Pemda DKI punya pandangan berbeda. Menurut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, pembelian lahan tersebut sudah sesuai prosedur, dan sesuai data pemÂbayaran Surat Pemberitahuan Pajak Terutang-Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB) dengan NJOP tahun 2014, beÂrada di Jalan Kyai Tapa, Jakarta Barat, yang bernilai sekitar Rp 20 jutaan per meter persegi. Belakangan KPK juga menyaÂtakan tak menemukan praktik korupsi dalam perkara tersebut.
Ramainya kasus itu membuat bekas Wakil Gubernur DKIJakarta Mayjen (Purn) Prijanto turun gunung. Disambangi
Rakyat Merdeka di kediamannya di kawasan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Priyanto meÂmamerkan data-data dugaan korupsi yang terjadi dalam prosespembelian lahan tersebut. Berikut penuturan Prijanto;
Menurut Anda seberapa penting pembelian lahan untuk dibangun rumah sakit kanker?Menurut saya adalah penting. Masih cukup penting.
Kenapa?Karena masih diperlukan oleh rakyat Jakarta. Karena, untuk alat inkubator saja, di rumah sakit daerah itu aja terbatas banget. Sehingga bayi itu yang lahir prematur saja nggak tertoÂlong. Jadi masalah pembanguÂnan rumah sakit itu penting.
Jika dikaitkan dengan pemÂbelian lahan YKSW?Jika dikaitkan dengan pembeÂlian lahan itu jadi nggak pas.
Kok nggak pas, tadi Anda mengatakan pembelian lahan untuk RS penting?Sebab DKI itu mempunyai tanah yang luas dan memenuhi syarat untuk dibangun rumah sakit kanker.
Di mana saja itu?Ada yang di MT Haryono, di Fatmawati, Pondok Indah, Cempaka Putih dan masih banyak lagi. Dan juga secara teknis lebih memenuhi syarat dibandingkan dengan lahan Sumber Waras. Pokoknya lahan yang dimiliki DKI sebenarnya melebihi keÂbutuhan. Jadi ngapain beli tanah lagi. Lagi pula tanah (YKSW) itu toh baru bisa digunakan dua tahun lagi. Itu kan aneh.
Jadi kalau ada sekelompok orang yang mengatakan, (pemÂbangunan rumah sakit kanker) itu kan pemikiran yang agung, ya memang benar. Bikin rumah sakit itu memang agung. Tapi menjadi tidak agung kalau aneh. Punya uang Rp 755 miliar, punya tanah, ngapain kok nggak segera saja membangun rumah sakit? Ngapain kok harus beli tanah yang dua tahun lagi baru digunaÂkan? Jadi nggak pas toh ini.
Anda meminta KPK, BPK, Komisi III untuk mengecek langsung di mana posisi lahan yang dibeli Pemda DKI...Jelas. Para pejabat itu jangan hanya duduk di belakang meja. Kalau BPK itu sudah jelas, tanah yang dibeli DKI itu tidak berada di jalan Kiai Tapa. DKI sendiri sebenarnya juga sudah tahu.
Maksudnya?Karena ada tim kajian teknis dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta sekitar November 2014, mengecek ke lapangan mengenai batas utara, timur, barat, selatan, itu tidak ada yang menyebut jalan Kiai Tapa.
Lantas batas-batasnya seperti apa sebenarnya?Sebelah utara itu jalan Tomang Utara. Sebelah timur Jalan Tomang Utara IV. Sebelah seÂlatan itu lalu berbatasan dengan tanah SHM-nya Sumber Waras. Sebelah barat itu jalan Tomang Utara lagi.
Artinya lahan itu sama sekali tidak terletak di Kyai Tapa?Sama sekali tidak ada.
Tapi di sertipikat HGB dan pembayaran SPPT/PBB-nya itu, alamatnya tertulis di Jalan Kiai Tapa?Oh itu bisa saya jelaskan. Dan soal ini orang juga belum pernah ada yang tahu. Jadi yang perlu diketahui umum tentang sertipikat HGB itu, tahun 1968, tanah HGB itu ada sertipikatÂnya seluas 41.290 meter perseÂgi. Letaknya, disebut di Jalan Tangerang (Prijanto menunjukÂkan gambar). Dalam perjalananÂnya, sebagian tanah itu dibeli oleh Tomang Plaza, sehingga tanah itu tinggal 36.410 meter persegi. Sehingga jadinya, tanah HGB itu sebelah utara batasnya jalan Tomang Utara. Sebelah timur Jalan Tomang Utara IV. Sebelah selatan itu berbatasan dengan taÂnah SHM yang di atasnya berdiri RS Sumber Waras. Sebelah barat itu jalan Tomang Utara lagi. Nah kenapa bisa alamatnya jalan Kiai Tapa? Jadi orang yang menguÂrus dari rumah sakit Sumber Waras, minta diberi alamat Jalan Kiai Tapa. Jadi itu riwayatnya. (Prijanto kemudian menunjukÂkan gambar tanah HGB yang dibeli Pemda DKI dengan tanah SHM yang di atasnya berdiri RS Sumber Waras)
Bisa nggak tanah HGB ini dikasih alamat tanah SHM milik Sumber Waras yang ada di Kiai Tapa?Nggak bisa. Alat peta ukur nggak bunyi. Ini harusnya orang BPN ngerti. Jadi alamat di sertipikat benar tertulis di Jalan Kiai Tapa. Tetapi secara fisik tidak benar. Karena itu, perlu tinjau medan bagi yang tidak percaya. ***
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.