Perkaraitu merupakan salah satu temuan yang tercantum daÂlam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuanÂgan Pemerintah Provinsi DKI2015. Ada indikasi kerugian negara sebesar Rp 648 miliar dalam pembelian lahan yang diproyeksikan untuk pembanÂgunan rumah susun itu lantaran lahan yang dibeli sebenarnya milik Pemprov DKI sendiri.
Berbagai kalangan menilai, kaÂsus itu terjadi lantaran buruknya pendataan aset milik Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Praktis perkara itu menyerempet bakal cawagub pendamping Ahok, Heru Budi Hartono yang kini duduk sebagai Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta.
Heru mengakui pendataan aset Pemda masih buruk. Bagaimana proses pendataan aset DKI, berikut penjelasan Heru saat dijumpai di Balai Kota, Jakarta, kemarin.
Wakil Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat menyebut BPKAD lemah?Oh ya, itu kita akui saja. Memang kita akui, memang banyak asetnya, perlu waktu.
Kenapa lemah?Salah satunya karena dibubarÂkannya Biro Perlengkapan paÂda 2008 dan kemudian kerja-kerjanya dilebur ke BPKAD. Seharusnya Biro Perlengkapan itu tak perlu dibubarkan. Pembubaran biro itu membikin pengarsipan jadi bermasalah. Ketika dilebur ke BPKAD itu jadilah ada sedikit permasalahan administrasi. Sebagian ada yang dikirim ke badan arsip.
Cara kerja BPKAD menÂcatat aset seperti apa sih?Jadi begini, aset kami kan ada 400 pemegang kuasa barang. Satu orang penguasa barang itu banyak pegangnya. Kami sudah bikin e-aset, memang tak muÂdah, (mendata) dari tahun 1972 sampai sekarang. Kami telah mendata sekitar 300 aset dari 705 SKPD. Saya juga punya lima staf khusus yang membantu bekerja setiap harinya. Ketika Biro Perlengkapan dan Bagian Perlengkapan dihapus, itulah di situ krusialnya. Organisasi sebeÂsar ini kenapa itu dihapus?
Bagaimana proses penÂdataan aset DKI?Yang jelas memang tidak muÂdah. Tapi sampai sekarang masih terus dilakukan, salah satunya melalui aset elektronik.
Seperti apa itu?Bikin e-aset.
Lantas siapa yang mendata?Yang catat masing-masing SKPD. Dia nambah barang apa ya dia catat. Sampai saat ini hampir 400 aset yang sudah tercatat. Nantinya tiap aset akan diberikan barcode. Tahapan akhir dari pendataan aset adaÂlah finalisasi draf yang dibuat oleh masing-masing SKPD. Selanjutnya kelurahan dan keÂcamatan meng-
upload koordiÂnat tanahnya. Masing masing upload. Nanti kita buat titik lokasinya.
Terkait pembelian lahan Cengkareng Barat, sebelumÂnya sudah ada koordinasi dengan BPKAD?Untuk pembelian lahan di Cengkareng, BPKAD tidak dilibatkan atau juga tidak diunÂdang dalam rapat. Dinas yang melakukan pembelian itu adalah Dinas Perumahan dan Gedung. Dia membeli lahan itu dari pihak perorangan yang menyatakan memegang Sertipikat Hak Milik (SHM) sah.
Bukankah harusnya ada koordinasi sebelumnya?Tidak ada prosedur baku. Kadangkala BPKAD diundang untuk pengecekan jika dirasa diperlukan oleh SKPD.
Sebelumnya lahan di Cengkareng Barat itu sudah terÂcatat di BPKAD?Itu sudah tercatat aset Dinas Perikanan (KPKP). Namun di lapangan sudah lama bersengketa dan secara fisik tidak dikuasai oleh Dinas Perikanan. Tapi, bukti kepemilikan pihak Dinas KPKP hanya girik saja, itupun sebagian sudah hilang sejak 1972. Kini, ada pihak peroranÂgan yang memegang Surat Hak Milik (SHM) atas lahan itu, dan akhirnya Pemprov DKI membeli dari orang itu.
Sudah ada permintaan penÂcatatan dari SKPD terkait?Mungkin itu dulu. Saya enggak tahu. Dulu ada catatan di zaman Biro Perlengkapan. Saya enggak tahu tahun berapa. Di zaman BPKAD (saat ini), dia belum mengajukan. Soal pencatatan aset itu harus ada kelengkapan-kelengkapan khusus. Pihak yang paling berhak mengeluarkan keÂlengkapan tersebut adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk surat-surat, rekomendasi, dan ukur ulang.
Selain Cengkareng Barat, apakah masih ada lahan DKI yang masih girik?Ya banyak. DKI melakukan sertipikat aset-aset itu perlu waktu juga. Waktunya adalah di BPN prosesnya.
Prosedur pencatatannya apa nggak diubah?Di zaman saya sekarang, saya potong (prosesnya supaya lebih cepat). Serah terima aset dari pihak swasta haruslah sudah tingÂgal masuk pencatatan saja, proses pengurusan ke BPN harus dilakuÂkan pihak swasta sebelum aset itu diserahterimakan ke Pemprov DKI. Contohnya taman hasil
Corporate Social Responsibility (CSR) pihak swasta yang diserÂahkan ke DKI. ***
BERITA TERKAIT: