Pasalnya, jika bajaj dilaÂrang lewat kedua jalan tersebut, pendapatan mereka terancam berkurang. Dalam suasana itu, sebuah bajaj warna biru berjalan pelan melewati lampu merah Tugu Tani Jakarta Pusat.
Bajaj tersebut melintasi Jalan Merdeka Timur, dan akan menuju ke Stasiun Gambir. Setelah berhenti sejenak di lampu merah yang berada tepat di depan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), bajaj yang dikemudikan oleh Warto itu pun menepi ke pinggir jalan. Bapak 3 anak ini kemudian memarkir bajajnya dekat Pintu Timur Stasiun Gambir.
Warto tidak sendirian. Di belakang bajaj miliknya, terdapat dua bajaj lain. Sama sepertiWarto, sopir kedua bajaj itu memutuskan untuk ngetem (menunggu penumpang) di area tersebut. Kedua sopirnya terlihat duduk dekat pagar Stasiun Gambir. Tak lama, Warto pun berÂgabung dengan mereka.
Selain di tempat Warto tadi, pada Pintu Barat yang terletak di depan kantor Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pun ada beberapa baÂjaj yang ngetem. Bajaj tersebut diparkir sebelum Pintu Barat Stasiun Gambir. Para sopirnya terlihat menunggu di halte Stasiun Gambir.
Kondisi serupa terjadi di Pintu Selatan Staiun Gambir. Para sopir bajaj banyak yang menepiÂkan kendaraannya dekat Shelter Transjakarta di Jalan Medan Merdeka Selatan. Bedanya, para sopir di Pintu Selatan ini tidak memarkir kendaraannya di pingÂgir jalan. Mereka memasukkan bajajnya ke dalam area stasiun.
Warto menyatakan, para sopir bajaj kerap ngetem di sekitar Stasiun Gambir, karena banyak penumpang di area tersebut. Para penumpang yang naik bajaj di area itu bukan hanya warga yang turun dari kereta api, tetapi juga para pegawai yang bekerja di wilayah tersebut, dan pengunjung Monumen Nasional (Monas). Para penumpang bajaj di area tersebut umumnya merupakan warga yang menuju ke arah Tanah Abang, Harmoni, dan Lapangan Banteng.
"Selain itu ada juga warga yang menumpang bajaj khusus untuk berkeliling Monas. Penumpang yang seperti ini biasanya adalah warga dari daerah yang baru datang ke Jakarta. Mereka ingin merasakan naik bajaj sembari keliling Monas," ujarnya.
Warto mengatakan, mangkal di sekitar Stasiun Gambir sebeÂnarnya berisiko. Pasalnya, mangÂkal di sana sebetulnya melanggar peraturan. Gara-gara mangkal di dekat Stasiun Gambir, dia mengaku pernah tertangkap petugas Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) yang sedang razia. Dia pun dikenakan Rp 50 ribu untuk menebus bajaÂjnya yang dikandangkan.
Namun, hal itu tetap merekaulangi lantaran ada tuntutan ekonomi atau urusan "perut" keluarganya. "Risiko, mau baÂgaimana lagi, penumpang banyak di sini. Soalnya, lokasinya sangat strategis karena dekat pintu keÂluar stasiun," kata dia.
Dengan alasan tersebut, lanjut Warto, para sopir bajaj yang mangkal di Stasiun Gambir meÂnyatakan penolakannya terhadap larangan bajaj untuk melintasi Jalan Medan Merdeka Utara dan Medan Merdeka Barat. Menurut dia, hal itu akan makin memperÂsulit mereka saat mengantarkan penumpang ke tempat tujuan, lantaran banyak ruas jalan yang ditutup.
Sebelumnya, Suku Dinas Perhubungan dan Transportasi (Sudinhubtrans) Jakarta Pusat berencana menutup Jalan Medan Merdeka Utara dan Jalan Medan Merdeka Barat khusus bajaj.
"Kalau Jalan Merdeka Utara dan Barat tidak boleh bajaj lewati lagi, mau kemana jalanÂnya? Misal mau antar ke Tanah Abang dan Roxy jadi susah gitu," tukasnya.
Warto yang mengaku sudah bergelut sebagai sopir bajaj seÂlama 40 tahun lamanya mengatakan, apabila kebijakan ini dilakukan malah akan membuat para sopir bajaj kembali melakuÂkan unjuk rasa. Sebab dia yakin, pelarangan melintas jalan utama itu akan membuat penghasilan mereka sangat kurang.
"Soalnya sekarang banyak angkutan berbasis online. Kalau ditambah dengan dipersempitÂnya jalan yang bisa dilintasi, penumpang bakal makin enggan naik bajaj. Semua kendaraan roda 3 pasti demo," ucapnya.
Hal senada disampaikan oleh Mulyono. Dia menilai, maraknya ojek berbasis aplikasi membuat jumlah penumpang bajaj menyÂusut drastis. Dia mengaku, sering menombok daripada untung. Pasalnya, dia harus menyetorkan uang kepada pemilik bajaj.
"Waktu menggunakan mengÂgunakan bajaj oranye, setoran saya itu Rp 30 ribu per hari. Sekarang saya harus setoran Rp 130 ribu per hari. Kalau pulang bawa Rp 150 ribu, cuma cukup buat setor dan buat makan sendiri saja. Buat anak istri enggak kebagian," ujar Mul, panggilan akrabnya.
Mul mengakui, sejak mengÂgunakan bajaj biru, penumpang lebih mudah didapat. Rata-rata alasan penumpang naik bajaj biru, kata dia, karena mereka tidak mau mendengar suara berisik dan harus mengisap asap knalpot bajaj oranye. Meski beÂgitu, dia merasa tetap saja dalam posisi tidak menguntungkan.
"Terutama kalau mengingat uang yang harus disetorkan ke bos. Rasanya seperti tercekik lagi," curhatnya.
Karena itu, untuk mengejar jumlah setoran, Mul pun harus bertindak kreatif. Kadang dia memutuskan untuk berkeliling mencari dan menjemput penumpang. Sebab jika hanya mangkal di suatu tempat, penumpang yang datang hanya hitungan jari. Sayangnya, akibat keseringan mencari penumpang dengan berputar-putar berdampak pada boros bahan bakar.
"Kondisi dipersulit lagi karena sekarang hampir di setiapgang sudah dihuni sekelompok ojek berbasis aplikasi. Konsekuensinya, sopir bajaj semakin kehilangan penumpang," sesalnya.
Latar Belakang
Masih Menunggu Pembuatan Plang & Sosialisasi
Sebuah bajaj biru melintas di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Bajaj itu kemudian berhenti di sebelah kiri lampu merah, yang berada tepat di depan Istana Negara.
Bajaj itu tidak sendiri. Di sebelah kanan depan tempatnya berhenti, terdapat satu bajaj biru lain yang juga sedang mengangkutpenumpang. Ketika lampu berganti hijau, kedua bajaj itu punlangsung mengambil jalur kiri ke arah Tanah Abang
Tak berapa lama, di Jalan Medan Merdeka kembali ada bajaj yang melintas. Kali ini tiga bajaj yang lewat. Dua bajaj melintas dari arah Gambir, sementara satunya dari arah lampu merah yang berada di samping Istana Negara.
Sama seperti bajaj tadi, ketiga moda Transportasi Umum Jenis IV itu pun sedang mengangkut penumpang, dan berhenti dulu di lampu merah yang ada di depan Istana Negara. Bedanya, dua bajaj berhenti agak ke tengah. Sebab, setelah lampu berganti hijau, satu bajaj langsung menuÂju ke Tanah Abang sementara sisanya ke arah Harmoni.
Di depan Istana Negara, bajaj memang sudah menjadi pemanÂdangan sehari-hari. Tiap hari ada saja bajaj yang melintas untuk menuju Jalan Medan Merdeka Barat, Tanah Abang, atau ke arah Harmoni. Namun, sepertinya peÂmandangan seperti itu tidak akan dijumpai lagi di masa mendatang.
Pasalnya, Suku Dinas Perhubungan dan Transportasi (Sudinhubtrans) Jakarta Pusat segera menerapkan larangan angkutan umum jenis bajaj melintas di kawasan lingkar Monas, khususÂnya Jalan Medan Merdeka Barat dan Jalan Medan Merdeka Utara. Pelarangan itu akan diterapkan lantaran bajaj kerap ngetem di sekitar jalan tersebut.
"Harus dan pasti jadi. Sudah tidak jelas putar-putar Istana. Malu, depan Istana ngetem," kata Kepala Suku Dinas Perhubungan dan Transportasi Jakarta Pusat Harlem Simanjuntak.
Menurut Harlem, sebenarnya bajaj tak terlalu mengganggu lalu lintas dan menyebabkan kemacetan di kawasan tersebut. Namun, bajaj dianggap tidak pas bila melintas di depan Kompleks Istana Kepresidenan dan kantorkementerian. "Alasan tak pas dan lebih tertib," tambah Harlem.
Dia mengungkapkan, peneraÂpan kebijakan pelarangan terseÂbut akan dilakukan pekan depan. Penerapan itu masih menunggu pembuatan plang serta sosialisasidengan pengemudi bajaj. Sehingga, lanjutnya, usai rambu larangan dipasang, seluruh baÂjaj tidak diperkenankan untuk melintas.
"Penerapannya satu sampai dua minggu lagi, sekarang ini masih akan kita pasang rambu larangan bajaj. Kalau sekarang bajaj masih bisa lewat, tapi kalau rambu sudah dipasang semua, baÂjaj tidak boleh lewat," mucapnya.
Harlem memaparkan, nantinya akan diterapkan rekayasa lalu lintas terhadap kendaraan roda tiga tersebut. Penempatan rambu disebutkannya telah ditentukan, yakni pada Jalan Medan Merdeka Barat, rambu larangan akan ditempatkan di simpang Patung Kuda. Sehingga, bajajyang meÂlintas dari Jalan Medan Merdeka Selatan ataupun Thamrin diaÂlihkan untuk berbelok ke Jalan Budi Kemuliaan menuju Jalan Abdul Muis.
Sementara, pada Jalan Medan Merdeka Utara, rambu akan ditempatkan di Jalan Veteran Raya dan Jalan Veteran I, sisi Mahkamah Agung. Dengan demikian,bajaj yang melintas dari arah Masjid Istiqlal akan diluruskan menuju Harmoni, sedangkan baÂjaj yang melintas di Jalan Veteran I akan diarahkan kembali menuju Masjid Istiqlal.
"Kalau rambu sudah terpasang dan sopir bajaj masih membanÂdel, kami pasti akan tindak tegas. Bukan cuma ditilang, tapi juga akan kami langsung kandangÂkan," paparnya.
Wakil Kepala Dishubtrans, Sigit membenarkan penjelasan Sudinhubtrans. Dia mengatakan, kawasan Jalan Medan Merdeka Utara merupakan ikon nasional yang dinilai sudah tidak layak dilintasi bajaj. Apalagi pintu masuk tamu negara ke Istana Presiden sekarang berada di Monas. "Apalagi sekarang sudah ada kegiatan pergantian pos jaga Paspampres bagi masyarakat, jadi memang sudah tidak layak melinÂtas di sana," ujarnya. ***