Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Anak Buah Sareh Wiyono Sibuk Bereskan Kertas

Bosnya Tidak Nongol Di Kompleks Parlemen

Kamis, 28 Juli 2016, 08:15 WIB
Anak Buah Sareh Wiyono Sibuk Bereskan Kertas
Sareh Wiyono:net
rmol news logo Menjelang sore, Selasa (26/7), kamar kerja Sareh Wiyono di Ruang 410 Gedung Nusantara I DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, se­pi. Hanya terlihat asisten pribadi Sareh sibuk membereskan kertas yang berserakan di atas meja kerjanya.

Tak lama membereskan, asis­ten pribadi Sareh mematikan lampu dan menutup pintu ruan­gan. "Bapak sedang kunjungan kerja ke Jawa Barat sejak Senin (25/7). Besok Rabu (27/7) sudah kembali ke Jakarta," ujar Vita dengan ramah.

Vita mengatakan, uang Rp 700 juta yang saat ini ditangani KPK, tidak membuat Sareh dan kelu­arganya khawatir. Pasalnya, kata Vita, bosnya tidak tahu menahu soal perkara tersebut. "Bapak dan keluarganya biasa saja. Tapi lebih jelasnya, tanya ke Bapak langsung," elaknya.

Ruang kerja Sareh bertempat di pojok. Kondisinya cukup sederha­na. Tidak ada renovasi. Padahal, di samping kanan dan kirinya, banyak ruangan yang telah direnovasi sehingga terkesan mewah.

Di tempat berbeda, Sareh mengaku tidak pernah memberikan uang sebesar Rp 700 juta kepada Panitera PN Jakut Rohadi. "Saya tidak pernah meminjamkan uang sebesar Rp 700 juta kepada Rohadi untuk membeli alat-alat kesehatan," kata Sareh di Gedung DPR.

Namun, Sareh mengaku kenal dekat dengan Rohadi karena bekas bawahannya saat dirinya menjadi Ketua PN Jakut. "Kami sering ketemu, tapi silahturahim saja. Saya bertemu Rohadi sem­inggu sebelum dia kena OTT KPK," sebutnya.

Sareh mengaku heran saat diperiksa KPK sebagai saksi untuk Rohadi dalam kasus suap. Pasalnya, dirinya tidak ada sangkutpaut dengan kasus suap yang me­nyeret bekas anak buahnya itu.

"Saya hanya ditanya penyidik mengenai sosok Rohadi dan uang Rp 700 juta, tidak ditan­yakan mengenai kasus Saipul Jamil, apalagi soal putusan perkara Partai Golkar di PN Jakarta Utara," ucap politikus Partai Gerindra ini.

Sedangkan kuasa hukum Rohadi, Tonin Tachta Singarimbun beralasan, uang Rp 700 juta yang ditemukan penyidik KPK di mobil kliennya, merupakan hasil pinjaman untuk membangunlaboratorium darah.

Pasalnya, untuk membangunlaboratorium dan apotek itu, kliennya membutuhkan uang sebesar Rp 1,2 miliar. "Ketentuan supaya lulus akreditasi, rumah sakit mesti melengkapi alat-alatnya. Laboratorium sudah jadi, tetapi obatnya belum ada, mesti beli," ujar Tonin.

Rohadi, kata Tonin, sempat menyampaikan kepada Sareh untuk meminjam uang sebesarRp 1,2 miliar, tapi Sareh tidak menyang­gupi. "Akhirnya, Rohadi menda­pat pinjaman uang dari orang lain sebesar Rp 700 juta. Tapi saya tidak tahu, siapa yang meminjami Rohadi uang," ucapnya.

Tonin menjelaskan, Rohadi menyimpan uang ratusan juta di mobil yang rencananya akan dibawa ke Indramayu. Namun, dalam perjalanan, kliennya sem­pat bertemu Sareh dan menyam­paikan sudah mendapat pinja­man Rp 700 juta.

Dalam pertemuan itu, lanjut dia, Rohadi juga meminta kar­dus yang ada di ruangan Sareh. Kardus itu kemudian digunakan untuk menyimpan uang Rp 700 juta di mobil Rohadi. "Kebetulan Pak Sareh kan ada kardus ka­cang. Kaitan dengan Pak Sareh di situ. Masak gara-gara kardus orang kena," tandasnya.

Terpisah, Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPR Sufmi Dasco Ahmad memastikan, pihaknya telah memanggil Sareh Wiyono untuk melakukan klarifikasi atas kasus yang menyeretnya, Minggu (24/7).

"Pak Sareh mengaku tidak tahu-menahu soal uang Rp 700 juta," ujar Sufmi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.

Rohadi, kata Sufmi, kebetulanpernah mampir dan bersilaturah­mi di apartemen Sareh Wiyono karena memang keduanya pernah menjadi atasan dan bawahansaat di PN Jakut. "Tapi saat diperiksa KPK, Rohadi mungkin jawaban­nya tak jelas, sehingga membawa nama Pak Sareh," ucap anggota Komisi III DPR ini.

Padahal, menurut pembelaan Sareh di depan pimpinan fraksi, pertemuan dengan Rohadi hanya silaturahmi biasa dan tidak membicarakan apapun, termasuk soal perkara di PN Jakut. "Jadi Rohadi datang karena mantan atasannya, dan kebetulan lokasi tempat tinggal keduanya juga berdekatan," ucap Sufmi.

Wakil Ketua Majelis Kehormatan Dewan (MKD) ini menambahkan, Sareh juga mem­bantah uangnya pernah dipinjam Rohadi. "Apalagi sekarang, kasus itu dikaitkan dengan Partai Golkar. Lho kenapa mereka juga ikut dilibatkan?" tanya dia.

Terkait sanksi terhadap anggotanya, Sufmi belum bisa berbi­cara lebih jauh karena kasus itu belum jelas asal-usulnya. "Jadi harus dilihat dulu persoalannya seperti apa. Justru kasihan ang­gota kami dikaitkan dengan sesuatu yang tidak ada sangkut pautnya," kata Wakil Ketua Fraksi Gerindra ini.

LATAR BELAKANG
Bermula Dari Kasus Saipul Jamil

KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) Rohadi di Sunter, Jakarta Utara, Rabu (15/6). Dalam operasi tersebut, KPK menyita uang sebesar Rp 250 juta dan uang tunai yang disimpan dalam kardus kacang sebesar Rp 700 juta di mobil Fortuner milik Rohadi.

Akhirnya, lembaga penegak hukum tersebut menetapkan tersangka dalam kasus ini. Yaitu Rohadi, kakak artis Saipul Jamil yakni Samsul Hidayatullah, serta dua pengacara Saipul Jamil, yaitu Berthanatalia dan Kasman Sangaji karena me­nyuap Rohadi sebesar Rp 250 juta. Seperti diketahui, Saipul disidang di PN Jakut dalam kasus pelecehan seks terhadap seorang pemuda.

KPK terus mengembangkankasus suap tersebut, dan berupayamengungkap misteri pemilik uang sebesar Rp 700 juta yang disimpan dalam kardus itu. Tak lama kemudian, penyidik memeriksa Anggota Komisi II DPR Sareh Wiyono di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (22/7).

KPK menelisik, apakah Sareh memberikan Rp 700 Juta kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rohadi terkait penanganan suatu perkara yang tengah disidangkan di PN Jakut.

Sareh diperiksa selama 8 jam sebagai saksi untuk tersangka Rohadi. Selanjutnya, kasus ini terus berkembang dan menyeret Partai Golkar. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengaku ada informasi, Sareh dan Rohadi "mengurus" sengketa Partai Golkar yang disidangkan di PN Jakut.

"Informasinya seperti itu. Tapi itu penyidiklah yang tahu kan," kata Alex di Kantor KPK.

Bekas hakim ad hoc tindak pidana korupsi ini mengatakan, penyidik akan melakukan pengembangan. Namun, kata dia, penyidik juga akan melihat korelasi suatu perkara sebelum melakukan pengembangan.

"Pasti akan didalami kalau buktinya cukup dan ada kolerasi denganperkara lain," ujarnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA