koridor hukum dan beretika menanggapi hal ini," tegasnya.

Dia menyatakan, untuk saat ini pihaknya belum menentu­kan tindakan apa yang akan diambil. Pihaknya berencana mengadakan rapat terlebih dahulu, guna memutuskan hal itu. Namun, rapat tersebut tidak hanya dilakukan oleh internal sekolahnya. Rapat tersebut juga akan melibatkan beberapa sekolah lain yang disebut ter­libat organisasi teroris oleh Kedubes Turki.

"Minimal kami akan minta agar Kedubes Turki memulihkan nama baik kami. Sebab tidak sepantasnya, Turki melalui perwakilanya di Indonesia men­campuri urusan yang bukan ke­wenangannya, dengan menuding tanpa dasar seperti yang ditulis dalam rilis," tandasnya.

Total ada sembilan sekolah yang dianggap terlibat organisasi teroris yang dipimpin Fetullah Gulen, dan diminta untuk ditutup oleh Kedubes Turki.

Sembilan lembaga pendididi­kan tersebut adalah Pribadi Bilingual Boarding School yang berada di Depok dan Bandung. Lalu, Kharisma Bangsa Bilingual Boarding School di Tangerang Selatan, Semesta Bilingual Boarding School di Semarang, dan Kesatuan Bangsa Bilingual Boarding School di Yogyakarta.

Kemudian, Sragen Bilingual Boarding School di Sragen, Fatih Boy's School dan Fatih Girl's School di Aceh, serta Banua Bilingual Boarding School di Kalimantan Selatan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA