WAWANCARA

Sutiyoso: Kombatan Yang Baru Pulang Dari Syria Itu Simpatisan ISIS Paling Berbahaya

Senin, 11 Juli 2016, 09:21 WIB
Sutiyoso: Kombatan Yang Baru Pulang Dari Syria Itu Simpatisan ISIS Paling Berbahaya
Sutiyoso:net
rmol news logo Deretan aksi bom bunuh diri yang terjadi secara sporadis di sejumlah negara mayoritas Islam dalam bulan suci Ramadhan mengundang banyak tanda tan­ya. Belum hilang dan masih segar diingatan kita akan bom mobil yang meledak di Istanbul, Turki yang menewaskan 11 orang di awal Juni, masih di sambung lagi dengan serangan bom bunuh diri di Bandara Ataturk, Turki yang mengaki­batkan 45 nyawa melayang dan lebih dari 200 orang tewas di akhir bulan itu juga.

Sementara di Baghdad, Irak dengan jumlah korban tewas yang tidak jauh berbeda yakni 200 orang dengan sebagian besar anak-anak akibat leda­kan dahsyat dari truk yang memasuki pasar yang padat beberapa hari jelang hari Raya Idul Fitri.

Lalu sehari setelahnya (4/7), terjadi tiga serangan bom bunuh diri di Arab Saudi. Pertama, di halaman parkir sebuah Rumah Sakit yang menyebabkan dua orang terluka. Serangan kedua di Qatif, untungnya tidak ada korban jiwa. Hanya pelaku bom bunuh diri yang tewas berke­ping-keping. Lalu serangan ke tiga yang mematikan terjadi di Madinah, empat orang mening­gal dunia, satu orang terluka. Baru esoknya (5/7) serangan menjurus ke Indonesia.

Tepatnya di halaman Polresta Surakarta atau Solo. Seorang pria meledakkan dirinya saat petugas sedang bersiap-siap menggelar apel. Seorang Brigadir terluka, sedangkan pelaku tewas ber­sama bom yang diledakkannya. Singkatnya, ada apa di balik aksi teror beruntun ini?

Sutiyoso Kepala Badan Intelijen Negara, yang saat dihubungi Rakyat Merdeka kemarin mengaku tengah berada di kereta api bersama keluarga, melaku­kan perjalanan dari Yogyakarta menuju Jakarta, memberikan beberapa penjelasan;

Ada apa di balik semua ini?

Begini, itu karena di Irak maupun di Syria kan mereka saat ini sedang banyak men­galami kekalahan. Saat ini sudah sepertiga wilayah yang dikuasai (ISIS) sudah direbut kembali oleh pasukan pemerin­tah dengan dukungan pasukan sekutu kan.

Lalu untuk apa mereka me­nyerang negara lain?

Karena itu mereka menga­lihkan strategi, dengan cara menyerang negara musuh dia langsung di negaranya. Itulah yang dilakukan pada serangan di Paris, di Brussel, di Riyadh yang terakhir, di Istanbul dan lainnya.

Bagaimana cara kerja mereka?
Jadi teroris mereka itu dia kirimkan dari sana, ataupun ada instruksi agar melakukan di negara masing-masing, oleh simpatisan ISIS.

Kalau yang di Indonesia bagaimana motif dan jarin­gannya?
Di Indonesia itu termasuk yang mendapatkan instruksi seperti itu. Kalau kelompok yang di situ (Kasus bom Polres Surakarta) saya kira lengkapnya nanti dari hasil penyelidikan kepolisian lah ya.

Kenapa demikian?
Karena begini ya, investigasi itu kan Kepolisian. Jadi lebih akurat jika tanya tentang jaringan itu. Kalau saya, ya yang lebih global gitu. Nah kalau secara globalnya seperti itu.

Lalu bagaimana mengh­adapi ancaman terorisme semacam ini?
Bagaimana menghadapi ini tentu kita tidak ada cara lain kecuali waspada. Masyarakat silakan melakukan aktivitas seperti biasanya. Sekali lagi, menghadapi teroris itu memang harus secara bersama-sama.

Maksud Anda?
Dalam arti ada partisipasi masyarakat. Yang paling mudah, apa­bila melihat sesuatu yang janggal atau aneh terhadap seseorang atau sekelompok orang tertentu yang tidak lazim, itu harus melaporkan segera ke aparat.

Yang tidak lazim dan janggal itu contohnya seperti apa?

Intinya kan teroris itu tidak mengenal ruang, waktu dan tem­pat ya. Artinya dia bisa nyerang kapan saja, di mana saja dan ke­pada siapa saja, kan gitu. Kalau di Indonesia memang rada spesifik saya lihat kecenderungannya.

Seperti apa itu kecenderun­gannya?
Mereka sasarannya aparat. Terutama aparat kepolisian. Ini barangkali mereka balas dendam terhadap teman-teman mereka yang ditangkap atau dibunuh oleh Detasemen 88 (Densus 88). Tetapi kalau polisi itu berada di sekitar banyak orang, mereka kan tidak peduli akan ada orang mati lagi.

Ada langkah khusus mence­gah terulangnya kembali se­rangan teroris?
Sudah kita ini kan kepada mereka, tetapi sekali lagi polisi sudah memasang barikade-barikade gitu juga kan. Tetapi se­rangan teroris itu kan amat susah kapan dideteksi kapan waktunya dan di mana tempatnya.

Kelompok mana saja yang prioritas untuk diwaspadai?
Saya inventarisir, besarnya ada empat kelompok. Satu kelompok, simpatisan ISIS yang masih di dalam negeri. Karena berbagai hal, mereka belum bisa ke Syria, bisa karena masalah keuangan, paspor dan lain sebagainya. Makanya belum bisa berangkat. Ini kelompok pertama, masih di sini mereka. Kelompok kedua adalah kelompok kombatan yang baru pulang dari Syria, ini yang paling berbahaya. Karena mereka punya kemampuan menyerang. Ketiga adalah yang Islam-Islam radikal garis keras yang bisa berubah menjadi terorisme. Dulu yang pernah menyerang di Jakarta dan di Bali itu kan kelompok itu. Tapi, ini kan masih ada. Kelompok keempat adalah man­tan tahanan teroris yang sudah kita lepas. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA