Ada pemandangan yang agak berbeda sejak pertengahan peÂkan lalu. Di sepanjang Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Selatan, tidak ada lagi Bus APTB yang menggunakan jalur Transjakarta.
Bus APTB dari arah Cawang menuju Semanggi, tidak meÂlintas di Jalan Jenderal Gatot Subroto. Armada bus tersebut menggunakan Tol Dalam Kota. Mereka masuk dari Tol Cawang, lalu keluar di Tol Semanggi.
Bus APTB yang menggunakan rute tersebut, antara lain jurusan Cawang- Tanah Abang milik Sinar Jaya, Cibinong-Grogol milik Mayasari Bakti, Tanah Abang-Bekasi milik Mayasari Bhakti. Kebanyakan bus yang menuju ke arah Semanggi itu, sepi penumpang.
Sementara dari arah sebaÂliknya, Semanggi ke Cawang, APTB melintas di jalur reguler, yaitu Jalan Gatot Subroto dan Jalan MT Haryono. Bus tersebut antara lain rute Cileungsi-Blok M milik Mayasari Bhakti.
Meski tak melintas di Busway, kebanyakan APTB dipenuhi penumpang. Berkali-kali sopir menaikkan dan menurunkan penumpang di jalur arteri, atau di pinggir jalan sebelum tangga penyeberangan halte busway. Para penumpang itu naik atau turun menggunakan pintu depan bus yang ada di sebelah kiri. Berbeda dengan pintu untuk menaik-turunkan penumpang di Halte Transjakarta di sebelah kanan.
Pemprov DKI Jakarta melarang APTB masuk Busway mulai 1 Juni. Pasalnya, Dishubtrans DKI Jakarta banyak menerima keluhan mengenai perilaku sopir APTB, yang enggan menaikkan penumpang di halte Transjakarta. Soalnya, penumpang dari halte Transjakarta tidak dikenakan biaya lagi. Selain itu, masih ada awak APTB yang memungut ongkos terhadap penumpang dari Halte Transjakarta, padahal seharusnya gratis.
Selain itu, masih terdapat Bus APTB yang keluar dari Busway saat berada di lajur khusus ini. Ada pula Bus APTB yang meÂnaik-turunkan penumpang tidak pada halte Busway. Mereka menaik-turunkan penumpang melalui pintu depan.
Dilarangnya APTB masuk Busway, merupakan upaya mendorong operator APTB agar segera menandatangani kontrak rupiah per kilometer dengan Transjakarta. Dari enam operaÂtor APTB, ada tiga yang belum menandatangani kontrak ruÂpiah per kilometer dengan PT Transjakarta. Ketiganya adalah Agra Mas, Sinar Jaya, dan Hiba Utama. Sementara itu, tiga opÂerator lainnya sudah menandaÂtangani kontrak. Mereka adaÂlah Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD), Mayasari Bakti, dan Bianglala.
Karena sudah tidak mengguÂnakan Busway, terdapat sedikit perubahan posisi bangku dalam Bus APTB. Operator menambah bangku di bagian tengah bus, yang biasanya lowong karena untuk jalur keluar masuk penÂumpang dari Halte Transjakarta. Akibatnya, pintu samping yang biasanya untuk menaik-turunkan penumpang di jalur Transjakarta, tidak bisa digunakan. Bangkunya juga sudah diganti dengan warna yang lebih cerah.
Perubahan lain tampak pada badan bus. Tidak ada lagi nama APTB. Bus berwarna biru itu, hanya memakai nama perusaÂhaan, dan menjadi bus antar kota biasa. "Kedua perubahan itu, sudah terjadi sejak seminggu yang lalu," ujar sopir APTB Jurusan Bekasi-Tanah Abang, Abdul Manaf.
Abdul menyayangkan larangan pengoperasian bus tersebut menggunakan jalur Transjakarta. Banyak penumpang APTB yang protes, karena lebih lambat samÂpai ke tujuan akibat larangan melintas di jalur Transjakarta.
"Mereka protes, kenapa tidak masuk jalur Transjakarta," kata dia.
Pria berusia 45 tahun ini mengaku, kondisinya sangat berbeda dengan ketika masih mengÂgunakan jalur Transjakarta. Sebelumnya penumpang banÂyak bertahan hingga ke temÂpat tujuan. Sekarang, banyak penumpang dari Bekasi yang turun di Komdak (Polda Metro Jaya). Sebab, rute bus tersebut sudah berubah.
Bus tersebut akan masuk tol dalam kota, dan keluar di Semanggi, depan Komdak. Selanjutnya bus akan melaju meÂlewati Jalan Sudirman, Thamrin sampai Tanah Abang, Jakarta Pusat melalui jalur reguler. "Jadi tak bisa turun di banyak tempat seperti waktu masih boleh masuk Busway," terangnya.
Menurut Abdul, pelarangan operasi di jalur Transjakarta juga berdampak pada jumlah penÂumpang. Biasanya dalam satu rit, armadanya mampu menampung sekitar 40 penumpang. Namun, kini turun hingga 50 persen. "Penurunan penumpang palÂing banyak terjadi dari Bekasi. Sementara penumpang dari Tanah Abang tidak mengalami perubahan," katanya
Abdul menjelaskan, selain karena tidak bisa masuk Busway, penurunan penumpang ini juga disebabkan banyak yang beraÂlih menggunakan Transjakarta. Soalnya, tarif Transjakarta lebÂih murah dibanding APTB. Transjakarta hanya Rp 3.500, sedangkan APTB Rp 13.000.
"Akibatnya, penumpang terÂus berkurang karena sekarang Transjakarta masuk Bekasi," curhatnya.
Salah seorang penumpang APTB, Riki menyatakan, pelarangan APTB masuk Busway, bukan suatu masalah. Hal yang penting, kata dia, bus masih bisa masuk ke Jakarta dan menÂgantarkan penumpang sampai tujuan.
"Kalau dilarang masuk Jakarta, misalnya cuma sampai UKI (Cawang), itu baru masalah. Tapi ini kan masih bisa, walaupun lewat jalan lain," kata dia.
Terkait masalah tarif, dirinya tidak terlalu mempermasalahÂkan. Menurut dia, APTB adalah layanan bus paling laik, yang melayani hingga ke kawasan Bekasi. "Lagian, saya kerja di Sudirman. Kalau pakai ini dari rumah, bisa langsung turun deÂpan kantor. Tak perlu lagi turun-turun pindah bus," ucapnya.
Meski tidak mempermasalahÂkan, Riki mengaku tidak yakin tak akan beralih ke angkutan lain. Pasalnya, sejak dilarang lewat Busway, sangat sedikit APTB 07 jurusan Tanah Abang-Bekasi yang terlihat di terminal. Padahal, bus itu biasanya banyak ditemui di Terminal Bekasi.
"Dari beberapa hari terakhir juga sudah sedikit yang beroperasi. Penumpang akhirnya terÂpaksa mencari angkutan lain untuk ke Ibu Kota," ucapnya.
Menurut Riki, bus yang biasa dia tumpangi, kini sulit ditemuÂkan. Pada pagi hari Riki sempat menunggu 30 menit di halte Tol Bekasi Barat, namun tidak ada juga Bus APTB 07 melintas. "Biasanya banyak melintas di sekitar Jalan Jenderal Ahmad Yani, Bekasi Selatan, untuk masuk Tol Bekasi Barat. Tadi hampir tidak ada. Nyaris saja saya cari angkutan lain," paparnya.
Jika kondisi terus seperti ini, lanjut Riki, mau tidak mau dirinya harus beralih ke angkutan lain. Sebab, perjalanannyadari rumah ke kantor dan sebaliknya, tidak boleh sampai tergangguakiÂbat ketiadaan APTB. Dia pun berÂencana beralih ke Transjakarta.
"Habis kalau pakai kendÂaraan pribadi capek. Mending saya pakai Transjakarta yang menunggunya tak terlalu lama, dan kondisi busnya bagus," ucapnya.
APTB beroperasi sejak 2012. Kendaraan ini beroperasi untuk melayani pengangkutan penumpang dari wilayah perbatasan Jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang, Tangerang Selatan, dan Bekasi. Transportasi ini pun diproyeksikan agar dapat mengurangi kendaraan bermoÂtor yang masuk ke Jakarta. Beroperasi sejak pukul 05.00 hingga 22.00 WIB, bus APTB membantu masyarakat dari kaÂwasan kota mitra yang bekerja atau berpergian menuju Jakarta dan sekitarnya.
Latar Belakang
Gubernur Jakarta Merasa Sudah Beri Waktu 2 Tahun Kepada APTB
Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama melarang Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway (APTB) masuk jalur Bus TransJakarta (Busway) mulai 1 Juni 2016.
Soalnya, bus tersebut seringberhenti sembarangan dan keÂbut-kebutan untuk mengejar setoran. "Naik-turunkan penÂumpang di lampu merah, di pojok-pojok berhenti seenaknya. Itu saja masalahnya," tegas pria berpanggilan Ahok ini.
Pemprov DKI, kata Ahok, telah menawarkan sistem rupiah per kilometer kepada APTB. Namun, ditunggu sampai dua tahun, perusahaan angkutan perbatasan tersebut, tetap tidak setuju. "Kita sudah kasih kesempatan satu sampai dua tahun," tegasnya.
Nantinya, kata bekas Bupati Belitung Timur ini, Bus TransJakarta akan mengambil alih rute yang ditinggalkan APTB, sehingga penumpang bakal lebih terjamin keselamatan dan kepasÂtian pelayanannya. Tarifnya juga murah, sebesar Rp 3.500.
"Tidak main kebut-kebutan. Kalau sekarang, APTB kejar target," nilainya.
Terkadang, menurut Ahok, APTB juga tidak mau mengamÂbil penumpang bila jamnya tidak memungkinkan. "Coba kalau kita bayar rupiah per kilometer, ada atau tidak ada penumpang, dia tetap jalan. Jadi, ini akan menguntungkan penumpang," jelas Ahok.
Bila APTB tetap tidak mau sepakat dengan sistem rupiah per kilometer, Ahok menyarankan agar bus tersebut beroperasi di wilayah Bogor, Jawa Barat saja.
Seperti diketahui, hingga saat ini tercatat, dari enam operator APTB, ada tiga yang belum meÂnandatangani kontrak rupiah per kilometer dengan Transjakarta. Ketiganya adalah Agra Mas, Sinar Jaya, dan Hiba Utama. Adapun tiga operator lainnya yang sudah menandatangani kontrak adalah Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD), Mayasari Bakti dan Bianglala.
Senada, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat juga mendukung langkah Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta untuk menertibkan operator APTB jika hingga tengat waktu yang telah diberikan, tak kunjung bergabung dengan PT Transjakarta.
"Enak banget APTB yang tidak mau gabung itu. Mereka seenaknya gunakan fasilitas Pemprov DKI," kritik Djarot.
Apalagi, lanjut dia, APTB seenaknya cari penumpang di Jakarta tanpa memperhatikan aturan yang ada. "Kalau tidak mau gabung, tertibkan saja," tegasnya.
Ujang, sopir Bus APTB juruÂsan Ciputat-Kota mengeluhkan aturan baru tersebut. Pasalnya, dengan larangan memasuki Busway, otomatis perjalananÂnya semakin lama. "Lewat jalur Busway saja, perjalanan ke Kota makan waktu dua jam. Bagaimana kalau dilarang, pasti lebih lama," keluhnya.
Pria yang mengenakan keÂmeja bercorak merah muda ini mengatakan, setiap hari, per bus APTB bisa melayani penumpang sebanyak tiga rit (pulang pergi) dengan total armada 15 bus juÂrusan Ciputat-Kota.
"Kalau dilarang memasuki jalur Busway, paling banyak kami jalan dua rit," kata dia.
Walhasil dengan adanya aturan tersebut, kata dia, akan merugiÂkan penumpang dan tentu saja sopir. "Penumpang lebih lama sampai dan sopir penghasilanÂnya menurun karena sistem setoran," ujar Ujang tanpa mau merinci berapa setoran setiap harinya yang harus diserahkan ke perusahaan.
Soal tarif, Ujang mengklaim, tarif APTB lumayan murah hanya sebesar Rp 10 ribu sudah sampai Kota. Apalagi, kendaraan mengÂgunakan pendingin ruangan (AC). "Bandingkan dengan nyambung-nyambung angkutan umum lainÂnya, pasti lebih mahal."
Terkait adanya keluhan bahwa sopir APTB berhenti di sembarang tempat, Ujang tidak menampiknya. "Kadang kala memang seperti itu," dia mengakui. Tapi mau bagaimana lagi, lanjut dia, hal tersebut merupakan keinginan penumpang. "Kalau penumpang mau naik atau turun, masak dilarang," ujarnya.
Lebih lanjut, pria berumur 40 tahunan ini, mengaku tidak mengetahui ke depannya apakahAPTB bergabung dengan manaÂjemen Transjakarta atau tidak. "Itu manajemen yang tahu. Kalau saya nyopir saja," elak dia.
Kendati demikian, dia meminta Pemprov DKI Jakarta mengkaji ulang larangan tersebut, karenakhawatir akan banyaksopir dan kenek menjadi korban.
"Ada 40 sopir dan 30 kenek APTB yang semua punya keluÂarga," sebut dia.
APTB jurusan Ciputat-Kota cukup menarik minat penumpÂang yang tinggal di pinggiÂran Jakarta. Khususnya, warga Ciputat dan
sekitarnya. Sebab, tak sampai 15 menit "ngetem", bus besar itu telah terisi separuhnya. Kendati tak berhenti di halte maupun terminal, bus ini mudah dikenali karena di bodinya terdapat tuÂlisan APTB berukuran besar.
Penumpang APTB ini, Desty menyatakan tidak setuju aturan yang bakal diterapkan Pemprov DKI, yang melarang Bus APTB masuk ke Busway. Pasalnya, dengan aturan baru tersebut, perjalanan bus APTB semakin lama karena terkena macet. ***